Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Identifikasi Obyek di Lapangan

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-November 2010, dengan lokasi penelitian di sebagian Kabupaten Brebes, Banyumas, Ciamis dan Cilacap sedangkan pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu: GPS 60 CSX, kompas, alat tulis, kamera digital, serta satu unit peralatan komputer dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcView 3.2, Minitab 15, Microsoft Excel 2007, dan Microsoft Word 2007, sedangkan bahan yang digunakan adalah data citra ALOS PALSAR L-HH dan L-HV resolusi spasial 50 m berbentuk ortho-mosaik yang dikeluarkan oleh JAXA dan data citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m yang dijual oleh RESTEC dan telah dilakukan proses ortho-rectifikasi dan slope-correction oleh JAXA daerah Jawa Tengah tahun perekaman 2009 dan Peta Rupa Bumi Indonesia daerah Jawa Tengah skala 1:25.000 tahun 2006. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan meliputi: citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m tahun perekaman 2009 dan Peta Rupa Bumi Indonesia daerah Jawa Tengah skala 1:25.000 tahun 2006. 3.3.2 Pra-Pengolahan Citra 3.3.2.1 Menambah Band Sintetis pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m Data yang digunakan untuk menginterpretasi citra ALOS PALSAR dalam penelitian ini hanya terdiri atas 2 band, yaitu HH dan HV. Menurut hasil penelitian Bainnaura 2010, penambahan band sintetis yang memberikan variasi informasi lebih banyak adalah rasio HH-HV HHHV seperti tampak pada Gambar 4. Gambar 4 Citra ALOS PALSAR a band HH, b band HV dan c band sintesis HHHV. a b c

3.3.2.2 Pemilihan Kombinasi Citra Komposit

Jaya 2010 menerangkan bahwa identifikasi obyek pada citra yang hanya menampilkan satu band saluran, umumnya ditampilkan dengan hitam putih atau grayscale, lebih sulit diidentifikasi jika dibandingkan dengan interpretasi pada citra berwarna. Oleh karena itu, pada saat melakukan interpretasi diperlukan adanya citra berwarna. Metode yang paling umum untuk menyajikan warna citra adalah dengan membuat citra komposit berwarna. Citra berwarna yang dihasilkan menggunakan kombinasi multi-band. Berdasarkan hasil penelitian Bainnaura 2010 dan mempertimbangkan warna-warna umum dari obyek-obyek bervegetasi hutan, air dan tanah kosong, maka citra komposit yang digunakan adalah kombinasi band HH yang diletakkan pada bidang warna Red, band HV diletakkan pada bidang warna Green, dan band sintesis HHHV diletakkan pada bidang warna Blue dari displai citra. Tampilan visual kombinasi band terpilih dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Tampilan visual citra ALOS PALSAR kombinasi RGB HH-HV- HHHV a resolusi 50 m, b resolusi 12,5 m.

3.3.2.3 Koreksi Geometrik

Jaya 2010 menjelaskan bahwa areal yang direkam oleh sensor pada satelit maupun pesawat terbang sesungguhnya mengandung kesalahan distorsi yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan atau oleh sensor itu sendiri sehingga perlu adanya koreksi geometrik. Koreksi geometrik adalah suatu proses melakukan transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Oleh karena posisi piksel pada citra output tidak sama a b dengan posisi citra input aslinya maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi citra yang baru harus di-resampling kembali. Resampling adalah suatu proses melakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel pada sistem grid yang baru dari nilai piksel citra aslinya. Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m merupakan ortho image dimana gambaran obyek pada image itu posisinya benar sesuai dengan proyeksi ortogonal. Oleh karena itu, koreksi geometrik pada ciitra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m mengacu pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m Bainnaura 2010.

