6.1.7 Karakteristik Umum Konsumen Berdasarkan Variabel Agama
Agama merupakan salah satu bagian dari sub-budaya. Agama turut menentukan konsumsi terhadap suatu produk terutama terkait kehalalannya atau
aturan-aturan sakral tertentu yang menjadi kepercayaan seseorang. Tabel 16 berikut menampilkan sebaran responden berdasarkan agama:
Tabel 16. Karakteristik Konsumen Daging Kelinci di Kota Bogor Berdasarkan
Variabel Agama Agama Frekuensi
Persentase Islam 41
82 Kristen 6
12 Katolik 2
4 Budha 1
2 Sebagian besar responden berasal dari agama Islam, yaitu sebesar 82
persen. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk Kota Bogor merupakan pemeluk agama Islam. Agama Kristen sendiri sebanyak 12 persen dan sisanya adalah
pemeluk agama Katolik dan Budha sebesar empat dan dua persen.
6.2 Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci
Persepsi merupakan cara seseorang konsumen memandang realitas di luar dirinya atau lingkungan sekelilingnya Engel et al., 1995. Persepsi turut
menentukan pengambilan keputusan konsumsi yang dilakukan oleh konsumen. Persepsi yang baik terhadap suatu produk bisa mendorong konsumen untuk
melakukan pembelian yang berkelanjutan, namun sebaliknya persepsi yang buruk akan menghalangi konsumen untuk melakukan konsumsi terhadap suatu produk.
Daging kelinci merupakan salah satu produk yang belum terlalu familiar dikalangan masyarakat sehingga perlu dianalisis persepsi konsumen terhadap
daging kelinci dari berbagai aspek. Penelitian kali ini akan membahas persepsi konsumen dari aspek budaya, sosial, psikologi, dan bauran pemasaran 4P.
Besarnya skor persepsi diukur dengan menggunakan skala Likert dengan nilai antara 1 sangat tidak setuju hingga 5 sangat setuju.
6.2.1 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Aspek Budaya
Budaya merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan para kelompok pemasar dalam menentukan target pasarnya. Hal ini dikarenakan
budaya merupakan hal tumbuh di dalam suatu masyarakat dan mempengaruhi pengambilan keputusan konsumsi seseorang. Antar suatu kelompok masyarakat
memiliki budaya yang berbeda-beda. Kegagalan dalam menyesuaikan diri terhadap perbedaan ini dapat menghasilkan pemasaran yang tidak efektif dan
kesalahan yang memalukan Kotler, 2008. Aspek budaya dapat dibagi menjadi beberapa subbudaya, beberapa
diantaranya adalah adat budaya kesukuan dan agama. Persepsi konsumen ditinjau dari segi adat dan agama sangat penting dilakukan karena penduduk di Kota
Bogor khususnya terdiri dari beragam suku bangsa dan agama di mana kedua hal tersebut sangat kuat mempengaruhi nilai-nilai yang ada pada diri seseorang
sehingga pada akhirnya mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan termasuk dalam hal konsumsi. Berikut dipaparkan persepsi konsumen terhadap
daging kelinci berdasarkan kedua subbudaya tersebut.
