DBSCAN yang diaplikasikan pada data hotspot per bulan menghasilkan penggerombolan
yang menyebar
rata keseluruh
wilayah, dominasi
penggerombolan tidak begitu terlihat jelas, meskipun periode terjadinya penggerombolan diketahui tetapi secara spasial menyangkut lokasi kurang
memberikan perbedaan lokasi penggerombolan yang terjadi.
4.6.2. ST-DBSCAN
Penggunaan metode
ST_DBSCAN memiliki
kelebihan dalam
menggerombolkan data spatiotemporal sehingga dapat dicari pola keterkaitan hasil penggerombolan dengan waktu terjadi kebakaran hutan diantaranya tipe
penggerombolan stasionary, muncul kembali, jarang dan trek. Jika metode ST- DBSCAN dibuat dalam periode waktu yang lama bisa dihasilkan data keteraturan.
Data keteraturan memuat dalam suatu periode waktu terjadinya penggerombolan dalam lokasi yang sama, penggerombolan dalam lokasi yang berbeda, rata-rata
jarak waktu dalam suatu penggerombolan, dan jumlah anggota dalam penggerombolan.
Tetapi metode ST-DBSCAN memiliki kelemahan dalam kecepatan pemrosesan data. Dalam penelitian ini dengan menggunakan data 4822 hotspot
waktu pemrosesan yang dibutuhkan 6 jam. Kelemahan itu dapat diatasi dengan menggunakan pemrosesan paralel yang telah dilakukan Derya Birant penemu
metode ST-DBSCAN.
4.6.3. DBSCAN dan ST-DBSCAN
Meskipun ST-DBSCAN merupakan lanjutan dari DBSCAN tetapi
penggerombolan yang terjadi tidak selalu sama. Suatu penggerombolan bisa saja muncul pada DBSCAN tetapi tidak muncul dalam ST-DBSCAN. Sebuah
penggerombolan besar pada DBSCAN bisa menjadi beberapa penggerombolan kecil pada ST-DBSCAN.
Pada DBSCAN antara satu penggerombolan dengan penggerombolan yang lain dipisahkan oleh anggota penggerombolan yang merupakan titik terluar dan
memiliki jarak kurang dari Eps1 yang diberikan sedangkan pada ST-DBSCAN selain titik terluar yang memiliki jarak kurang dari Eps pada titik lain juga
dipisahkan variabel waktu Gambar 28.
DBSCAN ST-DBSCAN
Gambar 28 Penggerombolan DBSCAN dan ST-DBSCAN
4.6.4. Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran yang Telah Ada
Saat ini diantara beberapa metode yang digunakan di Indonesia dalam
melakukan pemetaan daerah rawan kebakaran hutan yaitu dengan menggunakan metode densitas dan metode expert.
hotspot Batas administrasi
daerah Hasil tumpang tindih
dikaitkan dengan faktor penyebab
kebakaran 1c
2d 1b
1a
Hasil perhitungan
densitas a
b c
d
Gambar 29 Ilustrasi metode densitas Metode densitas biasanya digunakan oleh pemerintah. Cara ini bersifat
reaktif dalam artian pada kasus kebakaran hutan setelah muncul beberapa hotspot kebakaran hutan maka baru dikaitkan dengan faktor penyebab kebakaran. Contoh
penggunaan metode densitas dalam peta kerawanan kebakaran hutan yaitu dengan melakukan operasi tumpang tindih antara hotspot dengan batas administrasi
daerah kemudian dilakukan perhitungan densitas Gambar 29. Penggunaan metode ini memiliki kekurangan ketika terjadi penggerombolan pada suatu lokasi
yang terletak diantara batas administrasi daerah maka akan menganggap densitas objek berbeda yang seharusnya objek memiliki sifat yang sama atau mirip.
Tata guna lahan yang telah diberi
bobot hotspot
Hasil operasi tumpang tindih
kemudian dihitung densitasnya
2 1
3 4
1 3
4 2
Batas administrasi daerah
1a
Densitas 3b
1c
= 3a =12b
= 2c c
d a
b Daerah a,b,c,d
Meskipun memiliki sifat yang sama x
dan y akan terpisah oleh
batas administrasi
x y
Densitas x bobot variabel faktor
Gambar 30 Ilustrasi metode expert Metode expert menggabungkan metode densitas dan pembobotan variabel
faktor. Contoh penggunaan metode expert dalam peta kerawanan kebakaran hutan yaitu dengan melakukan operasi tumpang tindih antara hotspot dengan variabel
faktor penyebab kebakaran hutan Gambar 30. Variabel faktor merupakan faktor- faktor pemicu terjadinya kebakaran hutan misalnya bahan pembakar, curah hujan,
tata guna lahan dan tanah. Sebelum dilakukan operasi tumpang tindih dilakukan pembobotan scoring terhadap variabel faktor. Kekurangan dalam penggunaan
metode ini adalah lamanya proses pengolahan data dan kedekatan titik masih tergantung pada batas administrasi daerah.
Penggerombolan yang terjadi dalam lintas wilayah administrasi merupakan kelemahan metode expert dan metode densitas. Kedua metode ini tidak mengatasi
kelemahannya terhadap hukum Geografi 1 Tobbler yang logikanya nilai titik yang berdekatan akan memiliki nilai yang mendekati dibandingkan dengan nilai di titik
yang lebih jauh ketika berada dalam batas batas wilayah tertentu. Penggunaan metode DBSCAN dan ST-DBSCAN dalam memisahan tipe
penggerombolan satu dengan yang lain tidak terpengaruh dengan batas wilayahadministrasi, dan lebih pasti dalam menggerombolkan beberapa titik
kebakaran dimana anggota penggerombolan akan memiliki sifat yang sama atau mirip karena melewati fase perhitungan karakter objek. Dari hasil
penggerombolan yang memiliki anggota berkarakter sejenismirip lebih baik
untuk digabungkan dengan variabel-variabel lainnya. Hal itu disebabkan karakter yang sejenismirip akan lebih mudah dikaitkan dengan variabel-variabel dalam
mencari penyebab kebakaran hutan.
4.7. Pengembangan Prototipe Visualisasi
Metode prototipe dimulai dengan melakukan pengumpulan kebutuhan yang diperlukan perangkat lunak, mendefinisikan objek yang diperlukan
perangkat lunak. Dari kebutuhan perangkat lunak akan dibuat sebuah desain cepat yang berfokus pada representasi dari aspek-aspek perangkat lunak yang
akan terlihat oleh pelangganpengguna misalnya, masukan pendekatan dan format output. Desain cepat mengarah dalam pembangunan prototipe. Hasil
prototipe akan dievaluasi pengguna feedback yang akan digunakan untuk memperbaiki persyaratan perangkat lunak yang akan dikembangkan. Iterasi
diperlukan dalam memahami dan mengidentifikasi kebutuhan perangkat lunak.
Siklus Pertama
Siklus pertama adalah siklus awal dari pembangunan aplikasi penggerombolan.
4.7.1. Komunikasi
Pada tahap ini dilakukan komunikasi diskusi dengan pakar kebakaran hutan dan lahan tentang perangkat lunak yang akan dikembangkan untuk
memperoleh definisi kebutuhan perangkat lunak, deskripsi umum dari sistem dan karakteristik dari pengguna sistem. Studi literatur mengenali hotspot kebakaran
hutan, algoritma DBSCAN dan ST-DBSCAN dilakukan untuk mengadaptasi algoritma dalam studi kasus kebakaran hutan.
a. Analisis Kebutuhan Pengguna
Dalam pembangunan aplikasi penggerombolan DBSCAN dan ST- DBSCAN, target user yang mengakses adalah jenis user yang tidak begitu
mengerti akan pengaksesan perangkat lunak. Metode penempatan atau tata letak dari menu navigasi, tombol fungsi maupun pemilihan warna dan font untuk isi
dari aplikasi ini diatur sedemikian rupa agar dapat memudahkan user. Pengguna adalah praktisi yang ingin melakukan penggerombolan data menggunakan metode
DBSCAN dan ST-DBSCAN.
Salah satu alasan pembangunan aplikasi penggerombolan DBSCAN dan ST-DBSCAN adalah untuk melakukan otomatisasi penggerombolan guna
memudahkan pengguna dalam mendapatkan informasi penggerombolan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
terdapat pada tabel 5, diagram konteks dari aplikasi penggerombolan DBSCAN dan ST-DBSCAN dapat dilihat pada Gambar 31.
Tabel 5 Deskripsi kebutuhan pengguna No
Pengguna
Kebutuhan 1
User Melihat informasi data hasil penggerombolan DBSCAN
dan STDBSCAN, melakukan perubahan nilai Eps 1, Eps 2 dan MinPts.
Aplikasi Penggerombolan
Pengguna Informasi Penggerombolan
DE,MinPts,Eps1,Eps2 Pilihan Metode
File peta lintang, bujur, tanggal
Tampilan visualisasi peta
Gambar 31 Diagram konteks aplikasi Penggerombolan.
