Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia

(1)

OLEH DADAN HUDAYA

H14103O74

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

Indonesia (dibimbing olehALLA ASMARA).

Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup, dan merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh sebagian besar negara sedang berkembang serta merupakan salah satu indikator ekonomi untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa. Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di pedesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa, atau berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa dan pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.

Penelitian ini betujuan (1) Mendeskripsikan keadaan kemiskinan di Indonesia dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia. Sedangkan sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Perpustakaan LSI IPB. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisa data-data kemiskinan yang telah diperoleh adalah analisis panel data dengan bantuan perangkat lunakMicrosoft Excel 2000dan E-Views 5.1.

Hasil analisa menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memiliki nilai koefisien 773.3819, artinya apabila tingkat pengangguran meningkat sebesar 1 persen, maka jumlah penduduk miskin akan meningkat sebesar 773.3819 jiwa. Ini berarti terjadi korelasi yang positif antara TPT dan tingkat kemiskinan. hal tersebut sesuai dengan hipotesis, bahwa tingkat pengangguran memiliki korelasi yang positif dengan tingkat kemiskinan.

Variabel Pendapatan Perkapita (PP) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan dan memiliki hubungan yang negatif. Nilai probabilitas ( p-value) sebesar 0.0000 dan koefisien yang diperoleh sebesar -0.044023, artinya apabila PP meningkat sebesar 100 rupiah maka jumlah penduduk miskin menurun sebesar 4,4023 jiwa. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pendapatan memiliki korelasi yang negatif terhadap tingkat kemiskinan. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita maka angka kemiskinan akan menurun.

Variabel Angka Melek Huruf (AMH) sebagai indikator tingkat pendidikan berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat kemiskinan dengan nilai probabilitas (p-value) 0.0000. Koefisien AMH yang


(3)

penduduk miskin, persentase penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan serta Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia untuk periode 2002-2004 semakin membaik. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan yang terjadi di Indonesia salah satunya tergantung dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat, pengeluaran penduduk terhadap pendidikan serta tergantung pada kebijakan pemerintah dalam menurunkan tingkat pengangguran.

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian adalah provinsi-provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi perlu diberi perhatian lebih besar oleh pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan melalui peningkata kualitas pendidikan seperti penambahan anggaran Dana BOS tanpa mengabaikan provinsi-provinsi lainya. Pemerintah harus memaksimalkan kinerjanya yang terfokus kepada penduduk miskin melalui penambahan tingkat kesempatan kerja melalui proyek-proyek padat karya, atau dengan peningkatan kemampuan tenaga.


(4)

Oleh

DADAN HUDAYA H14103074

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dadan Hudaya

Nomor Pokok : H14103074

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, SPt, M.Si. NIP : 197301131997021001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP : 196410231989032002


(6)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2009

Dadan Hudaya H14103074


(7)

Tasikmalaya, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Engkus Kusnadi dan Ibu Nonah Normawati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Al-Irsyad, kemudian melanjutkan ke SLTP N 9 Bogor. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Rimba Madya dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis telah aktif sebagai wiraswasta.


(8)

Puji serta syukur pertama-tama penulis ucapkan kepada Allah SWT yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad SAW sebagai pemimpin besar revolusi umat manusia menuju zaman yang penuh dengan rahmat dan hidayah-Nya.

Skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesiaini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Engkus Kusnadi dan Ibunda Nonah Normawati atas doa dan dukungannya serta kakanda Milah Carmilah. 2. Alla Asmara, SPt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tanti Novianti, S.P, M.Si dan Widyastutik, SE, M.Si selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat.

4. Spesial thanks to Eriza Kusumadewi yang terus memberikan semangat dan dorongan.

5. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, Yusuf, Angga Oktapriono, Nova Harry, Rifky, Hendra, Agung, Zainul, Ryan dan Erik serta seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi A’40 & A’41.


(9)

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Juli 2009

Dadan Hudaya H14103074


(10)

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Kemiskinan... 6

2.1.1. Definisi Kemiskinan... 6

2.1.2. Ukuran-ukuran kemiskinan... 10

2.1.3. Ciri-ciri Kemiskinan... 11

2.1.4. Faktor Penyebab Kemiskinan ... 13

2.2. Penelitian Terdahulu ... 17

2.3. Kerangka Pemikiran... 19

2.4. Hipotesis Penelitian ... 21

III. METODE PENELITIAN... 22

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.2. Metode Analisis ... 22

3.2.1. Analisis deskriftif ... 22

3.2.2. Analisis Panel Data ... 23

3.2.3. Pemilihan Model Data ... 30

3.2.3.1. Chow Test... 31

3.2.3.2. Hausman Test ... 32


(11)

OLEH DADAN HUDAYA

H14103O74

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

Indonesia (dibimbing olehALLA ASMARA).

Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup, dan merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh sebagian besar negara sedang berkembang serta merupakan salah satu indikator ekonomi untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa. Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di pedesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa, atau berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa dan pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.

Penelitian ini betujuan (1) Mendeskripsikan keadaan kemiskinan di Indonesia dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia. Sedangkan sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Perpustakaan LSI IPB. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisa data-data kemiskinan yang telah diperoleh adalah analisis panel data dengan bantuan perangkat lunakMicrosoft Excel 2000dan E-Views 5.1.

Hasil analisa menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memiliki nilai koefisien 773.3819, artinya apabila tingkat pengangguran meningkat sebesar 1 persen, maka jumlah penduduk miskin akan meningkat sebesar 773.3819 jiwa. Ini berarti terjadi korelasi yang positif antara TPT dan tingkat kemiskinan. hal tersebut sesuai dengan hipotesis, bahwa tingkat pengangguran memiliki korelasi yang positif dengan tingkat kemiskinan.

Variabel Pendapatan Perkapita (PP) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan dan memiliki hubungan yang negatif. Nilai probabilitas ( p-value) sebesar 0.0000 dan koefisien yang diperoleh sebesar -0.044023, artinya apabila PP meningkat sebesar 100 rupiah maka jumlah penduduk miskin menurun sebesar 4,4023 jiwa. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pendapatan memiliki korelasi yang negatif terhadap tingkat kemiskinan. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita maka angka kemiskinan akan menurun.

Variabel Angka Melek Huruf (AMH) sebagai indikator tingkat pendidikan berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap tingkat kemiskinan dengan nilai probabilitas (p-value) 0.0000. Koefisien AMH yang


(13)

penduduk miskin, persentase penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan serta Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia untuk periode 2002-2004 semakin membaik. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan yang terjadi di Indonesia salah satunya tergantung dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat, pengeluaran penduduk terhadap pendidikan serta tergantung pada kebijakan pemerintah dalam menurunkan tingkat pengangguran.

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian adalah provinsi-provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi perlu diberi perhatian lebih besar oleh pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan melalui peningkata kualitas pendidikan seperti penambahan anggaran Dana BOS tanpa mengabaikan provinsi-provinsi lainya. Pemerintah harus memaksimalkan kinerjanya yang terfokus kepada penduduk miskin melalui penambahan tingkat kesempatan kerja melalui proyek-proyek padat karya, atau dengan peningkatan kemampuan tenaga.


(14)

Oleh

DADAN HUDAYA H14103074

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dadan Hudaya

Nomor Pokok : H14103074

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, SPt, M.Si. NIP : 197301131997021001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP : 196410231989032002


(16)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2009

Dadan Hudaya H14103074


(17)

Tasikmalaya, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Engkus Kusnadi dan Ibu Nonah Normawati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Al-Irsyad, kemudian melanjutkan ke SLTP N 9 Bogor. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Rimba Madya dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis telah aktif sebagai wiraswasta.


(18)

Puji serta syukur pertama-tama penulis ucapkan kepada Allah SWT yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad SAW sebagai pemimpin besar revolusi umat manusia menuju zaman yang penuh dengan rahmat dan hidayah-Nya.

Skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesiaini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Engkus Kusnadi dan Ibunda Nonah Normawati atas doa dan dukungannya serta kakanda Milah Carmilah. 2. Alla Asmara, SPt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tanti Novianti, S.P, M.Si dan Widyastutik, SE, M.Si selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat.

4. Spesial thanks to Eriza Kusumadewi yang terus memberikan semangat dan dorongan.

5. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, Yusuf, Angga Oktapriono, Nova Harry, Rifky, Hendra, Agung, Zainul, Ryan dan Erik serta seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi A’40 & A’41.


(19)

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Juli 2009

Dadan Hudaya H14103074


(20)

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Kemiskinan... 6

2.1.1. Definisi Kemiskinan... 6

2.1.2. Ukuran-ukuran kemiskinan... 10

2.1.3. Ciri-ciri Kemiskinan... 11

2.1.4. Faktor Penyebab Kemiskinan ... 13

2.2. Penelitian Terdahulu ... 17

2.3. Kerangka Pemikiran... 19

2.4. Hipotesis Penelitian ... 21

III. METODE PENELITIAN... 22

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.2. Metode Analisis ... 22

3.2.1. Analisis deskriftif ... 22

3.2.2. Analisis Panel Data ... 23

3.2.3. Pemilihan Model Data ... 30

3.2.3.1. Chow Test... 31

3.2.3.2. Hausman Test ... 32


(21)

3.2.4. Evaluasi Model... 34

3.2.4.1. Multikolinearitas... 34

3.2.4.2. Autokorelasi ... 35

3.2.4.3. Heteroskedastisitas... 35

3.3. Model Umum Penelitian ... 36

IV. GAMBARAN UMUM... 38

4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan ... 38

4.2. Keadaan Perekonomian... 39

4.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan ... 40

4.4. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka dan Angka Melek huruf ... 41

4.5. Perkembangan Pembangunan Manusia dan Laju Inflasi ... 42

4.6. Program Pengentasan Kemiskinan ... 44

4.6.1. Program Beras Miskin ... 45

4.6.2. PNPM ... 48

4.6.3. Program Bantuan Operasional Sekolah... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 50

5.1. Gambaran Kemiskinan di Indonesia... 50

5.1.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin... 50

5.1.2. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin ... 52

5.1.3. Indek Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan... 54

5.2. Hasil estimasi Model... 61

5.3. Interpretasi Model... 64

5.3.1. Tingkat Pengangguran Terbuka ... 64

5.5.2. Pendapatan Perkapita ... 64

5.5.3. Angka Melek Huruf... 65

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 67

6.1. Kesimpulan... 67

6.2. Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA... 69


(22)

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Produk Domestik Regional atas dasar harga konstan ... 4 3.1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi ... 35 4.1. Indikator Perekonomian Indonesia ... 40 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin ... 41 4.3. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka dan Angka

Melek Huruf ... 42 4.4. Perkembangan Pembangunan Manusia ... 43 4.5. Laju Inflasi Tahunan ... 44 4.6. Jumlah Rumah Tangga dan Pagu Alokasi raskin Nasional ... 47 5.1. Indek Kedalaman Kemiskinan ... 56 5.2. Indek Keparahan Kemiskinan ... 60 5.3. Hasil Estimasi Panel Data ... 62


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Perkembangan Penduduk Miskin Nasional... 3 2.1. Kerangka Pemikiran... 20 3.1. Pengujian Pemilihan Model ... 31 4.1. Jumlah Penerima Raskin ... 46 5.1. Jumlah Penduduk Miskin ... 52 5.2. Persentase Penduduk Miskin... 54


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tabel PDRB atas Dasar Harga Konstan ... 68 2. Tabel Jumlah Penduduk ... 69 3. Tabel Angka Melek Huruf ... 70 4. Tabel Hasil Estimasi Panel Data ... 71


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan sering menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan dalam berbagai forum baik nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah muncul ratusan tahun yang lalu. Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan dalam berbagai keadaan hidup. Perkembangan kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, dengan semakin menurunnya tingkat kemiskinan yang ada maka dapat disimpulkan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu negara.

Kemiskinan, disamping pengangguran dan ketimpangan merupakan masalah klasik yang besar dan mendasar bagi sebagian besar negara sedang berkembang termasuk di Indonesia. Berbagai indikator dan parameter untuk mengukur tingkat kemiskinan dan menghitung jumlah penduduk miskin telah lama diformulasikan dan dikembangkan para pakar dalam bidang ilmu ekonomi dan sosial lainnya.

Dalam mewujudkan tujuan negara, pemerintah secara terus menerus telah melakukan program pembangunan nasional. Dua sasaran utama yang selalu mendapat perhatian dalam program pembangunan nasional adalah pengentasan kemiskinan dan penurunan angka pengangguran. Pada masa pemerintahan orde baru, upaya pemerintah untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran dapat dikatakan cukup berhasil, namun setelah terjadinya krisis moneter pada tahun


(27)

1996 angka kemiskinan dan pengangguran meningkat kembali sehingga hasil kinerja terhadap dua sasaran pembangunan tersebut, hasilnya belum menggembirakan. Kemiskinan di Indonesia sampai saat ini masih terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan, bahkan sekarang ini dapat dikatakan semakin memprihatinkan bila dibandingkan dengan tahun–tahun sebelumnya.

Berdasarkan Gambar 1.1 menunjukan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980.

Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan hingga mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini menurun sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.


(28)

Sumber : BPS, 2007

Gambar 1.1. Perkembangan Penduduk Miskin Nasional

1.2. Perumusan Masalah

Tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Demikian diamanatkan oleh UUD 1945 pada pasal 27 ayat (2). Dalam hal ini, berarti dengan dukungan sumber kekayaan yang melimpah, pemerintah bertanggungjawab terhadap masalah kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah masalah kemiskinan yang dialami oleh setiap warga negaranya. Namun pada kenyataannya tingkat pendidikan yang rendah, terjadinya gizi buruk, pengangguran serta kriminalitas yang tinggi menunjukan sebagian rakyat Indonesia masih tergolong hidup miskin.

Tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dapat dilihat dari pendapatan dan pertumbuhan ekonomi didaerah tersebut. Jika pendapatan dan pertumbuhan ekonomi meningkat maka tingkat kesejahteraan penduduk juga meningkat. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa PDRB per provinsi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada periode 2001-2004, hal ini menunjukan pertumbuhan ekonomi di Indonesia terus mengalami

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000

1976 1980 1984 1990 1996 1999 2001 2003 2005 2007

Kota Desa total


(29)

peningkatan, namun peningkatan tersebut tidak selalu diiringi oleh penurunan tingkat kemiskinan secara signifikan (BPS, 2004). Hal itu dikarenakan pelaksanaan dan pemahaman pengentasan kemiskinan belum dipahami secara menyeluruh terkait dengan masalah kemiskinan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (Triliun Rupiah) dan Penduduk Miskin (Persen) menurut Provinsi

Sumber: BPS, 2004

PDRB Persentase Penduduk Miskin Provinsi

2002 2003 2004 2002 2003 2004 NAD 42,34 44,68 40,38 20,09 29,76 28,47

Sumatra Utara 75,19 78,81 83,33 13,60 15,89 14,93

Sumatra Barat 24,84 26,15 27,58 13,34 11,24 10,46

Riau 96,87 99,85 103,73 7,40 13,52 13,12

Jambi 10,80 11,34 11,95 19,04 12,74 12,45

Sumatra Selatan 43,64 45,25 47,34 22,62 21,54 20,92

Bengkulu 5,31 5,60 5,90 25,60 22,69 22,39

Lampung 25,43 26,90 28,26 22,42 22,63 22,22

Bangka Belitung 6,90 7,72 7,97 9,98 10,06 9,07

DKI Jakarta 250,33 263,63 278,52 3,42 3,42 3,18

Jawa Barat 211,40 221,63 233,06 13,62 12,90 12,10

Jawa Tengah 123,04 129,17 135,79 20,50 21,78 21,11

DI Yogyakarta 14,69 15,36 16,15 16,17 19,86 19,14

Jawa Timur 218,45 228,88 242,23 18,90 20,93 20,08

Banten 49,45 51,96 54,88 6,47 9,56 8,58

Bali 18,42 19,08 19,96 5,72 7,34 6,85

NTB 13,54 14,07 14,95 34,10 26,34 25,38

NTT 8,62 9,02 9,44 21,49 28,63 27,86

Kalimantan Barat 20,74 21,38 22,40 17,47 14,49 13,91

Kalimantan Tengah 11,90 12,49 13,18 7,45 11,37 10,44

Kalimantan selatan 18,61 19,48 20,49 6,76 8,16 7,19

Kalimantan Timur 87,85 89,48 91,05 5,17 12,15 11,57

Sulawesi Utara 11,29 11,65 12,15 4,66 9,01 8,94

Sulawesi Tengah 9,60 10,20 10,93 20,04 23,04 21,69

Sulawesi Selatan 33,64 35,41 37,29 7,16 15,85 14,90

Sulawesi Tenggara 6,47 6,96 7,48 10,69 22,84 21,90

Gorontalo 1,65 1,77 1,90 22,94 29,25 29,01

Maluku 2,85 2,97 3,10 12,76 32,85 32,13

Maluku Utara 1,96 2,03 2,13 13,17 13,92 12,42


(30)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis kesejahteraan masyarakat, adapun perumusan masalah lebih rinci adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran kemiskinan di Indonesia?

2. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan keadaan kemiskinan di Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi penulis, penelitian ini berguna dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diterima selama perkuliahan.

2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan sebagai sarana pembelajaran dalam menambah wawasan dan sebagai salah satu sumber informasi dan bahan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi pembuat kebijakan yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan, penelitian ini diharapkan berguna dalam memberikan informasi serta menjadi bahan masukan untuk merumuskan berbagai kebijakan di masa yang akan datang.


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Kemiskinan

Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti pangan, perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Kemiskinan adalah suatu kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (BAPPENAS dalam BPS, 2002).

2.1. 1. Definisi Kemiskinan

Menurut Suparlan (1984) kemiskinan merupakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang terolong sebagai orang miskin.