6.2.1.1 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Segi Adat Budaya
Hasil pengolahan data responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden 62 persen setuju bahwa adat dan budaya dari suku mereka tidak
melarang untuk mengonsumsi daging kelinci. Sementara 36 persen menyatakan sangat setuju bahwa adat dan budaya mereka tidak ada larangan untuk
mengonsumsi daging kelinci dan sisanya sebesar 2 persen menyatakan netral. Dari rataan yang didapat, yaitu sebesar 4,34 persen, dapat disimpulkan bahwa
persepsi konsumen sangat baik terhadap daging kelinci jika dilihat dari aspek budaya. Dengan kata lain tidak ada hambatan budaya bagi pemasar untuk
mengembangkan produk berbahan baku daging kelinci di Kota Bogor. Sebaran jawaban responden untuk aspek budaya dapat dilihat pada Tabel 17 berikut:
Tabel 17. Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Aspek Adat Dari segi adat dan budaya konsumen, tidak ada larangan untuk mengonsumsi
daging kelinci: Jawaban Frekuensi Persentase Skor
Sangat setuju 18
36 90
Setuju 31 62
124
Netral 1 2
3 TOTAL 50
100 217
RATA-RATA 4,34 6.2.1.2 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Segi Agama
Selain dilihat dari suku bangsa, agama merupakan salah satu bagian dari budaya subbudaya. Agama memberikan peran yang sangat besar dalam
membangun nilai-nilai yang ada dalam diri seseorang. Kota Bogor merupakan salah satu wilayah yang masih sangat kuat menanamkan nilai-nilai keagamaan
bagi masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat dari moto wilayah ini, yaitu ‘Bogor Kota Beriman’, dimana sebagian besar penduduknya beragama islam. Agama penting
dimasukkan dalam penelitian ini dikarenakan sebelum dikeluarkannya Fatwa MUI pada tanggal 12 Maret 1983, beberapa kelompok masyarakat masih menganggap
kelinci haram untuk dikonsumsi. Sehingga saat ini perlu dilakukan penelitian mengenai persepsi konsunen terhadap daging kelinci yang ditinjau dari aspek
agama sebagai salah satu subbudaya. Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh Tabel 18, mayoritas responden sebesar 58 persen setuju bahwa agama yang
mereka anut tidak melarang untuk mengonsumsi daging kelinci, 40 persen lainnya bahkan menyatakan sangat setuju bahwa agama mereka tidak ada larangan untuk
mengonsumsi daging kelinci. Ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat bahwa daging kelinci layak dan halal untuk dikonsumsi ditinjau dari aspek agama sudah
sangat baik.
Tabel 18. Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Aspek Agama
Ttidak ada larangan untuk mengonsumsi daging kelinci dari segi agama konsumen:
Jawaban Frekuensi Persentase Skor Sangat setuju
20 40
100 Setuju 29
58 116
Netral 1 2
3 TOTAL 50
100 219
RATA-RATA 4.38
Dari gabungan antara subbudaya adat dan agama di atas, didapatkan rataan skor sebesar 4,36 yang berarti bahwa persepsi konsumen terhadap daging kelinci
ditinjau dari aspek budaya sudah sangat baik. Hal ini menunjukkan tidak ada halangan budaya bagi pemasar produk olahan daging kelinci.
6.2.2 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Aspek Sosial
Keputusan konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, seperti kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status sosial
konsumen. Keluarga merupakan organisasi yang paling penting dalam masyarakat. Di dalam anggota keluarga sendiri terdapat beberapa peran yang
menentukan pembelian. Salah satunya adalah peran sebagai influencer pemberi pengaruh. Pemberi pengaruh sendiri bisa menjadi orang yang mengajak untuk
menkonsumsi maupun yang memberikan pengaruh untuk tidak mengonsumsi suatu produk. Pemberi pengaruh sendiri melaksanakan perannya berdasarkan
pengalaman yang pada akhirnya membentuk persepsinya terhadap suatu produk Engel, 1994. Dengan demikian mereka yang mengajak anggota keluarganya
untuk turut mengonsumsi suatu produk tentunya memiliki persepsi yang baik terhadap produk tersebut. Berikut dipaparkan mengenai persepsi konsumen
ditinjau dari aspek sosial berdasarkan lingkungan keluarga dan kelompok pertemanan.
6.2.2.1 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Sisi Keluarga
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa 48 persen menyatakan setuju bahwa anggota keluarga mereka memiliki pengaruh bagi mereka untuk
mengonsumsi daging kelinci, 28 persen netral, 18 persen sangat setuju, empat persen tidak setuju, dan sisanya sebesar satu persen menyatakan sangat tidak
setuju. Rata-rata yang didapatkan adalah sebesar 3,76. Hal ini berarti secara keseluruhan sebagian besar konsumen mempunyai persepsi yang baik terhadap
daging kelinci yang dibuktikan dengan adanya peran serta lingkungan sosial mereka dalam mempengaruhi konsumen untuk mengonsumsi daging kelinci.