3.3.3 Identifikasi Awal Tutupan Lahan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m

Identifikasi awal citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m dilakukan dengan bantuan Google Earth dan buku manual interpretasi citra. Menurut Jaya 2010 dalam identifikasi awal citra secara visual digunakan elemen-elemen dasar diagnostik penafsiran yaitu: 1. Tone dan warna Tone derajat keabu-abuangray scale dan warna adalah elemen dasar dari interpretasi sebuah obyek. Variasi tonewarna sangat bergantung pada karakteristik dari setiap obyek, karena warna merupakan hasil reflektansi, transmisi dan atau radiasi panjang gelombang yang dihasilkan dari obyek yang bersangkutan. Tone atau warna ini sangat bergantung juga pada panjang gelombang atau band yang dipergunakan pada saat melakukan perekaman. Adanya variasi tone, maka obyek dapat dideteksi, serta unsur lain seperti bentuk, tekstur, dan pola dapat dibedakan. Tone pada citra radar dapat didefinisikan sebagai intensitas rata-rata dari sinyal backscatter. Backscatter yang tinggi menghasilkan kecerahan yang tinggi tone terang, sebaliknya backscatter rendah menghasilkan kecerahan rendah tone gelap. 2. Bentuk Bentuk dapat menjadi petunjuk yang khas untuk interpretasi. Pada citra radar, bentuk obyek merupakan hasil rekaman dari posisi miring obliqueside looking, jarak slant dari radar. bentuk-bentuk obyek yang teratur seperti bentuk garis lurus biasanya banyak mewakili bentuk-bentuk di wilayah perkotaan atau pertanian skala luas perkebunan, hutan tanaman, sementara fitur-fitur obyek alami umumnya berbentuk poligon dan atau garis yang tidak beraturan, seperti punggung bukit, sungai dan tepian hutan. Bentuk-bentuk obyek buatan manusia umumnya lebih teratur dibandingkan dengan bentuk-bentuk alam. 3. Ukuran Ukuran suatu obyek atau yang tampak dalam citra sangat bergantung pada skala, resolusi dan ukuran obyek yang sebenarnya di alam. Skala citra sangat membantu menentukan ukuran sebenarnya dari suatu obyek. 4. Pola Pola merupakan susunan spasial suatu obyek dalam suatu bentuk yang khas dan berulang. Pola sebaran obyek dengan jarak yang teratur, tone yang sama akan menghasilkan tampilan pola yang berbeda dengan obyek yang tersebar secara acak random dan tone yang relatif berbeda. 5. Tekstur Tekstur adalah salah satu elemen terpenting untuk membedakan fitur dalam citra radar. Tekstur dalam interpretasi terbentuk dari variasi dan susunan tone dan atau warna yang ditampilkan oleh suatu obyek atau sekumpulan obyek pada citra. Tekstur kasar umumnya dibentuk oleh tone dengan variasi tinggi dimana terjadi perubahan tone yang besar, sedangkan tekstur halus terbentuk dari variasi yang relatif kecil. Tekstur halus umumnya dihasilkan oleh permukaan yang relatif halus seperti ladang, aspal, atau padang rumput. Tekstur kasar umumnya dihasilkan oleh target dengan permukaan kasar dan struktur tidak teratur. 6. Bayangan Pada citra radar, bayangan topografi adalah bagian yang tidak ada informasi backscatter. Bayangan berguna untuk meningkatkan atau mengidentifikasi topografi dan bentang alam. Bayangan pada radar sangat terkait dengan sudut miring dari radiasi gelombang mikro yang dipancarkan sistem sensor dan bukan oleh geometri dari iluminasi matahari. 7. Asosiasi Elemen asosiasi mempertimbangkan hubungan keberadaan antara obyek yang satu dengan obyek lainnya. Karena adanya keterkaitan inilah, maka suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.

3.3.4 Pengamatan Lapangan

Pengamatan lapangan yang dilakukan adalah dengan pengambilan titik pada obyek-obyek yang telah ditentukan pada identifikasi awal. Tujuannya untuk mencocokkan tutupan lahan yang telah diidentifikasi di citra secara visual dengan keadaan sesungguhnya di lapangan. Pengambilan titik untuk pengamatan lapangan diutamakan pada daerah yang memiliki aksesibilitas yang baik, memiliki kenampakan yang berbeda dari kenampakan umumnya dan mewakili contoh ketersebaran penutupan lahan pada daerah tersebut.

3.3.5 Analisis Hasil Pengamatan Lapangan

Analisis hasil pengamatan lapangan dilakukan dengan empat metode, pertama yaitu identifikasi obyek di lapangan yang membahas secara umum obyek-obyek yang ditemui di lapangan. Kedua yaitu analisis diskriminan yang berguna ketika ingin membentuk sebuah model prediktif dari beberapa kelompok group. Analisis diskriminan dilakukan dengan mengelompokkan obyek-obyek tutupan lahan yang memiliki persamaan karakteristik ciri fisik di lapangan, serta nilai backscatter HH dan HV. Proses analisis diskriminan dilakukan hingga obyek-obyek yang ada tidak bisa dikelompokkan kembali. Analisis diskriminan ini dilakukan baik pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun 12,5 m. Ketiga adalah analisis visual yang dilakukan berdasarkan kenampakan citra dilihat dari elemen-elemen interpretasi yaitu warna, bentuk, ukuran, pola, tekstur dan asosiasi serta hasil informasi penutupan lahan di lapangan. Metode yang keempat yaitu analisis akurasi hasil pengklasifikasian tutupan lahan dengan menggunakan klasifikasi terbimbing Supervised Classification dengan mengukur nilai separabilitasnya. Separabilitas dari penciri kelas adalah ukuran statistik antar dua kelas. Selain itu digunakan pula rumus Kappa accuracy yaitu: K = dimana: = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i = jumlah piksel dalam kolom ke-i = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh

