Sumber Data dan Praproses

Pada DBSCAN untuk mengoptimasi nilai Eps dan MinPts, didasarkan pada asumsi bahwa pada data tahun 2002-2003 yang telah ada, penggerombolan dapat diidentifikasi terbaik jika k tetangga terdekat memiliki jarak yang sama dengan titik yang lain atau dapat dikatakan bahwa titik dalam suatu penggerombolan secara kasar memiliki jarak yang sama. Untuk mengetahuinya dapat digambarkan dengan melakukan plot seluruh jarak ke k tetangga terdekat dari seluruh titik dengan nilai k yang bervariasi. Untuk mengoptimalkan nilai Eps dan MinPts, dipilih garis yang mendekati garis menaik kemudian dipotong secara vertikal pada plot k tetangga terdekat dimana seluruh titik di sebelah kiri garis vertikal merupakan core point Gambar 13. Sehingga semakin jauh digeser ke kiri, core point lebih sedikit dan penggerombolan yang terbentuk semakin sedikit. Sebaliknya jika garis potong vertikal berada di dekat sisi kanan grafik core point lebih banyak dan penggerombolan yang terbentuk semakin banyak. Pergeseran nilai ambang dilakukan untuk mendapatkan nilai ambang dengaan nilai k-dist yang maksimum yaitu penggerombolan dan jumlah titik noise yang kecil yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan data. Gambar 13 Grafik pergeseran penggerombolan Pergeseran nilai ambang pada penelitian ini dilakukan pada nilai k=4, k=7, k=11, k=15, dan k=18 dengan pergeseran nilai Eps 0.125 sampai 0.2. Dari pergeseran nilai ambang didapatkan nilai Eps=0.2 dengan penggerombolan yang paling sedikit yaitu berkisar antara 38-40 penggerombolan Gambar 13. Nilai titik noise paling sedikit didapatkan pada k=4, k=7, dan k=11 dengan Eps=0.2 dan k=4 dengan Eps =0.175 dengan jumlah titik noise sebanyak 6. Sehingga penggerombolan DBSCAN menggunakan nilai Eps =0.2 dan k =4 sebagai MinPts Gambar 14. 50 100 0.125 0.175 0.2 B a n y a k Pen g g er o m b o la n Nilai Eps1 Penggerombolan K=4 Penggerombolan K=7 Penggerombolan K=11 Penggerombolan K=15 Penggerombolan K=18 Gambar 14 Hubungan titik noise dengan Eps1 Pada ST-DBSCAN selain parameter Eps1 dan MinPts juga menggunakan parameter Eps2 pada penelitian ini untuk mengukur waktu terjadinya kebakaran. Dalam menentukan nilai Eps2 dilakukan beberapa percobaan untuk mencari hasil penggerombolan optimal dengan jumlah penggerombolan kecil dan titik noise yang kecil. Untuk itu dilakukan pengeplotan hasil menggunakan nilai Eps1=0.2 dan nilai Eps2 yang bervariasi yaitu 7, 15, 30 dan 35 sehingga didapatkan nilai penggerombolan dan titik noise yang paling kecil pada nilai Eps2=30 dan 35 Gambar 15. Gambar 15 Hubungan banyak titik noise, penggerombolan dan Eps2 Setelah melalui beberapa percobaan akan digunakan k = 4, dengan nilai Eps=0.2 yang mewakili jarak sekitar 22,2 km. Radius 0.2 juga dipilih dengan pertimbangan sifat hotspot pada MODIS dengan lingkup 1 Km sehingga terdapat kemungkinan kebakaran hutan yang menggerombol. Parameter Eps ini akan menghasilkan penggerombolan yang relatif sedikit, tetapi mereka akan menjadi kelompok yang berkorelasi.

4.4. Penggerombolan DBSCAN

Pada data hotspot kebakaran hutan tahun 2002-2003 terdapat 4822 data titik kebakaran hutan yang terdapat di Sumatra Selatan. Dari data tersebut dengan 50 100 150 0.125 0.175 0.2 B a ny a k No is e Nilai Eps1 Noise K=4 Noise K=7 Noise K=11 Noise K=15 Noise K=18 200 400 600 7 15 30 35 J um la h Peng g ero m b o la n No is e Nilai Eps2 Penggerombola n Noise