Menurut Saldanha (1998) persoalan kemiskinan mengandung enam masalah pokok, yaitu :

1. Masalah kemiskinan adalah kerentanan. Pembangunan infrastruktur ekonomi dan pertanian dapat saja meningkatkan pendapatan petani dalam jumlah besar


(32)

yang memadai, akan tetapi kekeringan musim dua tahun berturut- turut akan dapat menurunkan tingkat hidupnya sampai titik yang terendah.

2. Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak memberi peluang bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses produksi, atau mereka terperangkap dalam hubungan produksi yang eksploitatif yang menuntut kerja keras dalam jam kerja panjang dengan imbalan rendah. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar menawar mereka dalam struktur hubungan produksi amat lemah. Kemiskinan dengan demikian juga berarti hubungan dependensi kepada pemilik tanah, pimpinan proyek, elit desa dan sebagainya.

3. Kemiskinan adalah masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi emosional dan sosial menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan menyangkut dirinya tanpa memberi ksempatan untuk mengaktualisasikan diri, ketidakberdayaan menghadapi penyakit dan kematian, kekumuhan dan kekotoran.

4. Kemiskinan juga berarti menghabiskan semua atau sebagian terbesar penghasilannya untuk konsumsi, gizi mereka amat rendah yang mengakibatkan produktivitas mereka rendah.

5. Kemiskinan juga ditandai oleh tingginya rasio ketergantungan, karena besarnya keluarga dan beberapa diantaranya masih balita. Hal ini akan berpengaruh peda rendahnya konsumsi yang akan mengganggu tingkat kecerdasan mereka sehingga di dalam kompetisi merebut peluang dan sumber


(33)

dalam masyarakat, anak-anak kaum miskin akan berada pada pihak yang lemah.

6. Kemiskinan juga terefleksikan dalam budaya kemiskinan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.

Menurut Sumodiningrat (1999) klasifikasi kemiskinan ada lima kelas, yaitu :

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.

Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi (Tambunan, 2006).

2. Kemiskinan Relatif

Sekelompok orang dalam masyarakat dikatakan mengalami kemiskinan relatif apabila pendapatannya lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak.


(34)

Penekanan dalam kemiskinan relatif adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan relatif untuk menunjukkan ketimpangan pendapatan berguna untuk mengukur ketimpangan pada suatu wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan antar wilayah yang dilakukan pada suatu wilayah tertentu. Pengukuran relatif diukur berdasarkan tingkat pendapatan, ketimpangan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia berupa kualitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan. 3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Alfian (1980) mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya. Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari hukum dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang ada.


(35)

4. Kemiskinan Kronis

a. Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif.

b. Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah yang kritis akan sumberdaya alam dan daerah terpencil).

c. Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.

5. Kemiskinan Sementara

Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya: 1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2) perubahan yang bersifat musiman, dan 3) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

2.1.2. Ukuran Kemiskinan

Menurut Sajogyo (1977) cara mengukur kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut adalah dengan memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan mengungkapkan masalah garis kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada tiga golongan orang miskin yaitu golongan lapisan miskin yang mempunyai pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan perkapita per


(36)

tahun beras sebanyak 240-360 kg, dan lapisan paling miskin yang memiliki pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak kurang dari 240 kg. Bank Dunia dalam BPS (2000) menetapkan bahwa seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya dibawah US $ 2 per hari.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga memberikan pemikiran untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa setiap orang harus memenuhi 2100 kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kalori ini merupakan batas garis kemiskinan yang ditentukan oleh BPS dengan memperhitungkan kebutuhan non pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan listrik, pendapatan air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-kriteria ini diubah dalam angka Rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS sendiri akan selalu mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu berubah (BPS, 2004).

2.1.3. Ciri-Ciri Kemiskinan

Menurut Hartomo dan Aziz (1997) mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :

1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal maupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sendiri sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.


(37)

2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi. 3. Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar.

Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah, sehingga secara turun-temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan garis kemiskinan.

4. Kebanyakan mereka tinggal di perdesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota.

5. Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota dibanyak


(38)

negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di negara-negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam kantong-kantong kemelaratan.

Menurut Sumedi dan Supadi (2004) masyarakat miskin mempunyai beberapa ciri sebagai berikut 1) tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka, 2) tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada, 3) rendahnya kualitas SDM termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada rendahnya penghasilan, 4) terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme, 5) rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti air bersih dan penerangan.

2.1.4. Faktor Penyebab Kemiskinan

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz (1997) yaitu :

1). Pendidikan yang Terlampau Rendah

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan


(39)

pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.