3.3.6 Analisis Peningkatan Kemampuan Penafsiran

Analisis peningkatan kemampuan penafsiran dilakukan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m terhadap citra resolusi 50 m. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana citra resolusi 12,5 m dapat menambah kedetailan obyek-obyek pada citra resolusi 50 m. Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m dengan Polarisasi HH dan HV Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dengan Polarisasi HH dan HV Menambah Band Sintesis HHHV Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m dengan 3 layer HH-HV-HHHV Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dengan 3 layer HH-HV-HHHV Koreksi Geometrik Citra Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m Terkoreksi Identifikasi Awal Tutupan Lahan Pengamatan Lapangan Peta Rupa Bumi Skala 1:25.000 Analisis Hasil Pengamatan Lapangan: 1. Identifikasi Obyek di Lapangan 2. Analisis Diskriminan 3. Analisis Visual Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m 4. Akurasi Kappa dan Separabilitas Analisis Peningkatan Kemampuan Penafsiran Citra ALOS PALSAR 12,5 m terhadap Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m Kelas Tutupan Lahan Gambar 6 Bagan alir pengolahan dan analisis data. BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Brebes 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes terletak di bagian utara paling barat Propinsi Jawa Tengah, di antara koordinat 108º41’37,7”- 109º11’28,92” BT dan 6º44’56,6”- 7º20’51,48” LS dan berbatasan langsung dengan wilayah Propinsi Jawa Barat. Brebes merupakan daerah yang cukup luas di Propinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 1.657,73 km 2 yang terbagi menjadi 17 kecamatan dan 297 desa. Batas administrasi Kabupaten Brebes, yaitu: Sebelah utara : Laut Jawa Sebelas selatan : Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas Sebelah barat : Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan Jawa Barat Sebelah timur : Kabupaten Tegal

4.1.2 Sumber Daya Lahan dan Agroklimat

Kabupaten Brebes memiliki 63.343 ha lahan sawah, 17.498 ha lahan kering, 7.648 ha tambakkolam dan rawa yang diantaranya berupa waduk dan 52.503 ha hutan baik hutan negara maupun hutan rakyat. Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Brebes adalah alluvial kelabu. Hampir seluruh kecamatan memiliki tanah alluvial kelabu luasnya sekitar 42.416 ha atau sekitar 25,53 dari luas tanah di Kabupaten Brebes secara keseluruhan kecuali di Kecamatan Salem, Bantarkawung, Bimiayu, Paguyangan dan Sirampog. Data dari 36 stasiun pengamat curah hujan diperoleh bahwa rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Brebes sekitar 2.149 mm, tergolong tipe iklim C3 Oldeman dan musim hujan berkisar antara bulan Novemebr hingga April. Curah hujan terendah sekitar 1.077 mmtahun terjadi di wilayah Desa Slatri, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi di wilayah Paguyangan, Waduk Penjalin dan Bantarkawung. Penggolongan kecamatan di Kabupaten Brebes dilihat dari topografinya adalah sebagai berikut: a. Ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut ada 15 kecamatan, b. Ketinggian 500-700 m dari permukaan laut ada 1 kecamatan, c. Ketinggian lebih dari 700 m ada 7 kecamatan.

4.1.3 Kependudukan

Penduduk Kabupaten Brebes pada akhir tahun 2003 berjumlah 1.717.103 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 1.034 jiwakm 2 . Wilayah kecamatan di Kabupaten Brebes yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Bulakamba, Brebes, Larangan, Wanasari, Ketanggungan dan Losari. Namun kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Kersana dan Jatibarang. Perkembangan penduduk Kabupaten Brebes selama 5 tahun terakhir sekitar 8 1,6tahun. Dari jumlah penduduk pada tahun 2003 sebesar 1.717.103 jiwa 62,20 merupakan usia kerja. Mata pencaharian 43,13 penduduk adalah petani baik petani milik maupun buruh tani, bidang perdagangan sekitar 4,81, sektor jasa 3,18 dan sektor industri 1,99. 4.2 Kabupaten Cilacap 4.2.1 Letak dan Luas Kabupaten Cilacap Kabupaten Cilacap terletak di antara koordinat 108º4’30”-109º22’30” BT dan 7º30’20”-7º45’ LS dengan luas wilayah 225.361 km 2 dengan batas wilayah meliputi: Sebelah utara : Kabupaten Banyumas Sebelah selatan : Samudera Hindia Sebelah timur : Kabupaten Kebumen Sebelah barat : Kabupaten Ciamis

4.2.2 Topografi

Topografi wilayah Kabupaten Cilacap terdiri dari permukaan landai dan perbukitan dengan ketinggian antara 6-198 m dari permukaan laut. Wilayah topografi terendah pada umumnya di bagian selatan yang merupakan daerah pesisir dengan ketinggian antara 6-12 m dpl, yang meliputi dari wilayah Cilacap Timur, yaitu Kecamatan Nusawungu, Binangun, Adipala, sebagian Kesugihan, Cilacap Utara, Cilacap Tengah, Cilacap Selatan, Kampung Laut dan sebagian Kawunganten. Sedangkan topografi yang termasuk dataran rendah dan sedikit berbukit antara lain Kecamatan Jeruklegi, Maos, Sampang, Kroya, Kedungreja dan Patimuan dengan ketinggian antara 8-75 m dpl. Sedangkan topografi yang termasuk dataran tinggi atau perbukitan meliputi wilayah Cilacap bagian barat yaitu Kecamatan Daeyeuhluhur, Wanareja, Majenang, Cimanggu, Karangpucung dengan ketinggian antara 75-198 m dpl, dan Kecamatan Cipari, Sidareja, sebagian Gandrungmangu dan sebagian Kawunganten dengan ketinggian antara 23-75 m dpl.

4.2.3 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Cilacap tahun 2009 sebanyak 1.738.603 orang dengan komposisi 865.619 laki-laki dan 864.850 perempuan. Pertumbuhan penduduk sekitar 8,48 dan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 34,08. 4.3 Kabupaten Banyumas 4.3.1 Letak dan Luas Kabupaten Banyumas Kabupaten Banyumas mempunyai luas wilayah 132.759 Ha atau 4,08 dari luas Propinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 32.986 Ha atau 24,85 lahan sawah dan 99.773 Ha atau 75,15 berupa lahan kering. Secara geografis Kabupaten Banyumas terletak diantara 108º39’27”-109º27’15” BT dan 7º15’05”-7º37’10” LS. Batas wilayah Kabupaten Banyumas adalah: Sebelah utara : Kabupaten Tegal dan Pemalang Sebelah selatan : Kabupaten Cilacap Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Brebes Sebelah timur : Kabupaten Purbalingga, Kebumen dan Cilacap

4.3.2 Topografi dan Jenis Tanah

Keadaan topografi Kabupaten Banyumas beragam, mulai dari daerah datar, berombak, bergelombang, hingga perbukitan dan pegunungan yang menyebar di lima wilayah tangkapan air sub DAS. Berdasarkan klasifikasi kelas kelerengan daerah Banyumas masih dominan datar. Daerah utara merupakan daerah perbukitan kaki Gunung Slamet. Jenis tanah di Kabupaten Banyumas terdiri dari alluvial, andosol, regusol dan latosol. Sebagian besar di wilayah bagian utara merupakan jenis latosol coklat, sedangkan untuk bagian selatan jenis asosical gethumus rendah dan alluvial kelabu.

4.3.3 Iklim

Kabupaten Banyumas mempunyai iklim tropis basah. Rata-rata suhu bulanan 26,3º C dengan suhu minimal 24,4º C dan suhu maksimal 30,9º C. Tipe iklim di Kabupaten Banyumas menurut Smith Ferguson adalah: Tipe A : meliputi wilayah sekitar Gunung Slamet dan Kranggan Tipe B : meliputi sebagian wilayah kaki Gunung Slamet dan sebagian besar lembah Serayu Tipe C : meliputi sebagian lembah Serayu dan pegunungan Serayu selatan

4.3.4 Kondisi Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk Kabupaten Banyumas menurut sensus tahun 1998 sebanyak 1.458.797 jiwa, terdiri dari 726.058 laki-laki dan 732.739 perempuan dengan rata-rata pertumbuhan 0,76. Mata pencaharian mayoritas penduduk adalah sektor pertanian. 4.4 Kabupaten Ciamis 4.4.1 Letak dan Luas Kabupaten Ciamis Kabupaten Ciamis terletak pada Propinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 244.479 ha, secara geografis letaknya berada pada koordinat 108º20’- 180º40’ BT dan 7º40’20”-7º41’20” LS, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara : Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan Sebelah barat : Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya Sebelah timur : Propinsi Jawa Tengah dan Kota Banjar Sebelah selatan : Samudera Indonesia.

