Penggerombolan Spatiotemporal Spatial Hotspots Clustering of Forest and Land Fires using DBSCAN and ST-DBSCAN.
tersebar secara acak tetapi terdapat pola penggerombolan secara alami. Jika lokasi dan pola persebaran kebakaran hutan diketahui maka pihak terkait mampu
melakukan perencanaan dalam melakukan manajemen pengelolaan kebakaran hutan. Misalnya untuk daerah yang dinilai rawan dalam waktu tertentu dan
lokasinya pada batas administrasi maka diperlukan pengelolaan yang terpadu pada wilayah yang bersangkutan yang pada saat ini pengelolaannya dipisahkan.
Saat ini tingkat kerawanan kebakaran hutan dilakukan dengan melakukan metode expert dan densitas, dimana kedua metode ini menggerombolkan hotspot
kebakaran hutan tidak secara alami yaitu dengan membagi kelompok berdasarkan kedekatan sifat pada setiap hotspot melainkan dengan mengukur densitas
kelompok kebakaran hutan yang berada di suatu lokasi tertentu. Sehingga kelompok kebakaran hutan tidak selalu memiliki karakter yang sama baik secara
lokasi maupun waktu. Metode yang telah digunakan tidak sesuai dengan Hukum Geografi 1 Tobler yang seharusnya mengelompok karena kedekatan karakter baik
lokasi maupun waktu. Alternatifnya adalah melakukan penggerombolan hotspot kebakaran hutan
dengan menggunkan
suatu metode,
dimana metode
tersebut akan
mengelompokkan hotspot berdasarkan kedekatan karakter dari hotspot tersebut baik lokasi maupun waktu secara alami. Tehnik yang sesuai dengan metode ini
diantaranya adalah DBSCAN dan ST-DBSCAN. DBSCAN melakukan penggerombolan dengan mengukur kedekatan anggota dalam setiap gerombolnya
dengan jarak tertentu. ST-DBSCAN melakukan penggerombolan dengan mengukur kedekatan anggota dalam setiap gerombolnya dengan jarak dan waktu
tertentu. Sehingga dengan melakukan penggerombolan menggunakan DBSCAN dan ST-DBSCAN dapat diperoleh gambaran penggerombolan yang anggota
penggerombolannya memiliki sifat yang mirip satu dengan lainnya. Terdapat kemungkinan
ditemukannya karakter
dan pola
spasiotemporal dari
penggerombolan yang dihasilkan dimana karakter dan pola tersebut sangat diperlukan menyangkut isu-isu manajemen pengelolaan kebakaran hutan yang
terjadi di Indonesia. Kerangka berpikir pada penelitian ini terdapat pada Gambar 8.