2). Malas Bekerja

Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.

3). Keterbatasan Sumber Alam

Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.

4). Terbatasnya Lapangan Kerja

Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.

5). Keterbatasan Modal

Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.

6). Beban Keluarga

Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.


(40)

Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu :

1. Rendahnya Taraf Pendidikan

Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.

2. Rendahnya Derajat Kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya Lapangan Kerja

Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.

4. Kondisi Keterisolasian

Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

Menurut Suryadiningrat (2003), kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran


(41)

ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya : 1) keengganan bekerja dan berusaha, 2) kebodohan, 3) motivasi rendah, 4) tidak memiliki rencana jangka panjang, 5) budaya kemiskinan, dan 6) pemahaman keliru terhadap kemiskinan. Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat : 1) ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu dan 2) kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.

Nasikun dalam Suryawati (2005) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1) Pelestarian Proses Kemiskinan

Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

2) Pola Produksi Kolonial

Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.

3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.


(42)

4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.

Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus. 5) Peminggiran Kaum Perempuan

Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.

6) Faktor Budaya dan Etnik

Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam sub bab ini akan dibahas penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian mengenai kemiskinan. Penelitian Intania (2002) menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan adalah 1) umur, 2) tingkat pendapatan, 3) jumlah beban keluarga, 4) pendapatan, 5) pengalaman, dan 6) pelayanan pengelolaan kegiatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan pesanggem (orang yang menggarap lama) menurut Widyanti (2001) dalam penelitiannya tentang telaah terhadap partisipasi, pendapatan dan tingkat kemiskinan peserta program


(43)

perhutanan sosial, menunjukkan faktor-faktor tersebut adalah jenis mata pencaharian pesanggem, luas penguasaan lahan pesanggem, pola usaha tani pesanggem dan pendapatan rumah tangga pesanggem.

Berdasarkan hasil penelitian Nur (2004) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam proyek penanggulangan kemiskinan di perkotaan, didapatkan beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yaitu faktor internal, faktor eksternal, dukungan pemimpin formal, pendidikan formal, pengalaman berusaha dan motivasi anggota kelompok dengan tingkat pemecahan masalah yang dihadapinya, namun yang berhubungan nyata dengan pola komunikasi dalam kelompok P2KP adalah dukungan pemimpin formal.

Penelitian Wiraswara (2005) menunjukan terdapat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Variabel-variabel tersebut antara lain angka melek huruf, keterjangkauan rumah tangga terhadap listrik, selain itu variabel dummy kabupaten/kota di Jawa juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Ketiga variabel ini menurut data tahun 2002 memiliki kemampuan untuk mengurangi angka kemiskinan. Angka kemiskinan lebih tinggi dari kabupaten/kota di luar Jawa dan persentase penduduk yang melek huruf kabupaten/kota di Jawa lebih rendah dari kabupaten/kota di luar Jawa. Kabupaten/kota di Jawa lebih unggul dalam persentase rumah tangga yang terjangkau listrik.

Penelitian Nurhayati (2007) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Jawa Barat tahun 2004 dengan menggunakan model


(44)

ekonometrika persamaan simultan 2SLS menghasilkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan pada taraf nyata 10 persen adalah pendapatan dan pendidikan.

Penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia” memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitian dimana dalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh provinsi di Indonesia dan alat analisis yang digunakan, yaitu menggunakan analisis panel data.

2.3. Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Asia. Kemiskinan di Indonesia pada masa kini cukup meluas bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, alasan kemiskinan di Indonesia dapat dihubungkan dengan penduduknya yang terus bertambah dari tahun ke tahun, yaitu penduduk Indonesia mencapai 213,55 juta jiwa pada tahun 2003, meningkat menjadi 216,38 juta jiwa pada tahun 2004, dan semakin meningkat menjadi 219,85 juta jiwa pada tahun 2005.

Pertumbuhan penduduk yang cepat menghendaki pemenuhan hidup yang meningkat pula, seiring dengan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup maka seharusnya tingkat pertumbuhan kesempatan kerja ditingkatkan juga. Dalam keadaan terbatasnya lapangan pekerjaan, maka akan sulit bagi sebagian angkatan kerja untuk memperoleh pekerjaan. Keadaan kesulitan memperoleh pekerjaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan tingkat pengangguran meningkat yang pada


(45)

akhirnya dapat menyebabkan kemiskinan. Penelitian ini menduga bahwa tingkat prndapatan, pendidikan dan pengangguran mempengaruhi kemiskinan.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pemenuhan kebutuhan hidup

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan

Pendapatan

Analisis panel data

Pengangguran Pendidikan

Rekomendasi kebijakan dalam rangka program penanggulangan kemiskinan

Keadaan masyarakat di Indonesia

Laju pertumbuhan penduduk

yang cepat Pengangguran


(46)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, semakin banyak masyarakat yang berpendidikan maka tingkat kemiskinan yang terjadi akan semakin rendah.

2. Pendapatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, semakin besar jumlah pendapatan maka tingkat kemiskinan akan semakin rendah. 3. Tingkat pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan,

semakin besar jumlah pengangguran maka tingkat kemiskinan akan semakin tinggi.


(47)

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan meliputi: 1) persentase dan jumlah penduduk miskin menurut provinsi, 2) angka melek huruf, 3) tingkat pengangguran serta berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Sumber data diperoleh dari: 1) Badan Pusat Statistik (BPS), dan 2) publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada penelitian ini adalah tahun 2002 sampai dengan tahun 2006.

3.2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis gambaran kemiskinan di Indonesia dilakukan dengan deskriptif, sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia digunakan analisis panel data. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunakMicrosoft Excel 2003dan E-Views 5.1.

3.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam penelitian ini meliputi keadaan penduduk miskin di Indonesia yang diukur dengan Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan adalah kesenjangan atau gap antara


(48)

pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana :

= 0, 1, 2,

Z = Garis Kemiskinan.

yi = Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i = 1, 2,....q), yi < z.

Q = Banyaknya penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan n = Jumlah penduduk.

Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan merupakan kesenjangan diantara penduduk miskin, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

     n i Fci Fci fpi GR 1 ] 1 [ * 1 dimana :

GR = Gini Ratio

fpi = frekuensi penduduk di kelas pengeluaran ke-i

Fci = frekuensi kumulatif jumlah pengeluaran di kelas pengeluaran ke-i Fci-1 = frekuensi kumulatif jumlah pengeluaran di kelas pengeluaran ke-(i-1)

3.2.2. Analisis Panel Data

Dalam melakukan sebuah penelitian, banyaknya data merupakan salah satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang

       q i z yi z n P 1 1


(49)

dikehendaki. Masalah keterbatasan data dalam sebuah penelitian merupakan hal yang sering dialami oleh para peneliti, terkadang dalam penelitian yang menggunakan dataseries, data yang tersedia terlalu pendek sehingga pengolahan datatime series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan data cross section, terkadang jumlah unit data yang dibutuhkan terbatas. Persoalan keterbatasan data seperti itu, dalam ekonometrika dapat diatasi dengan menggunakan analisis panel data (pooled data).

Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam time series tetapi juga dalamcross section. Analisis panel data adalah subyek dari salah satu bentuk yang cukup aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Hal ini dikarenakan metode analisis data panel menyediakan informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teori. Dalam bentuk praktis, penggunaan data time series dan cross section untuk menganalisis masalah yang tidak bisa diatasi jika hanya menggunakan salah satu metode saja.

Ada beberapa keuntungan dari penggunaan panel data. Menurut Baltagi (1995), penggunaan panel data telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain :

1. Memberikan data yang informatif, lebih bervariasi, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinieritas antar variabel.


(50)

2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja.

3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individual antar waktu.

4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data kerat lintang.

5. Dapat menjelaskandynamic adjustment secara lebih baik.

Model umum analisis regresi panel data dapat diformulasikan sebagai berikut:

t i t i t

i x u

y, ,, ... (3.1)

Dimana ui,t ~IID(0,2) dan i=1,2,3,...,N adalah jumlah observasi antar individu sementarat = 1,2,3,...,T adalah observasi runtut waktu. Dalam persamaan (3.9), intersep () dan slope () diasumsikan homogenous diantara seluruh N individu dan T runtut waktu. Namun kondisi ini tidak selamanya sesuai dengan kerangka ekonomi yang akan dianalisis. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan atas dua kemungkinan, yaitu:

1. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (ij) sementara slopenya homogen (ij).

2. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (ij) demikian pula slopenya (ij).