Tabel 19. Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Sisi Keluarga Ada pengaruh dari keluarga bagi konsumen dalam mengkonsumsi daging
kelinci:
Jawaban Frekuensi Persentase Skor Sangat Setuju
9 18
45 Setuju 24
48 96
Netral 14 28
42 Tidak Setuju
2 4
4 Sangat Tidak
Setuju 1 2
1 TOTAL 50
100 188
RATA-RATA 3,76
6.2.2.2 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Sisi Kelompok Pertemanan atau
Komunitas
Selain keluarga, kelompok kecil atau komunitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan sosial konsumen yang turut dalam membentuk nilai-nilai di
dalam diri konsumen. Jika di dalam keluarga terdapat peran influencer pemberi pengaruh, maka dalam kelompok terdapat kelompok referensi, yaitu kelompok
yang memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru kepada seseorang, mempengaruhi sikap dan konsep diri seseorang, dan menciptakan tekanan untuk
menegaskan apa yang mungkin mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang Kotler, 2006. Seperti halnya influencer, kelompok referensi
merupakan orang yang mengajak untuk mengonsumsi suatu produk atau merek jika mereka memiliki persepsi yang baik terhadap suatu produk atau merek, dan
sebaliknya. Untuk konsumen daging kelinci di Kota Bogor yang menjadi responden
sendiri, 48 persen menyatakan setuju bahwa teman atau komunitas mereka berperan dalam mempengaruhi mereka untuk mengonsumsi daging kelinci.
Sisanya sebesar 28, 18, 4, dan 2 persen menyatakan netral, sangat setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Rataan yang
diperoleh adalah sebesar 3,76. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi yang baik terhadap daging kelinci ditinjau dari sisi kelompok atau
komunitas sosial. Tabel 20 berikut menyajikan sebaran jawaban responden Kota Bogor berdasarkan aspek sosial melalui pendekatan peran dalam kelompok:
Tabel 20.
Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Sisi Kelompok Pertemanan atau Komunitas
Ada pengaruh teman-teman atau kelompok sosial terhadap konsumen dalam mengkonsumsi daging kelinci:
Jawaban Frekuensi Persentase Skor
Sangat Setuju 9
18 45
Setuju 24 48
96 Netral 14
28 42
Tidak Setuju 2
4 4
Sangat Tidak Setuju 1
2 1
TOTAL 50 100
188 RATA-RATA
3,76
Dari rataan skor yang didapat pada persepsi konsumen terhadap daging kelinci ditinjau dari sisi keluarga dan komunitas, maka didapatkan rataan sebesar
3,76. Hal ini menunjukkan jika ditinjau dari aspek sosial, maka persepsi konsumen terhadap daging kelinci sudah baik. Sehingga aspek sosial bisa menjadi
salah satu celah bagi para pemasar untuk memasarkan produknya karena adanya pihak yang berpersepsi baik terhadap daging kelinci dan berperan mempengaruhi
orang lain untuk turut mengonsumsi daging kelinci.
6.2.3 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Aspek Psikologis
Salah satu masalah yang dihadapi konsumen daging kelinci adalah masalah psikologis dikarenakan kelinci merupakan binatang yang lucu dan
menggemaskan dan ada hambatan tersendiri jika konsumen melihat proses pemotongan daging kelinci maka akan menyebabkan perasaan yang kurang
nyaman dalam mengonsumsi daging kelinci. Berdasarkan hasil penelitian yang di tampilkan Tabel 21, ternyata 44
persen responden menyatakan tidak setuju bahwa mereka menjadi kurang nyaman dalam mengonsumsi daging kelinci karena kelinci binatang yang lucu dan
menggemaskan. Sementara 34 persen menyatakan netral, 14 dan 8 persen sisanya menyatakan setuju dan sangat tidak setuju. Jika dilihat dari jenis kelamin, maka
14 persen dari responden yang setuju bahwa mereka kurang nyaman
mengonsumsi daging kelinci dikarenakan kelinci binatang yang lucu dan menggemaskan seluruhnya adalah wanita sebanyak tujuh responden. Sedangkan
yang memilih sangat tidak setuju berjumlah empat responden dimana tiga diantaranya adalah responden pria. Hal ini menunjukkan bahwa hambatan
psikologis karena gambaran kelinci sebagai binatang yang lucu memang lebih banyak dialami oleh responden wanita.
Tabel 21. Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Aspek Psikologis Kelinci Bianatang yang Lucu dan Menggemaskan
Konsumen menjadi kurang nyaman dalam mengkonsumsi daging kelinci karena citra kelinci sebagai binatang yang lucu dan menggemaskan:
Jawaban Frekuensi Persentase Skor Setuju 7
14 14
Netral 17 34
51 Tidak Setuju
22 44
88 Sangat Tidak
Setuju 4 8
20 TOTAL 50
100 173
RATA-RATA 3,46
Sementara terkait hambatan psikologis karena melihat proses pemotongan, 44 persen menyatakan tidak setuju bahwa mereka menjadi kurang nyaman
mengonsumsi daging kelinci jika melihat proses pemotongannya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak menghadapi gangguan
psikologis tersendiri saat melihat proses pemotongan daging kelinci. Sementara 24 persen menyatakan setuju. Persentase ini lebih besar jika dibandingkan dengan
hasil pada tabel 15 yang hanya sebesar 14 persen. Hal ini berarti memperlihatkan proses pemotongan pada konsumen memiliki pengaruh psikologis yang lebih
besar dibandingkan gambaran yang terbentuk dalam benak konsumen bahwa kelinci binatang yang lucu dan menggemaskan. Sisanya sebesar 20 persen
menyatakan netral, 10 persen menyatakan sangat tidak setuju, dan 2 persen menyatakan sangat setuju. Tabel 22 berikut menyajikan sebaran responden
berdasarkan skor rata-rata persepsi konsumen untuk aspek psikologis terkait proses pemotongan.
Tabel 22. Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Aspek Psikologis Proses Pemotongan Konsumen kurang nyaman mengkonsumsi daging kelinci karena melihat proses
pemotongan kelinci: Jawaban Frekuensi Persentase Skor
Sangat Setuju 1
2 1
Setuju 12 24
24 Netral 10
20 30
Tidak Setuju 22
44 88
Sangat Tidak Setuju 5
10 25
TOTAL 50 100
168 RATA-RATA
3,36
Jika digabungkan rataan dari kedua pendekatan diatas maka didapatkan rataan total sebesar 3,42. Hal ini berarti konsumen memberikan persepsi yang
baik bila ditinjau dari psikologis. Artinya bahwa hambatan psikologis tidak menjadi pengaruh yang signifikan bagi konsumen daging kelinici untuk
melakukan konsumsi.
6.2.4 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Aspek Bauran Pemasaran
Strategi pemasaran adalah seperangkat tindakan yang terintegrasi dalam upaya memberikan nilai bagi konsumen dan keunggulan bersaing bagi perusahaan
Kotler, 2005. Starategi pemasaran ini salah satunya diaplikasikan dalam bentuk bauran pemasaran yang terdiri dari 4P, yaitu product, price, place, dan promotion.
Bauran pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi konsumen dalam mengambil keputusan untuk melakukan konsumsi sehingga pemasar harus
mampu membangun bauran pemasaran yang tepat dimata konsumen.