4.4.2 Topografi dan Iklim

Kabupaten Ciamis terletak pada lahan dengan keadaan morfologi datar- bergelombang sampai pegunungan. Kemiringan lereng berkisar antara 0 sampai lebih dari 40 dengan sebaran 0-2 terdapat di bagian tengah-timur laut ke selatan dan 2 sampai lebih dari 40 tersebar hampir di seluruh wilayah kecamatan. Jenis tanahnya didominasi oleh jenis latosol, podsolik, alluvial dan grumusol. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson, Kabupaten Ciamis pada umumnya mempunyai tipe iklim C, dengan rata-rata curah hujan sekitar 2.987 mmtahun dan suhu rata-rata antara 20º-30º C.

4.4.3 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2007 adalah sebagai berikut: a sawah 51.688 ha 21,14, b pekarangan 29.926 ha 12,24, c tegalkebunladanghuma 76.676 ha 31,36, d penggembalaan padang rumput 1.777 ha 0,37, e hutan 56.141 ha 22,97, f perkebunan negaraswasta 16.188 ha 6,62, g tambak 43 ha 0,02, h kolam 2.716 ha 1,11 dan lain-lain 9.324 ha 3,81.

4.4.4 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Ciamis pada tahun 2008 tercatat 1.542.003 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 619 jiwakm 2 . Persebaran penduduk terkonsentrasi di wilayah yang relatif telah berkembang karena ketersediaan akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan. Penduduk dengan kepadatan rata-rata tinggi terdapat di Kecamatan Ciamis, Cikoneng, Kawali, Cihaurbeuti, Lumbung dan Baregbeg, sedangkan kecamatan lainnya mempunyai kepadatan penduduk yang relatif rendah. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Obyek di Lapangan