Pengguna 1 Mengubah
Status Metode
Pilihan Metode
Status ST- DBSCAN
Status DBSCAN 3
Pemrosesan DBSCAN
Pengguna Bujur
Lintang Eps1
MinPts Informasi Penggerombolan
Visualisasi penggerombolan
4 Pemrosesan
ST-DBSCAN Pengguna
MinPts Eps2
Eps1 Informasi Penggerombolan
Visualisasi penggerombolan
Tan gga
l
2 Membaca File
lintang Bujur
Tanggal Data peta
Buj ur
Fi le
Pet a
Li nt
an g
Data peta
DE
Gambar 32 DFD level 1 aplikasi Penggerombolan.
Aplikasi Penggerombolan memungkinkan pengguna untuk melakukan pemilihan metode, melakukan input parameter, dan melihat informasi
penggerombolan. DFD level 1 aplikasi Penggerombolan memberikan gambaran lebih luas
dari diagram kontek level 0. Aplikasi Penggerombolan mengidentifikasi proses sistem yang utama dan aliran datanya Gambar 32.
Setiap proses di DFD level 1 aplikasi Penggerrombolan diperluas atau didekomposisi ke dalam DFD level 2 untuk lebih memperinci proses
Penggerombolan Gambar 33, Gambar 34 .
Lintang Bujur
3.1 Perhitungan
Jarak Jarak
3.2 Perhitungan
Penggerom bolan
Visualisasi Penggerombolan Informasi
Penggerombolan Pengguna
Eps1 Data peta
Gambar 33 DFD level 2 proses 3 aplikasi Penggerombolan.
Pengguna Lintang
Bujur 4.1
Perhitungan Jarak
Jarak
tanggal 4.2
Perhitungan Waktu
Δ waktu
Eps 2 DE
4.3 Perhitungan
Penggerom bolan
Eps1 Visualisasi Penggerombolan
Informasi Penggerombolan
Pengguna Data peta
Gambar 34 DFD level 2 proses 4 aplikasi Penggerombolan.
b. Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak
Kebutuhan operasional yang diperlukan untuk menjalankan perangkat lunak penggerombolan DBSCAN dan ST-DBCAN adalah lingkungan sistem
operasi Microsoft® Windows 9598NT2000XP7Vista yang dilengkapi Matlab 7.
Sistem yang dibangun merupakan sebuah aplikasi berbasis desktop dimana aplikasi yang dibangun akan membutuhkan platform yang sama dengan aplikasi
desktop tersebut dibangun dalam arti adanya ketergantungan secara umum pada Sistem Operasi.
4.7.2. Perencanaan dan Perancangan
Tahap perancangan dilakukan setelah perencanaan. Proses yang dilakukan pada tahap ini adalah merancang perangkat lunak yang akan dibangun. Tahap
perancangan bertujuan agar proses pembangunan dari sistem yang dilakukan dapat lebih mudah dan cepat.
Pada tahap ini dilakukan perancangan antarmuka sebagai perantara antara user dan sistem. Perancangan halaman menu pemakai dapat dilihat pada Gambar
35.
Judul Browse
Process Hasil Penggerombolan
Metode TEXT
DE DE
DE DE
TEXT TEXT
TEXT ComboBox
Fungsi unggah file yang diproses
Fungsi pemilihan metode
penggerombolan Input Parameter
Hasil Penggerombolan
Gambar 35 Perancangan antarmuka aplikasi. Dalam membangun suatu antarmuka untuk aplikasi ada beberapa
karakteristik yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah kemudahan penggunaan, kemudahan navigasi, konsistensi dari desain dan efisiensi
penempatan komponen antarmuka.
4.7.3. Pembangunan Prototipe
Pada tahap ini dilakukan penerapan hasil perancangan. Tahap dimulai dengan penjabaran tentang perangkat yang akan digunakan terlebih dahulu.
Dalam tahap implementasi ini, dibutuhkan beberapa perangkat keras dan perangkat lunak sebagai alat untuk pembangunan sistem. Perangkat-perangkat
tersebut adalah : - Perangkat Keras
Perangkat keras yang dibutuhkan yaitu Processor IntelR Core i7-2640M 2.8 GHz, Memory 6 GB.
- Perangkat Lunak Perangkat lunak yang dibutuhkan yaitu Sistem Operasi Microsoft® Windows 7
Professional 64-bit, dan Matlab 7. Berdasarkan hasil dari perancangan antarmuka yang berupa sketsa,
kemudian diimplementasikan hasil desain tersebut ke dalam sebuah aplikasi untuk diproses lebih lanjut Gambar 36.
Membuka file .shp untuk diolah
Pemilihan metode penggerombolan
Input parameter penggerombolan
Pelabelan penggerombolan