Kemiskinan Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

yang memadai, akan tetapi kekeringan musim dua tahun berturut- turut akan dapat menurunkan tingkat hidupnya sampai titik yang terendah. 2. Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak memberi peluang bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses produksi, atau mereka terperangkap dalam hubungan produksi yang eksploitatif yang menuntut kerja keras dalam jam kerja panjang dengan imbalan rendah. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar menawar mereka dalam struktur hubungan produksi amat lemah. Kemiskinan dengan demikian juga berarti hubungan dependensi kepada pemilik tanah, pimpinan proyek, elit desa dan sebagainya. 3. Kemiskinan adalah masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi emosional dan sosial menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan menyangkut dirinya tanpa memberi ksempatan untuk mengaktualisasikan diri, ketidakberdayaan menghadapi penyakit dan kematian, kekumuhan dan kekotoran. 4. Kemiskinan juga berarti menghabiskan semua atau sebagian terbesar penghasilannya untuk konsumsi, gizi mereka amat rendah yang mengakibatkan produktivitas mereka rendah. 5. Kemiskinan juga ditandai oleh tingginya rasio ketergantungan, karena besarnya keluarga dan beberapa diantaranya masih balita. Hal ini akan berpengaruh peda rendahnya konsumsi yang akan mengganggu tingkat kecerdasan mereka sehingga di dalam kompetisi merebut peluang dan sumber dalam masyarakat, anak-anak kaum miskin akan berada pada pihak yang lemah. 6. Kemiskinan juga terefleksikan dalam budaya kemiskinan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Menurut Sumodiningrat 1999 klasifikasi kemiskinan ada lima kelas, yaitu : 1. Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan. Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi Tambunan, 2006. 2. Kemiskinan Relatif Sekelompok orang dalam masyarakat dikatakan mengalami kemiskinan relatif apabila pendapatannya lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak. Penekanan dalam kemiskinan relatif adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan relatif untuk menunjukkan ketimpangan pendapatan berguna untuk mengukur ketimpangan pada suatu wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan antar wilayah yang dilakukan pada suatu wilayah tertentu. Pengukuran relatif diukur berdasarkan tingkat pendapatan, ketimpangan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia berupa kualitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan. 3. Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Alfian 1980 mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya. Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari hukum dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang ada. 4. Kemiskinan Kronis a. Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif. b. Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian daerah-daerah yang kritis akan sumberdaya alam dan daerah terpencil. c. Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar. 5. Kemiskinan Sementara Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya: 1 perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2 perubahan yang bersifat musiman, dan 3 bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

2.1.2. Ukuran Kemiskinan

Menurut Sajogyo 1977 cara mengukur kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut adalah dengan memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi kalori dan protein dengan mengungkapkan masalah garis kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada tiga golongan orang miskin yaitu golongan lapisan miskin yang mempunyai pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak 240-360 kg, dan lapisan paling miskin yang memiliki pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak kurang dari 240 kg. Bank Dunia dalam BPS 2000 menetapkan bahwa seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya dibawah US 2 per hari. Badan Pusat Statistik BPS juga memberikan pemikiran untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa setiap orang harus memenuhi 2100 kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kalori ini merupakan batas garis kemiskinan yang ditentukan oleh BPS dengan memperhitungkan kebutuhan non pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan listrik, pendapatan air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria- kriteria ini diubah dalam angka Rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS sendiri akan selalu mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu berubah BPS, 2004.

2.1.3. Ciri-Ciri Kemiskinan

Menurut Hartomo dan Aziz 1997 mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu : 1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal maupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sendiri sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas. 2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi. 3. Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar. Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah, sehingga secara turun-temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan garis kemiskinan. 4. Kebanyakan mereka tinggal di perdesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota. 5. Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota dibanyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di negara-negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam kantong-kantong kemelaratan. Menurut Sumedi dan Supadi 2004 masyarakat miskin mempunyai beberapa ciri sebagai berikut 1 tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka, 2 tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada, 3 rendahnya kualitas SDM termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada rendahnya penghasilan, 4 terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme, 5 rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti air bersih dan penerangan.