Hasil pengamatan lapangan yang dilakukan pada Kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas dan Ciamis diperoleh 121 titik pengamatan Gambar 7. Titik pengamatan tersebut terbagi atas 17 obyek tutupan lahan yang ditunjukkan pada Tabel 4. Gambar 7 Sebaran titik pengamatan lapangan. Tabel 4 Obyek-obyek tutupan lahan hasil pengamatan lapang No Obyek tutupan lahan Jumlah titik pengamatan lapang Foto lapangan 1. Badan air 1 2. Hutan tanaman jati 1 3. Hutan tanaman mahoni 1 4. Hutan tanaman pinus bertumpangsari KU I 7 5. Hutan tanaman pinus kelas umur muda KU II dan KU III 12 Tabel 4 lanjutan No Obyek tutupan lahan Jumlah titik pengamatan lapang Foto lapangan 6. Hutan tanaman pinus kelas umur sedang KU IV, V dan VI 17 7. Hutan tanaman pinus kelas umur tua KU VII dan KU VIII 4 8. Kebun campuran 13 9. Kebun jati 2 10. Pemukiman desa 22 Tabel 4 lanjutan No Obyek tutupan lahan Jumlah titik pengamatan lapang Foto lapangan 11. Pemukiman kota 10 12. Perkebunan karet 6 13. Perkebunan karet muda 2 14. Sawah diolahdigenangi air 3 15. Sawah baru tanam 6 Tabel 4 lanjutan No Obyek tutupan lahan Jumlah titik pengamatan lapang Foto lapangan 16. Sawah vegetatif 11 17. Sawah siap panen 3 Jumlah titik pengamatan lapangan 121 5.2 Nilai Kecerahan Brightness Value atau Nilai Digital Digital Number dan Analisis Diskriminan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m Berdasarkan evaluasi grafis terhadap nilai kecerahan brightness value data citra ALOS PALSAR dari 17 jenis tutupan lahan yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa nilai kecerahan atau nilai digital band HH lebih tinggi daripada band HV di setiap kelas tutupan lahan baik pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. Gambar 8 menunjukkan variasi perbedaan rata-rata nilai kecerahan brightness value atau nilai digital digital number masing-masing kelas tutupan lahan pada band HH dan band HV citra ALOS PALSAR resolusi 50 m sedangkan Gambar 9 menunjukkan variasi perbedaan rata-rata nilai digital digital number masing- masing kelas tutupan lahan pada band HH dan band HV citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. Secara visual variasi nilai kecerahan pada citra ALOS PALSAR cukup besar. Hal ini disebabkan karena resolusi radiometrik pada citra ALOS PALSAR adalah sebesar 16 bit rentang DN dari 0 sampai 65536 yang artinya variasi informasi yang diberikan citra ALOS PALSAR lebih tinggi dibandingkan citra lain yang sering digunakan untuk interpretasi tutupan lahan, yaitu citra Landsat, yang hanya mempunyai resolusi radiometrik 8 bit rentang DN 0 sampai 255. Gambar 8 Diagram batang nilai digital 17 kelas tutupan lahan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m. 35 Gambar 9 Diagram batang nilai digital 17 kelas tutupan lahan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. 36 Berdasarkan Gambar 6 dan Gambar 7 dapat dilihat bahwa badan air mempunyai rata-rata nilai kecerahan atau nilai digital paling kecil baik pada band HH maupun HV pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al 2007 bahwa badan air memiliki nilai backscatter paling rendah dibandingkan dengan penutupan lainnya. Pada citra ALOS PALSAR 50 m, rata- rata nilai digital paling tinggi terdapat pada kelas tutupan lahan hutan tanaman jati sedangkan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m rata-rata nilai digital paling tinggi terdapat pada kelas tutupan lahan pemukiman kota. Semakin rendah nilai kecerahan suatu obyek pada citra maka tampilan tone-nya akan semakin gelap dan sebaliknya semakin tinggi nilai kecerahan suatu obyek pada citra maka tone-nya akan semakin terang. Besarnya nilai kecerahan atau nilai digital juga dipengaruhi oleh sifat dari masing-masing band. Band HH sensitif terhadap obyek yang memiliki orientasi horizontal, memiliki kekasaran dan topografi seperti pegunungan dan bangunan. Sedangkan band HV sensitif terhadap obyek yang memiliki orientasi vertikal seperti batang dan cabang pohon. Kisaran nilai digital digital number atau nilai kecerahan brightness value tersebut menunjukkan keterpisahan antar kelas sehingga pengklasifikasian tutupan lahan dapat pula dilakukan dengan melihat nilai digital dari band HH dan HV yang dihasilkan oleh masing-masing obyek. Pengklasifikasian atau pengelompokkan berdasarkan nilai digital band HH dan HV ini dilakukan dengan metode analisis diskriminan dengan syarat terdapat minimal dua kali pengulangan disetiap obyek tutupan lahan yang akan dianalisis. Pada Tabel 4 terlihat bahwa badan air, hutan tanaman jati dan hutan tanaman mahoni tidak memiliki pengulangan. Hutan tanaman jati dan hutan tanaman mahoni dapat dikelompokkan dalam satu kelas yaitu hutan tanaman, sedangkan badan air dapat diabaikan karena merupakan kelas terpisah dan tidak dapat dikelompokkan dengan obyek lainnya. Proses analisis diskriminan pertama didapatkan 16 kelas dari 121 titik pengamatan. Hasil dari analisis diskriminan pada 16 kelas tutupan lahan tersebut untuk citra ALOS PALSAR 50 m didapatkan nilai proportion correct sebesar 0,250 atau 25. Hal ini menjelaskan bahwa hanya sebanyak 30 titik atau 25 dari seluruh titik pengamatan yang diklasifikasikan dengan benar, sedangkan nilai proportion correct pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m didapatkan sebesar 0,242 atau 24,2. Hal ini menjelaskan bahwa hanya sebanyak 29 titik yang telah diklasifikasikan dengan benar. Hasil yang didapat masih pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun resolusi 12,5 m masih sangat rendah sehingga dilakukan pengelompokkan kembali. Pada proses analisis diskriminan kedua dilakukan pengelompokkan ulang pada kelas klasifikasi tutupan lahan baik pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m maupun citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dengan mengelompokkan hutan tanaman pinus bertumpangsari, hutan tanaman pinus KU muda, hutan tanaman pinus KU sedang dan hutan tanaman pinus KU tua ke dalam kelompok hutan tanaman pinus, perkebunan karet persiapan dan perkebunan karet dikelompokkan dalam perkebunan karet, pemukiman desa dan kota dikelompokkan dalam pemukiman, sawah diolahdigenangi air, sawah baru tanam, sawah vegetatif dan sawah siap panen dikelompokkan menjadi sawah dan kebun jati dikelompokkan menjadi kebun campuran sehingga hanya didapatkan 7 kelas. Analisis diskriminan untuk 7 kelas pada citra ALOS PALSAR 50 m didapatkan nilai proportion correct sebesar 0,417 atau 41,7 yang artinya ada 50 titik dari 121 titik pengamatan di lapangan yang sudah diklasifikasikan dengan benar, sedangkan pada analisis diskriminan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m didapatkan proportion correct sebesar 0,400 atau 40 yang artinya 48 titik dari total titik pengamatan yang telah diklasifikasi dalam kelas yang