3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Kebakaran hutan yang sering terjadi di Indonesia berkaitan erat dengan dua faktor utama yaitu faktor alam dan faktor manusia. Kemungkinan terdapat
karakteristik yang dapat ditemukan baik pola waktu maupun pola lokasi terjadinya kebakaran yang disebakan kedua faktor utama tersebut.
Karakter waktu dapat ditemukan pada beberapa faktor alami penyebab kebakaran hutan seperti iklim kemarau panjang, petir dan daya alam lainnya.
Adanya kemungkinan bahwa kebakaran hutan terjadi pada musim musim tertentu dan periode bulan tertentu memberi asumsi terdapatnya pola secara temporal
terjadinya kebakaran hutan. Faktor manusia sebagai penyebab kebakaran hutan dipicu oleh kegiatan
perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah, pola perilaku manusia setempat, dan pembukaan hutan oleh para pemegang Hak
Pengusahaan Hutan HPH untuk industri kayu maupun perkebunan kelapa sawit. Terdapat kemungkinan bahwa pembukaan hutan yang dilakukan oleh para
pemegang HPH dan petani tradisional dengan perladangan berpindah pindah dilakukan pada periode waktu tertentu. Misalnya periode waktu dimana kondisi
alam mendukung dilakukannya pembakaran seperti kondisi musim kering, tidak lembab dan sebagainya. Hal ini juga memberikan asumsi bahwa kebakaran hutan
memiliki pola temporal dalam periode waktu tertentu dan spasial pada lokasi lahan para pemegang HPH dan petani tradisional. Meskipun perilaku masyarakat
seperti kebiasaan dalam membakar tanah gambut, semak belukar dan sebagainya muncul sebagai kondisi bebas kapanpun dan dimanapun dapat terjadi kebakaran
hutan. Dari asumsi – asumsi tersebut maka terdapat kemungkinan bahwa kebakarn
hutan memiliki karakter-karakter pola persebaran tertentu secara spatiotemporal. Sangat diperlukan pengenalan pola karakter kebakaran hutan baik itu
secara spasial maupun temporal dalam mengatasi kebakaran hutan. Dimana secara logis berdasarkan Hukum Geografi 1 Tobler hotspot akan mengelompok karena
kedekatan lokasi dan waktu sehingga terdapat kemungkinan bahwa hotspot tidak
tersebar secara acak tetapi terdapat pola penggerombolan secara alami. Jika lokasi dan pola persebaran kebakaran hutan diketahui maka pihak terkait mampu
melakukan perencanaan dalam melakukan manajemen pengelolaan kebakaran hutan. Misalnya untuk daerah yang dinilai rawan dalam waktu tertentu dan
lokasinya pada batas administrasi maka diperlukan pengelolaan yang terpadu pada wilayah yang bersangkutan yang pada saat ini pengelolaannya dipisahkan.
Saat ini tingkat kerawanan kebakaran hutan dilakukan dengan melakukan metode expert dan densitas, dimana kedua metode ini menggerombolkan hotspot
kebakaran hutan tidak secara alami yaitu dengan membagi kelompok berdasarkan kedekatan sifat pada setiap hotspot melainkan dengan mengukur densitas
kelompok kebakaran hutan yang berada di suatu lokasi tertentu. Sehingga kelompok kebakaran hutan tidak selalu memiliki karakter yang sama baik secara
lokasi maupun waktu. Metode yang telah digunakan tidak sesuai dengan Hukum Geografi 1 Tobler yang seharusnya mengelompok karena kedekatan karakter baik
lokasi maupun waktu. Alternatifnya adalah melakukan penggerombolan hotspot kebakaran hutan
dengan menggunkan
suatu metode,
dimana metode
tersebut akan
mengelompokkan hotspot berdasarkan kedekatan karakter dari hotspot tersebut baik lokasi maupun waktu secara alami. Tehnik yang sesuai dengan metode ini
diantaranya adalah DBSCAN dan ST-DBSCAN. DBSCAN melakukan penggerombolan dengan mengukur kedekatan anggota dalam setiap gerombolnya
dengan jarak tertentu. ST-DBSCAN melakukan penggerombolan dengan mengukur kedekatan anggota dalam setiap gerombolnya dengan jarak dan waktu
tertentu. Sehingga dengan melakukan penggerombolan menggunakan DBSCAN dan ST-DBSCAN dapat diperoleh gambaran penggerombolan yang anggota
penggerombolannya memiliki sifat yang mirip satu dengan lainnya. Terdapat kemungkinan
ditemukannya karakter
dan pola
spasiotemporal dari
penggerombolan yang dihasilkan dimana karakter dan pola tersebut sangat diperlukan menyangkut isu-isu manajemen pengelolaan kebakaran hutan yang
terjadi di Indonesia. Kerangka berpikir pada penelitian ini terdapat pada Gambar 8.