Simpulan Spatial Hotspots Clustering of Forest and Land Fires using DBSCAN and ST-DBSCAN.

ABSTRACT UTSRI YUSTINA PURWANTO. Spatial Hotspots Clustering of Forest and Land Fires using DBSCAN and ST-DBSCAN. Under direction of BABA BARUS, and HARI AGUNG ADRIANTO. Forest and land fire has become international important environmental and economic issue for the last several years. For Indonesia and some neighboring countries, it also produces huge amount of smog and air pollution causing economic, environmental and health problems. The objective of this research is to find hotspot clustering pattern using DBSCAN dan ST-DBSCAN. There is a possibility that the hotspot is not spread randomly but naturally gather in some area to form clusters based on proximity of distance and time. DBSCAN and ST- DBSCAN are density based clustering in spatial data mining. The advantage of these methods is the clusters form can be more flexible, especially when applied on a large data size. However, DBSCAN cannot differentiate two adjacent clusters with different density while ST-DBSCAN can. As the results, DBSCAN clustering detected 38 hotspot clusters with 6 noises while ST-DBSCAN detected more. Since ST-DBSCAN is an extension of DBSCAN algorithm, ST-DBSCAN can process both of spatial and non-spatial data by using Eps 1 for spatials attributes and Eps 2 for non-spatial attributes, such as time. With this algoritm, there are 147 hotspot clusters and 149 noises. The biggest cluster are located in Musi Rawas, Muara Enim, Musi Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir. Furthermore, this research is expected to identify hotspot clustering patterns and behaviors and to produce useful information to evaluate and mitigate forest and land fires hazards and also generate it’s prototype. Keywords : Spatial Data mining, Forest and Land Fires, Clustering, DBSCAN, ST-DBSCAN RINGKASAN UTSRI YUSTINA PURWANTO. Penggerombolan Spasial Hotspot Kebakaran Hutan Dan Lahan Menggunakan DBSCAN dan ST-DBSCAN. Dibimbing oleh BABA BARUS, and HARI AGUNG ADRIANTO. Saat ini kebakaran hutan dan lahan menjadi isu lingkungan dan ekonomi yang menjadi perhatian internasional. Kebakaran hutan dan lahan memiliki dampak yang besar bagi kelangsungan ekosistem lingkungan. Setiap tahunnya berjuta hektar hutan dan lahan terbakar di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Kondisi alam di Indonesia yang beriklim tropis, pengaruh pemanasan global serta tindakan manusia yang tidak menghargai alam merupakan penyebab kebakaran. Untuk itu diperlukan suatu cara mendeteksi terjadinya kebakaran untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan serta arahan kebijakan dalam mengatasinya. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah hotspot dari satelit penginderaan jauh yang mendeteksi adanya variasi panas dengan area studi di wilayah Sumatera Selatan tahun 2002 sampai dengan 2003. Hotspot merupakan titik-titik panas di permukaan bumi yang dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebakaran hutan. Terdapat kemungkinan bahwa hotspot tidak tersebar secara acak tetapi menggerombol dalam ruang secara alami mengikuti hukum Geografi 1 Tobbler yaitu semuanya terkait dengan segala sesuatu yang lain, tetapi hal-hal yang dekat lebih terkait daripada hal-hal yang jauh Tobbler 1970, diacu dalam Miller 2004 sehingga hotspot akan mengelompok karena kedekatan secara lokasi dan waktu. Data persebaran hotspot berukuran besar dapat dianalisis menggunakan teknik spatial data mining SDM. Salah satu pendekatan untuk menganalisis data spatiotemporal pada data mining adalah clustering penggerombolan. Penggerombolan adalah proses pengelompokan data besar sehingga membentuk kelompok-kelompok sehingga pada setiap kelompoknya memiliki persamaan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lain. DBSCAN dan ST-DBSCAN merupakan penggerombolan berbasis kepadatan dalam data mining. Penggerombolan berbasis kepadatan memiliki kelebihan yaitu bentuk penggerombolan yang lebih fleksibel, dan ukuran data yang besar. DBSCAN dan ST-DBSCAN memiliki kelebihan tahan terhadap noise dan dapat mengatasi penggerombolan yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda. Akan tetapi, DBSCAN tidak mampu mendeteksi penggerombolan dengan kepadatan yang bervariasi, sedangkan ST-DBSCAN mampu mengatasi kelemahan tersebut. ST-DBSCAN merupakan perluasan algoritma DBSCAN, jika DBSCAN hanya dapat mengolah data spatial saja, ST-DBSCAN dapat mengolah data non spatial seperti waktu, dengan menggunakan Eps 1 yaitu parameter jarak dalam mengukur kedekatan antar titik dan Eps 2 yaitu parameter waktu yang digunakan dalam mengukur kedekatan antar titik. Hasil yang diperoleh melalui penggerombolan berbasis jarak dan waktu dengan menggunakan ST-DBSCAN adalah pola spatiotemporal penggerombolan hotspot kebakaran hutan dan lahan yang mengadopsi penggolongan tipe dari Poelitz dan Andrienko 2006. Tipe yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu