Perkembangan Pembangunan Manusia dan Laju Inflasi

Tabel 4.4 Perkembangan Indek Pembangunan Manusia Tahun IPM 2002 65,8 2003 67,3 2004 68,7 2005 69,6 2006 70,1 Sumber : BPS, 2007 Laju inflasi di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 tercatat laju inflasi tahunan Indonesia sebesar 5,33 persen, laju inflasi meningkat menjadi 6,18 persen pada tahun 2004. Pada tahun 2005 laju inflasi meningkat sebesar 12,2 persen yaitu menjadi 18,38 persen. Pada bulan Oktober 2006 terjadi inflasi 0,86 persen. Dari 45 kota tercatat 41 kota mengalami inflasi dan 4 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Ternate 2,98 persen dan inflasi terendah di Balikpapan srbesar 0,02 persen. Sedangkan deflasi terbesar di Kendari sebesar 0,66 persen, dan deflasi terkecil di Palu 0,06 persen, sedangkan laju inflasi tahunan di Indonesia tahun 2006 menurun sebesar 12,09 persen menjadi 6.29 persen. Pada bulan november 2007 terjadi inflasi sebesar 0.18 persen, dari 45 kota tercatat 32 kota mengalami inflasi dan 13 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Manado 2,01 persen dan inflasi terendah di Balikpapan 0,04 persen. Sedangkan deflasi terbesar terjadi di Makassar 1,74 persen dan terkecil di Jayapura 0,03 persen. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok barang dan jasa sebagai berikut: kelompok bahan makanan 0,04 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok tembakau 0,43 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas bahan bakar 0,12 persen, kelompok sandang 1,66 persen, kelompok kesehatan 0,26 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,11 persen. Sedangkan kelompok transpor, komunikasi jasa keuangan mengalami deflasi 0,27 persen. Sedangkan laju infalasi tahunan di indonesia pada tahun 2007 menurun sebesar 0.42 persen yaitu menjadi menjadi 6,71 persen. Tabel 4.5 laju inflasi Tahunan Tahun Laju Inflasi 2003 5,33 2004 6,18 2005 18,38 2006 6,29 Sumber : BPS, 2007

4.6. Program Pengentasan Kemiskinan

Sudah sejak lama kemiskinan dipercaya sebagai sumber utama kesusahan di masyarakat, seperti munculnya penyakit, keterbelakangan mental, kekurangan nutrisi, bahkan terjadinya konflik. Tak mengherankan jika dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, dan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan pentingnya kesamaan harkat dan martabat manusia, telah menjadikan fenomena kemiskinan sebagai suatu permasalahan yang banyak mendapatkan perhatian lebih. Berbagai telaah dalam ilmu sosial dan juga ekonomi banyak dilakukan, terutama untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep kemiskinan dan penyelesaian yang benar-benar efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Pemerintah Indonesia dalam upayanya mengentaskan kemiskinan melakukan beberapa langkah, diantaranya program Beras Miskin Raskin, Bantuan Langsung Tunai BLT, Program Pemberdayaan Nasional Mandiri PNPM dan Bantuan Operasional Sekolah BOS.

4.6.1. Program Beras Miskin Raskin

Program Beras Miskin Raskin pada dasarnya merupakan kelanjutan dari program Operasi Pasar Khusus OPK yang diluncurkan pada Juli 1998 di bawah program Jaring Pengaman Sosial JPS. Selama sembilan tahun pelaksanaan program, berbagai pihak telah melakukan evaluasi dan hasilnya telah memberikan input bagi perbaikan konsep dan pelaksanaan program. Beberapa penyesuaian yang telah dilakukan antara lain meliputi perubahan nama, jumlah beras per rumah tangga, frekuensi distribusi, sumber dan jenis data sasaran penerima manfaat, dan penyediaan lembaga pendamping. Pada 2002, pemerintah mengganti nama OPK menjadi Raskin agar lebih mencerminkan sifat program, yakni sebagai bagian dari program perlindungan sosial bagi Rumah Tangga Miskin RTM, tidak lagi sebagai program darurat penanggulangan dampak krisis ekonomi. Penetapan jumlah beras per bulan per RTM yang pada awalnya 10 kg, selama beberapa tahun berikutnya bervariasi dari 10 hingga 20 kg, dan pada 2007 kembali menjadi 10 kg. Frekuensi distribusi yang pada tahun-tahun sebelumnya 12 kali, pada 2006 berkurang menjadi 10 kali, dan pada 2007 kembali menjadi 12 kali per tahun. Sasaran penerima manfaat yang