sesuai. Berdasarkan analisis diskriminan didapatkan bahwa masih ada obyek yang dapat dikelompokkan dengan kelas yang berdekatan sehingga dilakukan kembali proses pengelompokkan. Pada proses analisis diskriminan ketiga, 7 kelas yang ada dikelompokkan kembali menjadi 6 kelas yaitu dengan menggabungkan hutan tanaman pinus ke dalam kelas hutan tanaman. Proportion correct yang dihasilkan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m adalah sebesar 0,533 atau 53,3 yang artinya ada 64 titik dari 121 titik pengamatan yang sudah diklasifikasikan dengan benar, sedangkan nilai proportion correct yang dihasilkan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m adalah 0,525 atau 52,5 yang artinya ada 63 titik dari 121 titik pengamatan yang telah diklasifikasikan dengan benar. Pada analisis diskriminan ketiga berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bainnaura 2010 dan Puminda 2010, nilai proportion correct yang dihasilkan sudah cukup mewakili keterpisahan tiap obyek tutupan lahan meskipun demikian perlu dilakukan pengkelasan kembali karena masih ada kelas yang memiliki kemiripan nilai digital dengan kelas lainnya. Pada analisis diskriminan keempat dilakukan penggabungan pada kelas hutan tanaman dan perkebunan karet menjadi kelas vegetasi pohon. Proportion correct yang dihasilkan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m adalah sebesar 0,642 atau 64,2 yang berarti bahwa 77 titik yang diamati di lapangan sudah diklasifikasikan dalam kelas tutupan lahan yang benar berdasarkan nilai digitalnya, sedangkan pada analisis diskriminan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m menghasilkan proportion correct sebesar 0,650 atau ada sebanyak 78 titik yang telah diklasifikasikan dalam kelas tutupan lahan yang benar. Berdasarkan hasil pengkelompokkan 5 obyek yang didapat, dapat dilihat bahwa obyek-obyek tersebut sudah tidak dapat digabungkan menjadi kelas yang sama karena jenis tutupan lahannya yang sangat berbeda meskipun ada beberapa titik dari suatu obyek tutupan lahan yang nilai digitalnya dekat dengan tutupan lahan yang lain. Hasil nilai proportion correct citra ALOS PALSAR resolusi 50 m pada analisis diskriminan pertama, kedua dan ketiga lebih tinggi dibandingkan nilai proportion correct citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m akan tetapi sebaliknya pada proses analisis diskriminan keempat, nilai proportion correct citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m lebih tinggi dibandingkan nilai proportion correct citra ALOS PALSAR resolusi 50 m. Hal ini menunjukkan bahwa pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m tingkat kebenaran dalam pengklasifikasian tutupan lahan menjadi 5 kelas lebih besar walaupun hasil akhir kelas tutupan lahan yang didapat sama dengan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m. Proses pengklasifikasian tutupan lahan dan besarnya proportion correct dengan metode analisis diskriminan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Gambar 10 Proses pengklasifikasian tutupan lahan dengan metode analisis diskriminan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m. No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman 3. Hutan Tanaman Pinus Bertumpangsari 4. Hutan Tanaman Pinus KU Muda 5. Hutan Tanaman Pinus KU Sedang 6. Hutan Tanaman Pinus KU Tua 7. Kebun Campuran 8. Perkebunan Karet Muda 9. Perkebunan Karet 10. Pemukiman Desa 11. Pemukiman Kota 12. Sawah DiolahDigenangi Air 13. Sawah Baru Tanam 14. Sawah Vegetatif 15. Sawah Siap Panen 16. Kebun Jati No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman Jati 3. Hutan Tanaman Mahoni 4. Hutan Tanaman Pinus Bertumpangsari 5. Hutan Tanaman Pinus KU Muda 6. Hutan Tanaman Pinus KU Sedang 7. Hutan Tanaman Pinus KU Tua 8. Kebun Campuran 9. Perkebunan Karet Muda 10. Perkebunan Karet 11. Pemukiman Desa 12. Pemukiman Kota 13. Sawah DiolahDigenangi Air 14. Sawah Baru Tanam 15. Sawah Vegetatif 16. Sawah Siap Panen 17. Kebun Jati Regroup ke-1 16 kelas N = 121 N Correct = 30 Proportion Correct = 0,250 No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman 3. Hutan Tanaman Pinus 4. Kebun Campuran 5. Perkebunan Karet 6. Pemukiman 7. Sawah Regroup ke-2 7 kelas N = 121 N Correct = 50 Proportion Correct = 0,417 40 Keterangan : = Alur regroup Gambar 10 lanjutan. No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman 3. Hutan Tanaman Pinus 4. Kebun Campuran 5. Perkebunan Karet 6. Pemukiman 7. Sawah Regroup ke-2 7 kelas N = 121 N Correct = 50 Proportion Correct = 0,417 No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman 3. Kebun Campuran 4. Perkebunan Karet 5. Pemukiman 6. Sawah Regroup ke-3 6 kelas N = 121 N Correct = 64 Proportion Correct = 0,533 No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Vegetasi Pohon 3. Kebun Campuran 4. Pemukiman 5. Sawah Regroup ke-4 5 kelas N = 121 N Correct = 77 Proportion Correct = 0,642 41 Gambar 11 Proses pengklasifikasian tutupan lahan dengan metode analisis diskriminan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m. No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman 3. Hutan Tanaman Pinus Bertumpangsari 4. Hutan Tanaman Pinus KU Muda 5. Hutan Tanaman Pinus KU Sedang 6. Hutan Tanaman Pinus KU Tua 7. Kebun Campuran 8. Perkebunan Karet Muda 9. Perkebunan Karet 10. Pemukiman Desa 11. Pemukiman Kota 12. Sawah DiolahDigenangi Air 13. Sawah Baru Tanam 14. Sawah Vegetatif 15. Sawah Siap Panen 16. Kebun Jati No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman Jati 3. Hutan Tanaman Mahoni 4. Hutan Tanaman Pinus Bertumpangsari 5. Hutan Tanaman Pinus KU Muda 6. Hutan Tanaman Pinus KU Sedang 7. Hutan Tanaman Pinus KU Tua 8. Kebun Campuran 9. Perkebunan Karet Muda 10. Perkebunan Karet 11. Pemukiman Desa 12. Pemukiman Kota 13. Sawah DiolahDigenangi Air 14. Sawah Baru Tanam 15. Sawah Vegetatif 16. Sawah Siap Panen 17. Kebun Jati Regroup ke-1 16 kelas N = 121 N Correct = 29 Proportion Correct = 0,242 No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman 3. Hutan Tanaman Pinus 4. Kebun Campuran 5. Perkebunan Karet 6. Pemukiman 7. Sawah Regroup ke-2 7 kelas N = 121 N Correct = 49 Proportion Correct = 0,400 42 Keterangan : = Alur regroup Gambar 11 lanjutan. No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman 3. Hutan Tanaman Pinus 4. Kebun Campuran 5. Perkebunan Karet 6. Pemukiman 7. Sawah Regroup ke-2 7 kelas N = 121 N Correct = 49 Proportion Correct = 0,400 No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Hutan Tanaman 3. Kebun Campuran 4. Perkebunan Karet 5. Pemukiman 6. Sawah Regroup ke-3 6 kelas N = 121 N Correct = 63 Proportion Correct = 0,525 No. Kelas Tutupan Lahan 1. Badan Air 2. Vegetasi Pohon 3. Kebun Campuran 4. Pemukiman 5. Sawah Regroup ke-4 5 kelas N = 121 N Correct = 78 Proportion Correct = 0,650 43