2.1.4. Faktor Penyebab Kemiskinan

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz 1997 yaitu : 1. Pendidikan yang Terlampau Rendah Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja. 2. Malas Bekerja Adanya sikap malas bersikap pasif atau bersandar pada nasib menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja. 3. Keterbatasan Sumber Alam Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin. 4. Terbatasnya Lapangan Kerja Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan. 5. Keterbatasan Modal Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan. 6. Beban Keluarga Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi. Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati 2006, kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu : 1. Rendahnya Taraf Pendidikan Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang. 2. Rendahnya Derajat Kesehatan Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa. 3. Terbatasnya Lapangan Kerja Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan. 4. Kondisi Keterisolasian Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Menurut Suryadiningrat 2003, kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya : 1 keengganan bekerja dan berusaha, 2 kebodohan, 3 motivasi rendah, 4 tidak memiliki rencana jangka panjang, 5 budaya kemiskinan, dan 6 pemahaman keliru terhadap kemiskinan. Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat : 1 ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu dan 2 kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin. Nasikun dalam Suryawati 2005 menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu : 1 Pelestarian Proses Kemiskinan Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan. 2 Pola Produksi Kolonial Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor. 3 Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas. 4 Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam. Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus. 5 Peminggiran Kaum Perempuan Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki. 6 Faktor Budaya dan Etnik Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam sub bab ini akan dibahas penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian mengenai kemiskinan. Penelitian Intania 2002 menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan adalah 1 umur, 2 tingkat pendapatan, 3 jumlah beban keluarga, 4 pendapatan, 5 pengalaman, dan 6 pelayanan pengelolaan kegiatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan pesanggem orang yang menggarap lama menurut Widyanti 2001 dalam penelitiannya tentang telaah terhadap partisipasi, pendapatan dan tingkat kemiskinan peserta program perhutanan sosial, menunjukkan faktor-faktor tersebut adalah jenis mata pencaharian pesanggem, luas penguasaan lahan pesanggem, pola usaha tani pesanggem dan pendapatan rumah tangga pesanggem. Berdasarkan hasil penelitian Nur 2004 mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam proyek penanggulangan kemiskinan di perkotaan, didapatkan beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan P2KP yaitu faktor internal, faktor eksternal, dukungan pemimpin formal, pendidikan formal, pengalaman berusaha dan motivasi anggota kelompok dengan tingkat pemecahan masalah yang dihadapinya, namun yang berhubungan nyata dengan pola komunikasi dalam kelompok P2KP adalah dukungan pemimpin formal. Penelitian Wiraswara 2005 menunjukan terdapat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Variabel-variabel tersebut antara lain angka melek huruf, keterjangkauan rumah tangga terhadap listrik, selain itu variabel dummy kabupatenkota di Jawa juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Ketiga variabel ini menurut data tahun 2002 memiliki kemampuan untuk mengurangi angka kemiskinan. Angka kemiskinan lebih tinggi dari kabupatenkota di luar Jawa dan persentase penduduk yang melek huruf kabupatenkota di Jawa lebih rendah dari kabupatenkota di luar Jawa. Kabupatenkota di Jawa lebih unggul dalam persentase rumah tangga yang terjangkau listrik. Penelitian Nurhayati 2007 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Jawa Barat tahun 2004 dengan menggunakan model ekonometrika persamaan simultan 2SLS menghasilkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan pada taraf nyata 10 persen adalah pendapatan dan pendidikan. Penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia” memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitian dimana dalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh provinsi di Indonesia dan alat analisis yang digunakan, yaitu menggunakan analisis panel data.

2.3. Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Asia. Kemiskinan di Indonesia pada masa kini cukup meluas bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, alasan kemiskinan di Indonesia dapat dihubungkan dengan penduduknya yang terus bertambah dari tahun ke tahun, yaitu penduduk Indonesia mencapai 213,55 juta jiwa pada tahun 2003, meningkat menjadi 216,38 juta jiwa pada tahun 2004, dan semakin meningkat menjadi 219,85 juta jiwa pada tahun 2005. Pertumbuhan penduduk yang cepat menghendaki pemenuhan hidup yang meningkat pula, seiring dengan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup maka seharusnya tingkat pertumbuhan kesempatan kerja ditingkatkan juga. Dalam keadaan terbatasnya lapangan pekerjaan, maka akan sulit bagi sebagian angkatan kerja untuk memperoleh pekerjaan. Keadaan kesulitan memperoleh pekerjaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan tingkat pengangguran meningkat yang pada akhirnya dapat menyebabkan kemiskinan. Penelitian ini menduga bahwa tingkat prndapatan, pendidikan dan pengangguran mempengaruhi kemiskinan. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran