I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peternakan memegang peranan penting dalam pembangunan nasional dan perekonomian Indonesia. Bidang peternakan memiliki kontribusi dalam
pemenuhan kebutuhan hidup manusia yaitu sebagai komoditas utama penghasil daging, telur, susu, maupun produk sampingan berupa kotoran. Peternakan juga
berkontribusi dalam menyediakan sumber protein dalam bentuk protein hewani. Protein hewani merupakan bagian yang sangat penting bagi tubuh manusia karena
sifatnya yang sulit digantikan dan merupakan pembawa sifat keturunan dari generasi ke generasi dan sangat berperan dalam proses perkembangan kecerdasan
manusia dan pembangunan bangsa. Indonesia, pada saat ini cukup banyak mengalami masalah kesehatan
berupa malnutrisi protein yang cukup besar. Sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi AKG dari Departemen Kesehatan, konsumsi ideal protein untuk orang
Indonesia dewasa rata-rata sebesar 55,14 gramhari. Dari Tabel 1 dapat dilihat kebutuhan rata-rata protein masyarakat Indonesia.
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Energi dan Protein Rata-Rata yang Dianjurkan
untuk Usia 7-19 Tahun per orang per hari
Umur Berat Badan
Kg Tinggi Badan Cm Energi Kkal
Protein g 7-9 tahun
25 120
1800 45
Pria : 10-12 tahun
13-15 tahun 16-19 tahun
35 46
55 138
150 160
2050 2400
2600 50
60 65
Wanita : 10-12 tahun
13-15 tahun 16-19 tahun
37 48
50 145
153 154
2050 2350
2200 50
57 50
Sumber: Departemen Kesehatan 2004
Pada kenyataannya pemenuhan protein di Indonesia masih di bawah AKG yaitu sebesar 54,35 gramhari di mana 40,58 persen protein disokong oleh
konsumsi serealia seperti beras. Sedangkan sumber-sumber protein seperti hewan ternak, susu, sayuran, dan telur hanya dikonsumsi masyarakat berkisar nol hingga
enam persen saja BPS, 2009. Hal ini dikarenakan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang sebagian besar menjadi beras sebagai makanan pokok sehingga
kontribusi serealia menjadi sangat besar. Pada Tabel 2 disajikan Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok Makanan.
Tabel 2. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok Makanan
2005 – 2009
No. Komoditi 2005 2006 2007 2008 2009
1 Padi-padian 23.69 23.33 22.43 22.75 22.06 2 Umbi-umbian 0.45 0.41 0.4 0.42 0.33
3 Ikan 8.02 7.49
7.77 7.94
7.28 4 Daging 2.61
1.95 2.62 2.4 2.22
5 Telur dan
susu 2.71 2.51 3.23 3.05 2.96
6 Sayur-sayuran 2.52 2.66 3.02 3.01 2.58
7 Kacang-kacangan 6.31 5.88
6.51 5.49
5.19 8 Buah-buahan 0.43 0.39 0.57 0.52 0.41
9 Minyak dan
lemak 0.48 0.45
0.46 0.39
0.34 10 Bahan
minuman 1.08 1
1.13 1.06
0.98 11 Bumbu-bumbuan 0.82
0.81 0.76
0.73 0.68
12 Konsumsi lainnya 1.03
0.95 1.43
1.37 1.21
13 Makanan jadi 6,44 5.83 7,33 8,36
8,10
Jumlah 55.27 53.65 57.66 57.49 54.35
Sumber: BPS 2010
Pada Tabel 2 dapat dilihat rata-rata konsumsi protein per kapita penduduk Indonesia sebagian besar masih bergantung pada beras-berasan yang kandungan
proteinnya hanya berkisar antara dua hingga delapan gram, dibandingkan dengan daging dan telur yang kandungan proteinnya masing-masing berkisar antara 14
sampai 55 gram dan 10 sampai 17 gram. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya kemampuan Indonesia dalam mencukupi sumber protein hewani yang berupa
daging, telur, dan susu melalui hasil dari ternak lokal. Padahal dalam kurun waktu lima tahun ke depan, kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia belum dapat
dipenuhi hanya dengan mengandalkan hasil pemotongan ternak lokal, baik ruminansia maupun nonruminansia Balitnak, 2008. Untuk memenuhi kebutuhan
protein asal ternak tersebut, pemerintah melakukan impor ternak bakalan dan daging dari negara tetangga.
Selama kurun waktu 5 tahun terakhir 2003-2007 angka impor ternak dan hasil ternak meningkat cukup tajam, baik ternak, hasil ternak, dan bahan baku
pakan dan bahan-bahan selain yang digunakan untuk pangan yang berasal dari
ternak. Sementara nilai ekspor yang masih jauh lebih kecil dibandingkan impor menyebabkan Indonesia mengalami deficit dalam neraca ekspor impor ternak
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3.
Neraca Ekspor-Impor Komoditi Peternakan Tahun 2003-2007 US 000 No
. Uraian Tahun
Year 2003 2004 2005 2006 2007
1 2
3 4 5 6 7 1 Ekspor
Export 336.492,6 356.370,1 354.644,8 288.784,9 377.671,9
2 Impor Import
512.753.0 694.099,1 817.668,2 886.754,4 1.386.482,8
3 Neraca
Balanc e
176.260,4 337.729,0
463.023,4 597.969,5
1.008.810,9
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan 2010
Tahun 2003 nilai impor keseluruhan ternak, belum termasuk bahan baku pakan dan hasil-hasilnya berjumlah US 512.753.000 yang identik Rp 4,7 triliun.