5.3 Analisis Visual Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m

Dokumen yang terkait

Pendugaan biomassa atas permukaan pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) menggunakan citra alos palsar resolusi spasial 50 M dan 12,5 M (studi kasus di KPH Banyumas Barat)

0 3 69

Evaluasi penafsiran citra alos palsar resolusi 12,5 m slope corrected dan 50 meter dengan menggunakan metode manual dan digital dalam identifikasi penutupan lahan (studi kasus di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi)

3 16 93

Perbandingan penafsiran visual antara Citra Alos Palsar Resolusi 50 m dengan Citra Landsat Resolusi 30 m dalam mengidentifikasi penutupan lahan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur)

0 5 180

Penyusunan model pendugaan dan pemetaan biomassa permukaan pada tegakan jati (Tectona grandis Linn F) menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M dan 12,5 M (Studi kasus: KPH Kebonharjo perhutani unit 1 Jawa Tengah)

1 8 165

Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

3 12 72

Aplikasi dan Evaluasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m, Resolusi 12,5 m, dan Resolusi 6 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan (studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir)

0 3 145

Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung

0 2 136

Pendugaan biomassa tegakan jati menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 M dan 50 M dengan peubah backscatter, umur, dan tinggi pohon (Kasus KPH Kebonharjo PERUM PERHUTANI UNIT I Jawa Tengah

0 2 128

Model Spasial Pendugaan dan Pemetaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12.5 M.

4 19 51

Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi.

0 9 70