Resolusi Spasial Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan dalam Penginderaan Jauh

Sumber: JAXA 2006 Gambar 2 Prinsip geometri PALSAR. Tabel 2 Karakteristik utama PALSAR Mode Fine ScanSAR Polarimetric Center Frequency 1270MHzL-band Bandwidth 28MHz 14MHz 14,28MHz 14MHz Polarization HH or VV HH+HV or VV+VH HH or VV HH+HV+VH+VV Incidence angle 8 -60deg. 8 -60deg. 18 -43deg. 8 -30deg. Range Resolution 7 -44m 14 -88m 100m 24 -89m Swath 40 -70km 40 -70km 250 -350km 20 -65km Quantization 5bits 5bits 5bits 3 or 5bits Date Rate 240 Mbps 240Mbps 120Mbps, 240Mbps 240 Mbps Sumber: ERSDAC 2006

2.3 Resolusi Spasial

Resolusi merupakan ukuran ketelitian data citra satelit. Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk feature permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di sekitarnya atau ukuran yang bisa diukur Jaya 2010. Satuan terkecil ini pada umumnya berbentuk segi empat biasanya bujur sangkar dan dikenal sebagai sel-sel grid, elemen matriks, elemen terkecil dari suatu gambar image atau piksel Prahasta 2005. Resolusi suatu data raster akan merujuk pada ukuran atau luas permukaan bumi yang dapat dipresentasikan oleh setiap pikselnya. Makin kecil ukuran atau luas permukaan bumi yang dapat direpresentasikan oleh setiap pikselnya, makin tinggi resolusi spasialnya. Demikian pula sebaliknya, makin luas permukaan bumi yang dapat direpresentasikan oleh setiap pikselnya, makin rendah resolusi spasialnya Prahasta 2005. Resolusi yang rendah akan menampakkan bentuk- bentuk piksel yang jelas jika citra tersebut diperbesar.

2.4 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan dalam Penginderaan Jauh

