Tujuan Manfaat Sejarah Perkembangan Kelinci

Kehalalan daging kelinci telah terjamin dengan terbitnya Fatwa MUI pada tanggal 12 Maret 1983 M yang menetapkan bahwa memakan daging kelinci hukumnya halal Balitnak, 2010. Kurang populernya daging kelinci di masyarakat kemungkinan pada adanya kebiasaan makan food habit yang susah dirubah karena manusia biasanya memiliki ikatan batin, loyalitas dan sensitifitas terhadap kebiasaan makannya, meskipun dalam jangka waktu yang lama dapat ditembus pula pola kebiasaan makan tersebut, disamping itu efek psikologis sangat mendominasi kebiasaan makan daging kelinci dan sementara pihak ada yang beranggapan bahwa daging kelinci mempunyai rasa khas yang belum tentu dapat diterima oleh semua orang Suradi, 2003. Fannani 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa perkembangan usaha sate kelinci di Kota Bogor, berjalan dengan sangat lambat. Hal itu bisa dilihat dari kuantitas produsen olahan daging kelinci yang bisa ditemui oleh penulis. Beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan usaha ini terhambat seperti: pasokan daging kelinci yang cukup sulit dan mahal, serta persepsi konsumen yang masih awam terhadap kelinci. Dari pemaparan di atas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor? 2. Bagaimana persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor? 3. Apa saja variabel yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor? 4. Apa saja yang dapat dilakukan dalam menjalankan usaha daging kelinci di Kota Bogor?

1.3 Tujuan

1. Menganalisis karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor. 2. Mengetahui persepsi konsumen Kota Bogor terhadap daging kelinci. 3. Menganalisis variabel apa saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor. 4. Memberikan rekomendasi kepada pihak pengusaha yang baru akan memulai usaha daging kelinci atau yang akan mengembangkan usaha daging kelinci di Kota Bogor.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi mahasiswa, penelitian ini menjadi sarana untuk menambah wawasan dan aplikasi dari teori yang didapatkan diperkuliahan. Diharapkan pula penelitian ini bisa menjadi referensi bagi mahasiswa lain untuk penelitian lainnya. 2. Bagi para pengusaha produk olahan daging kelinci, penelitian ini bermanfaat dalam memberikan data mengenai pasar potensial dan konsumen sasaran dari produk turunan daging kelinci. 3. Bagi para peternak kelinci, hasil penelitian ini bisa digunakan dalam mengambil keputusan mengenai komposisi pemeliharaan kelinci hias dan kelinci pedaging. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci

Kelinci semula merupakan hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan dan sebagai hewan percobaan. Hampir setiap negara di dunia memiliki ternak kelinci karena kelinci mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sehingga mampu hidup di hampir seluruh dunia. Kelinci dikembangkan di daerah dengan populasi penduduk relatif tinggi, Adanya penyebaran kelinci juga menimbulkan sebutan yang berbeda, di Eropa disebut rabbit, Indonesia disebut kelinci, Jawa disebut trewelu dan sebagainya. Adapun menurut Kartadisastra 1994 domestikasi kelinci pertama kali dilakukan oleh bangsa romawi yang menginginkan sumber pangan yang mudah. Domesitikasi dilakukan dari kelinci- kelinci hutan yang liar, proses domestikasi ini pun untuk selanjutnya menyebar ke wilayah eropa tengah dan wilayah eropa timur. Peternakan kelinci sudah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1837 yang konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai kelinci hias. Kelinci pada awalnya merupakan hewan kesayangan yang dimiliki oleh tuan tanah. Progam pengembangan kelinci ditujukan untuk mengurangi rawan gizi telah dilakukan pemerintah pada tahun 1980, selanjutnya pada Tahun 1990 pemerintah sudah menerbitkan Pedoman Teknis Perusahaan Peternakan Kelinci sebagai upaya mendorong perkembangan budidaya kelinci di masyarakat. Namun sampai saat ini perkembangannya mengalami hambatan karena perbedaan tujuan produksi dalam pengembangannya Balitnak, 2010.

2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Kelinci