6.2.4.1 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Aspek Produk
Produk merupakan elemen kunci dalam keseluruhan penawaran pasar. Sehingga membentuk citra produk yang baik di mata konsumen merupakan hal
yang sangat penting. Bicara tentang citra produk sama halnya berbicara tentang persepsi konsumen terhadap suatu produk atau dengan kata lain brand image dari
suatu produk. Persepsi terhadap suatu produk terbentuk melalui adanya stimulus yang diterima oleh indra. Untuk daging kelinci sendiri akan dibahas berdasarkan
rasa, tekstur, dan bau. Adapun untuk produk sendiri diolah dalam bentuk sate, gulai, bakso, nugget, dendeng, tongseng, dan lain-lain. Tabel 23 berikut
menunjukkan sebaran jumlah responden dan jenis bentuk olahan daging kelinci yang pernah dikonsumsi:
Tabel 23. Bentuk Olahan Daging Kelinci yang pernah Dikonsumsi Responden
Bentuk Olahan Responden
Persentase Sate 48
96 Gulai 15
30 Abon 2
4 Nugget 5
10 Sop 4
8 Baso 6
12 Tongseng 2
4
Sebagian besar responden, yaitu sebesar 96 persen, pernah mengonsumsi daging kelinci dalam bentuk sate. Sedangkan 30 persen pernah mengonsumsi
dalam bentuk gulai. Untuk abon, nugget, sop, baso, dan tongseng sendiri masing- masing pernah dikonsumsi oleh 4, 10, 8, 12, dan 4 persen dari responden. Tabel
18 menunjukkan persepsi responden terhadap daging kelinci berdasarkan rasa. Dari 50 respondenm 58 persen menyatakan setuju bahwa daging kelinci enak
dikonsumsi, 38 persen menyatakan sangat setuju, dan 4 persen menyatakan netral. Secara keseluruhan skor rata-rata untuk rasa adalah sebesar 4,34. Hal ini
menunjukkan persepsi konsumen terhadap rasa daging kelinci sangat baik.
Tabel 24.
Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Rasa
Dari segi rasa, menurut konsumen daging kelinci enak dikonsumsi Jawaban Frekuensi Persentase Skor
Sangat Setuju 19
38 95
Setuju 29 58
116 Netral 2
4 6
TOTAL 50 100
217 RATA-RATA
4,34
Tabel 25 menunjukkan persepsi konsumen terhadap daging kelinci berdasarkan tekstur. Berdasarkan tekstur, sebagian besar responden,yaitu sebesar
54 persen, setuju bahwa daging kelinci memiliki tekstur yang empuk, 30 persen menyatakan sangat setuju, dan 16 persen sisanya menyatakan netral. Dari
frekuensi keseluruhan setelah dikalikan dengan masing-masing skor jawaban, maka didapatkan rata-rata skor sebesar 4,14. Ini menunjukkan bahwa konsumen
mempunyai persepsi yang baik terhadap tekstur daging kelinci.
Tabel 25. Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Aspek Tekstur Dari segi tekstur, menurut konsumen daging kelinci memiliki tekstur yang
empuk: Jawaban Frekuensi Persentase Skor
Sangat Setuju 15
30 75
Setuju 27 54
108 Netral 8
16 24
TOTAL 50 100
207 RATA-RATA
4,14 Ditinjau dari aroma, beberapa literatur menyatakan bahwa daging kelinci
tidak berbau amis. Tabel 25 berikut menunjukkan persepsi konsumen terhadap daging kelinci berdasarkan aroma. Sebanyak 44 persen responden menyatakan
setuju bahwa daging kelinci tidak berbau amis, 36 persen lainnya menyatakan netral, dan 20 persen menyatakan sangat setuju bahwa daging kelinci tidak berbau
amis. Rataan skor dari keseluruhan jawaban responden adalah sebesar 3,48 sehingga bisa dikategorikan bahwa konsumen memiliki persepsi yang baik
terhadap daging kelinci berdasarkan aromanya.
Tabel 26.
Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Aroma
Dari segi aroma menurut konsumen daging kelinci tidak berbau amis Jawaban Frekuensi Persentase Skor
Sangat Setuju 10
20 50
Setuju 22 44
88 Netral 18
36 54
TOTAL 50 100
192 RATA-RATA
3,84
Secara keseluruhan, jika kita merata-ratakan skor yang dihasilkan dari ketiga segi produk di atas, maka akan didapatkan rata-rata sebesar 4,11. Hal ini
berarti konsumen mempunyai persepsi yang baik terhadap daging kelinci dilihat dari aspek produk. Dengan adanya persepsi yang baik terhadap produk daging
kelinci tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsumen menyukai daging kelinci.
6.2.4.2 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Aspek Harga
Secara luas harga merupakan jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan
produk atau jasa. Sepanjang sejarahnya, harga telah menjadi faktor utama yang mempengaruhi pilihan para pembeli. Sehingga harga menjadi salah satu elemen
yang paling penting dalam menentukan pangsa pasar dan keuntungan suatu perusahaan Kotler, 2008. Oleh sebab itu menganalisis persepsi konsumen
terhadap harga suatu produk sangat penting untuk dilakukan agar pemasar lebih mudah dalam melakukan penyesuaian dan melakukan persaingan.
Untuk daging kelinci sendiri responden memang tidak membeli pada tingkat harga yang sama. Namun hal tersebut tidak menjadi halangan untuk
mengukur persepsi konsumen, karena persepsi dibangun atas dasar pengalaman responden sendiri. Tabel 27 berikut menyajikan sebaran persepsi konsumen
terhadap harga daging kelinci.
Tabel 27. Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Aspek Harga
Menurut konsumen daging kelinci harganya mahal Jawaban Frekuensi Persentase Skor
Sangat Setuju 1
2 1
Setuju 11 22
22 Netral 28
56 84
Tidak Setuju 10
20 40
TOTAL 50 100
147
RATA-RATA 2,94
Sebanyak 56 persen responden menyatakan netral terhadap pernyataan yang diajukan. Hal ini berarti sebagian besar responden menganggap harga daging
kelinci sudah cukup baik. Sementara 22 responden menyatakan setuju bahwa harga daging kelinci mahal, 20 persen menyatakan tidak setuju dan 2 persen
sangat setuju. Adapun rataan skor yang didapat adalah sebesar 2,94. Hal ini berarti persepsi konsumen terhadap harga daging kelinci cukup baik.
6.2.4.3 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Aspek Lokasi Penjualan
Kemudahan untuk mendapatkan produk menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap suatu produk. Sehingga faktor
lokasi penjualan menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam mengembangkan pemasaran suatu produk. Untuk Kota Bogor sendiri lokasi
penjualan yang ditemukan oleh peneliti hanya di Kecamatan Bogor Barat. Tabel 28 berikut menunjukkan persepsi konsumen terhadap kemudahan menjangkau
lokasi penjualan daging kelinci:
Tabel 28.
Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Aspek Lokasi Penjualan
Menurut konsumen tempat-tempat yang menjual daging kelinci sulit ditemukan: Jawaban Frekuensi Persentase Skor
Sangat Setuju 15
30 15
Setuju 27 54
54 Netral 6
12 18
Tidak Setuju 2
4 8
TOTAL 50 100
95 RATA-RATA
1,9
Sebanyak 54 persen responden menyatakan setuju bahwa tempat-tempat yang menjual daging kelinci sulit ditemukan. Bahkan 30 persen menyatakan
sangat setuju bahwa tempat-tempat yang menjual daging kelinci sulit untuk ditemukan. Sedangkan 12 dan 4 persen lainnya menyatakan netral dan tidak
setuju. Setelah dikalikan dengan masing-masing skor jawaban, maka didapat rataan sebesar 1,9. Hal ini menggambarkan persepsi yang tidak baik dari
konsumen terhadap daging kelinci ditinjau dari aspek lokasi penjualan. Bisa jadi permasalahan utama kurangnya respon konsumen di Kota Bogor terhadap daging
kelinci disebabkan karena kesulitan menemukan lokasi penjualan makanan olahan daging kelinci.
6.2.4.4 Persepsi Konsumen Ditinjau dari Aspek Promosi
Dalam pengambilan keputusan, konsumen melewati fase pencarian informasi. Minimnya informasi mengenai suatu produk akan menyebabkan
kegagalan tersendiri dalam pemasaran produk karena konsumen akhirnya tidak mampu mengenali produk yang ditawarkan tersebut. Disinilah promosi sebagai
salah satu bagian dari pemberian informasi mengenai produk perlu dilakukan. Daging kelinci sebagai produk yang masih awam dikonsumsi banyak orang
tentunya harus lebih gencar dilakukan promosi dalam proses pemasarannya. Tabel 29 berikut menunjukkan persepsi konsumen terhadap promosi tentang daging
kelinci:
Tabel 29. Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen
dari Aspek Lokasi Penjualan Menurut konsumen, promosi tentang daging kelinci masih sangat kurang:
Jawaban Frekuensi Persentase Skor Sangat Setuju
18 36
18 Setuju 28
56 56
Netral 3 6
9 Tidak Setuju
1 2
4 TOTAL 50
100 87
RATA-RATA 1,74
Berdasarkan data yang didapat di lapang, 56 persen responden menyatakan setuju bahawa promosi mengenai daging kelinci masih sangat kurang. Sedangkan
36 persen lainnya menyatakan sangat setuju bahwa promosi tentang daging kelinci masih sangat kurang. Adapun 6 dan 2 persen lainnya menytakan netral dan
tidak setuju. Dari data tersebut setelah dikalikan dengan skor masing-masing
jawaban dan dirata-ratakan, maka didapatkan rata-rata sebesar 1,74. Hal ini menggambarkan bahwa promosi mengenai daging kelinci sangat tidak baik atau
sangat buruk sekali di mata konsumen. Di Kota Bogor sendiri promosi mengenai daging kelinci dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Peternakan hanya ada
pada kegiatan-kegiatan tertentu saja, misalnya bazar, sehingga khalayak yang mengetahui mengenai daging kelinci hanya terbatas pada beberapa orang saja.
Berdasarkan seluruh aspek bauran pemasaran di atas, yaitu meliputi produk, tempat penjualan, harga, dan promosi, jika hitung rata-rata kseluruhan
maka skor yang didapat adalah sebesar 2.6. Dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen terhadap bauran pemasaran daging kelinci masih tidak baik. Hal ini
dapat dilihat dari rendahnya skor dari setiap aspek bauran pemasaran daging kelinci terutama pada bagian promosi.
Jika kita kelompokkan secara keseluruhan dari semua aspek yang diujikan di atas, maka akan di dapat hasil seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 30 berikut
ini:
Tabel 30. Rataan Keseluruhan Aspek dan Sub Aspek Analisis Persepsi
Konsumen
Aspek Sub Aspek
Rataan Sub Aspek Rataan Aspek
Budaya Adat 4,34
4,4 Agama
4,38 Sosial Keluarga
3,76 3,8 Teman
3,76 Psikologis Citra
kelinci 3,46
3,4 Proses
pemotongan 3,36
Bauran Pemasaran Produk
4,11 2,6
Tempat Penjualan 2,94
Harga 1,9
Promosi 1,74
TOTAL 14,2
RATAAN 3,55
Berdasarkan Tabel 30 tersebut, maka aspek budaya mendapatkan persepsi yang sangat baik di mata konsumen. Hal ini berarti bagi pemasar, aspek budaya
konsumen Kota Bogor tidak menjadi hambatan dalam pengembangan pemasaran daging kelinci. Aspek sosial mendapatkan persepsi yang baik di mata konsumen,
dimana konsumen turut berperan dalam memperkenalkan daging kelinci kepada lingkungannya. Aspek psikologis sendiri dipersepsikan cukup baik oleh
konsumen. Artinya konsumen memang mengalami masalah psikologis dalam mengonsumsi daging kelinci, namun hambatan tersebut tidak terlalu signifikan
bagi konsumen. Adapun aspek yang mendapat persepsi buruk atau tidak baik di mata konsumen adalah aspek bauran pemasaran, terutama untuk bagian promosi.
Bauran pemasaran mendapatkan skor keselurahan sebesar 2,6. Hal ini menandakan bahwa permasalahn utama dalam minimnya konsumsi daging kelinci
di Kota Bogor adalah pada masalah bauran pemasaran bukan pada aspek psikologi. Oleh sebab itu para pemasar harus lebih gencar dalam melakukan
promosi dan didukung oleh pihak pemerintah. Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan, maka skor yang didapatkan
adalah sebesar 3,55 yang artinya persepsi konsumen ditinjau dari seluruh aspek terhadap daging kelinci sudah baik. hal inilah yang bisa digunakan untuk menjadi
acuan bagi konsumen yang belum mengonsumsi daging kelinci agar tertarik untuk menjadi konsumen daging kelinci.
6.3 Analisis Variabel yang Mempengaruhi Persepsi Konsumen Terhadap