kurs rupiah ekuvalen Rp 9.200. Kemudian pada tahun 2007 ini meningkat menjadi US 1.386.482,8 ribu atau menyedot devisa senilai Rp12,8 triliun, Tetapi
nilai impor tahun 2007 akan semakin membengkak apabila kita memasukkan nilai impor bahan baku pakan unggas yang bernilai US 1.102.373.548,52 atau
berjumlah Rp. 10,2 triliun sehingga nilai impor keseluruhan peternakan untuk tahun 2007 menjadi berjumlah Rp. 22,9 triliun Ditjennak 2010. Melihat nilai
impor tehadap hewan ternak yang terus mengalami peningkatan, sudah seharusnya dikembangkan sumber daya yang ada di negara kita sendiri, misalnya
dengan mengembangkan ternak lokal yang potensial. Kelinci merupakan ternak potensial yang keberadaannya belum banyak
mendapat perhatian dari berbagai pihak. Menurut Sartika 2009, kelinci cepat dan mudah berkembang biak, sehingga sangat cocok dikembangkan pada
masyarakat miskin karena hanya membutuhkan input pakan yang relatif murah. Dengan kemampuan berkembang biak yang sangat cepat, maka kelinci sangat
memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka memenuhi kekurangan pasokan daging di Indonesia. Selain itu daging kelinci juga lebih sehat,
kandungan kolesterolnya rendah, kandungan proteinnya lebih baik dibandingkan ayam, babi, domba, dan sapi, serta kotorannya dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan pupuk organik sebagai salah satu solusi dalam mencegah pemanasan global yang saat ini menjadi perhatian dunia. Perbandingan komposisi kimia
antara kelinci dengan ternak lain disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4
. Perbandingan Komposisi Kimia Daging Kelinci dan Ternak Lainnya
Jenis Energi
kkalkg Sodium
mgg Lemak Jenuh
mgg Kadar Air
Protein Lemak
Kelinci 160
40 37 70 21 8
Ayam 200 70
67 19.5 12 Sapi
380 65 41.3
49 15.5 35 Domba
345 75 55.4 53 15
31 Babi 330
70 38.6
54.5 15
29.5 Sumber: Sarwono 2001
Komposisi gizi kelinci yang sehat tersebut membuat ternak ini cocok untuk dijadikan menu diet. Daging kelinci bisa diolah menjadi berbagai produk
turunan, seperti abon, bakso, dendeng, dan sate kelinci. Selain untuk menu diet, daging kelinci juga bisa mencegah kanker dan menolong penderita asma. Hal ini
dikarenakan kelinci mengandung niasin 8,43 mg100 gr bahan, setara dengan 42 dari total kebutuhan harian, vitamin B12 8,3 µg100 gr bahan, dan
selenium Se dengan kadar 38,5 µg100 gr bahan, suatu jumlah yang dapat menutupi sekitar 55 persen kebutuhan harian tubuh akan unsur ini dan daging
kelinci juga mengandung ketotifen, yaitu kandungan kimia organik yang mampu membantu meredakan asma.
1
Dari keunggulan-keunggulan tersebut, kelinci sudah seharusnya mampu menjadi salah satu penyumbang protein nasional yang sangat potensial. Namun
pada kenyataanya masyarakat sendiri secara psikologis masih belum nyaman mengkonsumsi daging kelinci. Hal ini dikarenakan kelinci umumnya dianggap
sebagai hewan kesayangan yang lucu dan menggemaskan. Bahkan ada yang menganggap kelinci mirip dengan kucing sehingga tidak tega untuk
1
Pramita Y. 23 Juli 2009. Gizi Kelinci Memang “Nyeni”. Pikiran Rakyat
mengkonsumsinya. Hal ini membuat daya terima masyarakat terhadap daging kelinci juga menjadi sangat rendah.
Bogor merupakan salah satu wilayah yang mulai mengembangkan kelinci sebagai komoditas hias dan pangan. Pertumbuhan populasi ternak kelinci di
Kabupaten Bogor, yang merupakan lokasi terdekat penghasil daging kelinci bagi Kota Bogor, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2008
hingga 2009, yaitu mencapai 24 persen di mana pada tahun 2008 jumlah populasi kelinci di Kabupaten Bogor sebanyak 11.362 menjadi 14.165 pada tahun 2008
Disnakan 2010. Hal ini diikuti dengan mulai menjamurnya usaha pengolahan daging kelinci di kawasan puncak dan sekitarnya. Namun para pengusaha
pengolah daging kelinci tersebut mengeluhkan antusiasme dari warga Bogor yang masih sangat rendah dalam mengkonsumsi daging kelinci. Sehingga pertumbuhan
usaha mereka terkesan lambat. Kebanyakan dari masyarakat sekitar masih awam dengan daging kelinci untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan kelinci merupakan
hewan kesayangan yang lucu dan sangat menggemaskan sehingga menimbulkan hambatan psikologis untuk mengkonsumsinya.
Daging kelinci merupakan produk baru di Kota Bogor yang sangat prospektif dikembangkan namun belum mendapatkan penerimaan dari masyarakat
luas, maka perlu dilakukan analisis mengenai konsumen daging kelinci di Kota Bogor. Adapun analisis yang akan dilakukan adalah mengenai persepsi konsumen
dan penjabaran mengenai karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor. Hal ini sangat penting dilakukan agar para pengusaha maupun calon pengusaha
yang akan masuk ke dalam industri pangan olahan berbahan baku daging kelinci memiliki gambaran mengenai konsumen yang akan menjadi sasaran mereka
sehingga pemasaran yang dilakukan bisa lebih efektif. Selain itu, dari persepsi konsumen yang sudah mengkonsumsi daging kelinci tersebut, bisa menjadi acuan
bagi konsumen lain yang belum pernah mengkonsumsi daging kelinci, sehingga diharapkan mampu meningkatkan penerimaan konsumen terhadap daging kelinci.
1.2 Rumusan Masalah