2.3 Sistem Sambungan
Tujuan penyambungan kayu adalah untuk memperoleh panjang yang diinginkan atau membentuk suatu konstruksi rangka batang sesuai dengan yang
diinginkan. Sebuah sambungan pada suatu konstruksi merupakan titik kritis atau terlemah pada konstruksi tersebut. Oleh karena itu, kayu yang akan disambung
harus merupakan pasangan yang cocok dan pas, penyambungan tidak boleh sampai merusak kayu yang disambung tersebut, sesudah sambungan jadi
hendaknya diberi bahan pengawet agar tidak cepat lapuk dan sebaiknya sambungan kayu yang dibuat terlihat dari luar agar mudah untuk dikontrol.
Tular dan Idris 1981 diacu dalam menyatakan bahwa sambungan merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi. Sambungan kayu dapat dibagi
menjadi tiga golongan, yaitu sambungan desak, sambungan tarik, dan sambungan momen. Sedangkan alat-alat sambung dapat digolongkan menjadi empat yaitu 1
paku, baut, skrup kayu, 2 pasak-pasak kayu keras, 3 alat-alat sambung modern, dan 4 perekat Wirjomartono, 1977.
Kekuatan sambungan tergantung pada kekuatan komponen penyusunnya, yaitu kayu yang disambung dan alat sambungnya. Sesuai dengan teori mata rantai
kekuatan sambungan banyak ditentukan oleh komponennya yang terlemah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan sambungan adalah kerapatan kayu,
besarnya beban yang diberikan, dan keadaan alat sambungnya Suryokusumo et al 1980.
2.4 Cross Laminated Timber dengan Sambungan Paku
Paku sebagai alat sambung sudah banyak digunakan baik untuk penyambung perabotan rumah tangga, kusen, pintu, jendela maupun pada struktur
bangunan. Beberapa keuntungan penggunaan paku menurut Yap 1999 adalah : Harga paku murah.
Sambungan bersifat kaku dan sesarannya kecil, sehingga struktur menjadi
lebih kokoh. Pelaksanaan pekerjaan cepat, mudah, dan tidak memerlukan tenaga ahli.
Perlemahan pada tampang tergolong kecil.
Penyimpangan arah gaya terhadap arah serat tidak mempengaruhi kekuatan dukung.
Wirjomartono 1977 mengatakan bahwa aplikasi paku sebagai alat sambung pada konstruksi kayu pada dasarnya didesain untuk memikul beban
geseran dan lenturan. Sadiyo 2010 menyatakan bahwa dari beberapa tipe paku utama yang digunakan dalam aplikasi struktural, maka paku umum dan paku
panjang merupakan paku paling luas digunakan di Indonesia. Sama seperti paku lainnya paku umum memiliki ujung paku berbentuk diamond. Lebih lanjut
dikatakan bahwa dalam buku Design of Wood Structures, ASDLRFD 2007 dicantumkan panjang paku umum berkisar dari 5.08-15.24 cm dengan diameter
berkisar dari 2.87-6.68 mm. Paku umum tersebut terbuat dari kawat baja karbon rendah dengan batang datar lurus dan ujung diamond. Karena diameter paku
umum lebih besar dibandingkan diameter tipe paku lainnya, paku umum memiliki kecenderungan melentur yang kecil saat dipukul atau dipalu secara manual.
Kekuatan lentur paku umum, box dan paku sinker berdasarkan Tabel NDS National Design Spesification for Wood Construction ASDLRFD 2005 dari
kisaran diameter paku 2.87-6.68 mm adalah 70-100 ksi 4922-7031 kgcm2. Paku dapat ditempatkan berdekatan, sangat efektif, dan relatif murah
karena biasanya dipakai secara langsung tanpa harus membuat lubang pada kayu Breyer et al. 2007. Penggunaan paku dalam kayu keras mengharuskan dilakukan
pengeboran terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya pecah pada kayu. Besarnya lubang bor adalah 0,8
–0,9D dan kedalaman lubang 23 dari tebal kayu Frick dan Moediartianto, 2004.
Syarat-syarat yang harus diperhatikan pada sambungan paku menurut PPKI 1961 diacu dalam Yap 1999, antara lain :
Tampang melintang paku yang digunakan dapat berbentuk bulat, persegi atau beralur lurus.
Kekuatan paku tidak tergantung dari besar sudut antara gaya dan arah serat kayu.
Ujung paku yang keluar dari sambungan sebaiknya dibengkokkan tegak lurus arah serat, asalkan pembengkokkan tersebut tidak akan merusak
kayu.