Lillesand dan Kiefer 1990 menjelaskan bahwa istilah penutupan lahan land cover berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan istilah penggunaan lahan land use berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Informasi penutupan atau penggunaan lahan antara lain dapat digunakan sebagai dasar pembuatan rencana tata ruang. Secara ideal, informasi penutupan lahan dan penggunaan lahan disajikan secara terpisah akan tetapi, jika data penginderaan jauh digunakan sebagai sumber informasi utama, maka akan lebih efisien untuk menggabungkan kedua informasi tersebut. Pada citra penginderaan jauh, informasi penutupan lahan umumnya mudah dikenali, sedangkan informasi penggunaan lahan tidak selalu dapat ditafsir secara tepat pada citra akan tetapi dapat dideduksi dari kenampakan penutupan lahan. Menyadari bahwa ada beberapa informasi yang tidak dapat diperoleh dari data penginderaan jauh, maka sistem USGS mendasarkan kategori yang dapat diinterpretasi dari citra Lillesand dan Kiefer 1990. USGS menyusun sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan berdasarkan kriteria berikut: 1 tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 persen, 2 ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebih sama, 3 hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke yang lain dari satu saat penginderaan kesaat yang lain, 4 sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, 5 kategorisasi harus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari tipe penutup lahannya, 6 sistem klasifikasi harus dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yang diperoleh pada waktu yang berbeda, 7 kategori harus dapat dirinci ke dalam sub-kategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atau survey lapangan, 8 pengelompokan kategori harus dapat dilakukan, 9 harus dimungkinkan untuk dapat membandingkan dengan data penggunaan lahan dan penutup lahan pada masa akan datang dan 10 lahan multi guna harus dapat dikenali bila mungkin. Hasil sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS untuk digunakan dengan data penginderaan jauh ditunjukan pada Tabel 3. Tabel 3 Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan untuk digunakan dengan data penginderaan jauh Tingkat I Tingkat II 1. Perkotaan atau lahan bangunan 11. Pemukiman 12. Perdagangan dan jasa 13. Industri 14. Transportasi, komunikasi dan umum 15. Kompleks industri dan perdagangan 16. Kekotaan campuran atau lahan bangunan 17. Kekotaan atau lahan bangunan lainnya 2. Lahan pertanian 21. Tanaman semusim dan padang rumput 22. Daerah Buah-buahan, jeruk, anggur, dan labu bibit dan tanaman hias 23. Tempat penggembalaan terkurung 24. Lahan pertanian lainnya 3. Lahan peternakan 31. Lahan tanaman obat 32. Lahan peternakan semak dan belukar 33. Lahan peternakan campuran 4. Lahan hutan 41. Lahan hutan gugur daun musiman 42. Lahan hutan yang selalu hijau 43. Lahan hutan campuran 5. Air 51. Sungai dan kanal 52. Danau 53. Waduk 54. Teluk dan muara 6. Lahan basah 61. Lahan hutan basah 62. Lahan basah bukan hutan 7. Lahan gundul 71. Dataran garam kering 72. Gisik 73. Daerah berpasir selain gisik 74. Batuan singkapan gundul 75. Tambang terbuka, pertambangan dan tambang kerikil 76. Daerah peralihan 8. Padang lumut 81. Padang lumut semak dan belukar 82. Padang lumut tanaman obat 83. Padang lumut lahan gundul 84. Padang lumut basah 85. Padang lumut campuran 9. Es atau salju abadi 91. Lapangan salju abadi 92. Glasier Sumber: Lillesand dan Kiefer 1990 Sedangkan klasifikasi penutupan lahan yang digunakan oleh Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan sebanyak 23 kelas yang merupakan standar kelas penutupan lahan untuk kepentingan di Departemen Kehutanan Baplan 2008, yaitu 1 hutan primer, 2 hutan sekunder, 3 hutan rawa primer, 4 hutan rawa sekunder, 5 hutan mangrove primer, 6 hutan mangrove sekunder, 7 semakbelukar, 8 belukar rawa, 9 rumput, 10 hutan tanaman, 11 perkebunan, 12 pertanian lahan kering, 13 pertanian lahan kering campur, 14 sawah, 15 tambak, 16 tanah terbukakosong, 17 pertambangan, 18 pemukiman, 19 transmigrasi, 20 bandara, 21 rawa, 22 air dan 23 awan.

2.5 Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan

Dokumen yang terkait

Pendugaan biomassa atas permukaan pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) menggunakan citra alos palsar resolusi spasial 50 M dan 12,5 M (studi kasus di KPH Banyumas Barat)

0 3 69

Evaluasi penafsiran citra alos palsar resolusi 12,5 m slope corrected dan 50 meter dengan menggunakan metode manual dan digital dalam identifikasi penutupan lahan (studi kasus di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi)

3 16 93

Perbandingan penafsiran visual antara Citra Alos Palsar Resolusi 50 m dengan Citra Landsat Resolusi 30 m dalam mengidentifikasi penutupan lahan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur)

0 5 180

Penyusunan model pendugaan dan pemetaan biomassa permukaan pada tegakan jati (Tectona grandis Linn F) menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M dan 12,5 M (Studi kasus: KPH Kebonharjo perhutani unit 1 Jawa Tengah)

1 8 165

Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

3 12 72

Aplikasi dan Evaluasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m, Resolusi 12,5 m, dan Resolusi 6 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan (studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir)

0 3 145

Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung

0 2 136

Pendugaan biomassa tegakan jati menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 M dan 50 M dengan peubah backscatter, umur, dan tinggi pohon (Kasus KPH Kebonharjo PERUM PERHUTANI UNIT I Jawa Tengah

0 2 128

Model Spasial Pendugaan dan Pemetaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12.5 M.

4 19 51

Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi.

0 9 70