Rumusan Masalah Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci di Kota Bogor

mengkonsumsinya. Hal ini membuat daya terima masyarakat terhadap daging kelinci juga menjadi sangat rendah. Bogor merupakan salah satu wilayah yang mulai mengembangkan kelinci sebagai komoditas hias dan pangan. Pertumbuhan populasi ternak kelinci di Kabupaten Bogor, yang merupakan lokasi terdekat penghasil daging kelinci bagi Kota Bogor, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2008 hingga 2009, yaitu mencapai 24 persen di mana pada tahun 2008 jumlah populasi kelinci di Kabupaten Bogor sebanyak 11.362 menjadi 14.165 pada tahun 2008 Disnakan 2010. Hal ini diikuti dengan mulai menjamurnya usaha pengolahan daging kelinci di kawasan puncak dan sekitarnya. Namun para pengusaha pengolah daging kelinci tersebut mengeluhkan antusiasme dari warga Bogor yang masih sangat rendah dalam mengkonsumsi daging kelinci. Sehingga pertumbuhan usaha mereka terkesan lambat. Kebanyakan dari masyarakat sekitar masih awam dengan daging kelinci untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan kelinci merupakan hewan kesayangan yang lucu dan sangat menggemaskan sehingga menimbulkan hambatan psikologis untuk mengkonsumsinya. Daging kelinci merupakan produk baru di Kota Bogor yang sangat prospektif dikembangkan namun belum mendapatkan penerimaan dari masyarakat luas, maka perlu dilakukan analisis mengenai konsumen daging kelinci di Kota Bogor. Adapun analisis yang akan dilakukan adalah mengenai persepsi konsumen dan penjabaran mengenai karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor. Hal ini sangat penting dilakukan agar para pengusaha maupun calon pengusaha yang akan masuk ke dalam industri pangan olahan berbahan baku daging kelinci memiliki gambaran mengenai konsumen yang akan menjadi sasaran mereka sehingga pemasaran yang dilakukan bisa lebih efektif. Selain itu, dari persepsi konsumen yang sudah mengkonsumsi daging kelinci tersebut, bisa menjadi acuan bagi konsumen lain yang belum pernah mengkonsumsi daging kelinci, sehingga diharapkan mampu meningkatkan penerimaan konsumen terhadap daging kelinci.

1.2 Rumusan Masalah

Kelinci merupakan salah satu komoditas pangan penghasil daging yang mulai dikembangkan di wilayah Bogor. Hal ini dikarenakan berbagai keunggulan yang dimiliki oleh daging kelinci dibandingkan dengan ternak lainnya. Di wilayah Bogor sendiri populasi kelinci mengalami peningkatan sebesar 24,67 persen dimana tahun 2008 populasi kelinci sebanyak 11,362 ekor menjadi 14,165 ekor pada tahun 2009. Pertumbuhan ini dikarenakan pemerintah Bogor mulai gencar menggalakkan pengembangan ternak kelinci di wilayah Bogor, salah satunya melalui pembentukan kampong kelinci. Pemerintah daerah Bogor membagikan bantuan dalam bentuk ternak kelinci kepada kelompok tani dan masyarakat miskin di wilayah Bogor untuk dikembangkan menjadi usaha kelompok maupun keluarga. Pertumbuhan populasi kelinci di kawasan Bogor ini lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa ternak seperti ayam petelur, itik, sapi potong, kerbau, dan kambing non PE. Perbandingan tingkat pertumbuhan populasi beberapa hewan ternak tersebut disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Populasi Beberapa Hewan Ternak di Kabupaten Bogor 2008-2009 No. Jenis Ternak Tingkat Pertumbuhan Populasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kelinci Ayam Petelur Itik Sapi Potong Kerbau Kambing Non PE 24,67 11 4,27 -3,98 0,89 5,29 Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor 2010 Pertumbuhan populasi kelinci tersebut ternyata tidak menunjang pertumbuhan usaha makanan olahan dari daging kelinci. Dari hasil wawancara dengan beberapa pemilik usaha yang menjual pangan olahan dari daging kelinci, dari waktu ke waktu pengunjung mereka mulai menurun. Sehingga pemesanan kelinci potong pun tidak rutin dilakukan, hanya sebatas jika ada pesanan. Meskipun daging kelinci mempunyai nilai gizi yang lebih unggul dibanding daging yang berasal dari ternak lainnya, namun pada kenyataannya daging kelinci belum memasyarakat. Hal ini dikarenakan adanya beberapa hambatan psikologis dan teknis, antara lain kelinci merupakan hewan kesayangan, dan bentuknya mirip kucing dan tikus, serta adanya anggapan bahwa kelinci tidak halal untuk dimakan. Kehalalan daging kelinci telah terjamin dengan terbitnya Fatwa MUI pada tanggal 12 Maret 1983 M yang menetapkan bahwa memakan daging kelinci hukumnya halal Balitnak, 2010. Kurang populernya daging kelinci di masyarakat kemungkinan pada adanya kebiasaan makan food habit yang susah dirubah karena manusia biasanya memiliki ikatan batin, loyalitas dan sensitifitas terhadap kebiasaan makannya, meskipun dalam jangka waktu yang lama dapat ditembus pula pola kebiasaan makan tersebut, disamping itu efek psikologis sangat mendominasi kebiasaan makan daging kelinci dan sementara pihak ada yang beranggapan bahwa daging kelinci mempunyai rasa khas yang belum tentu dapat diterima oleh semua orang Suradi, 2003. Fannani 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa perkembangan usaha sate kelinci di Kota Bogor, berjalan dengan sangat lambat. Hal itu bisa dilihat dari kuantitas produsen olahan daging kelinci yang bisa ditemui oleh penulis. Beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan usaha ini terhambat seperti: pasokan daging kelinci yang cukup sulit dan mahal, serta persepsi konsumen yang masih awam terhadap kelinci. Dari pemaparan di atas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor? 2. Bagaimana persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor? 3. Apa saja variabel yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor? 4. Apa saja yang dapat dilakukan dalam menjalankan usaha daging kelinci di Kota Bogor?

1.3 Tujuan