(51)

Dari kedua hal tersebut di atas, model estimasi data panel dapat diekspresikan dalam sejumlah bentuk. Jadi terdapat empat macam model estimasi data panel yang dapat digunakan:

1. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu sementara slope bersifat konstan, maka persamaan (3.1) akan menjadi:

t i t i i t

i x u

y, ,, ...(3.2) 2. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu dan antar waktu

sementara slope bersifat konstan, maka persamaan (3.1) akan menjadi:

t i t i t i t

i x u

y,, ,, ...(3.3) 3. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan slope bervariasi antar individu tetapi

konstan antar waktu, maka persamaan (3.1) akan menjadi:

t i t i i i t

i x u

y,  ,  , ...(3.4)

4. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan bervariasi antar individu dan antar waktu, maka persamaan (3.1) akan menjadi:

t i t i t i t i t

i x u

y,,, ,, ...(3.5) Berdasarkan keempat model tersebut koefisien () dan () diasumsikan tertentu (fixed). Klasifikasi lainnya adalah ketika diasumsikan bahwa parameter-parameter ini diasumsikan random generating dan disebut sebagai random coefficient models. Selain itu dari keempat model di atas, jika asumsi homogenitas baik pada intersep maupunslope ditolak, maka heterogenitas antar individu akan tercermin pada salah satu atau lebih persamaan (3.2) hingga persamaan (3.5).


(52)

Tujuan dari penentuan model yang sesuai adalah untuk menghilangkan bias dari variabel-variabel yang digunakan dalam model. Bias yang diakibatkan pengabaian heterogenitas dari koefisien-koefisien estimasi disebut juga sebagai heterogenity bias. Mengabaikan heterogenitas baik intersep maupun slope dapat mengakibatkan hasil estimasi yang tidak konsisten danmeaningless.

Penentuan model analisis data panel dalam rangka menghilangkan heterogenity bias dapat dilakukan dengan plotting variabel dependen terhadap variabel independen. Analisis plotting ini berfungsi sebagai mekanisme identifikasi model yang sesuai dalam analisis data panel. Sementara itu untuk menguji terjadi atau tidaknya heterogenity bias dapat dilakukan uji hipotesis heterogenitas. Uji dilakukan dengan mengestimasi persamaan (3.4) dimana diasumsikan slope bersifat homogen antar individu. Kemudian uji hipotesis dilakukan terhadap:

   N

H0 : 1 2 ...

j i a

H : untuk ij dimana :i = 1, ..., N

j = 1, ..., N

Uji hipotesis di atas dapat dilakukan dengan mekanisme Wald-test. Jika pengujian tidak menolak hipotesis nol, maka koefisien indifidual bersifatrandom dan identik dengan rata-ratanya. Dalam hal ini, estimasi dilakukan pada model yang mengasumsikanslope bersifat homogen seperti pada persamaan (3.1) sampai (3.2).


(53)

Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xi,t)

yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Asumsi dasar dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Individual-varying time-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) yang sama untuk sebuah unit kerat lintang sepanjang waktu namun berbeda antar unit kerat lintang. Contohnya adalah jenis kelamin, latar belakang sosioekonomi dan sebagainya.

2. Period-varying individual-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) sama untuk semua unit kerat lintang namun berubah menurut runtun waktu. Contohnya adalah tingkat bunga.

3. Individual time-varying variables, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) bervariasi antar unit kerat lintang dan waktu. Contohnya adalah keuntungan perusahaan, tingkat penjualan.

Berdasarkan pemilihan model tersebut di atas kemudian akan menentukan metode estimasi dari model panel panel yang dipilih. Terdapat tiga metode dalam mengestimasi data panel, yaitu:

1. Pooled Least Square(PLS)

Dalam metode ini terdapat (K) regressor dalam (xit), kecuali konstanta. Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek individual (i) konstan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i) maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai(i)sama untuk


(54)

setiap unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien untuk () dan (). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam mengestimasi persamaan (3.2). Metode ini sederhana namun hasilnya tidak memadai karena setiap observasi diperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri.

2. Fixed Effects Model(FEM)

Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinkan perubahan-perubahan dalam intersep-intersep kerat lintang dan runtut waktu akibat adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik terhadap individu maupun waktu. Jadi

i adalah sebuah grup dari spesifik nilai konstan pada model regresi. Formulasi umum model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar unit dapat diketahui dari perbedaan nilai konstantanya. Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak serta penggunaan peubah boneka tidak secara langsung mengidentifikasikan apa yang menyebabkan garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas individu. Modelnya ditulis sebagai yiixii.

3. Random Effects Models(REM)

Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopnya konstan terhadap individu maupun waktu. Jadi (

i) adalah sebuah grup dari

gangguan khusus, mirip seperti (it) kecuali untuk setiap grup ada nilai khusus yang masuk dalam regresi secara identik untuk setiap periode. Nilai (

i)


(55)

terdistribusi secara acak pada unit-unit kerat lintang. Metode ini juga dikenal sebagaivariance components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses pendugaan kuadrat terkecil dengan memperhitungkan pengganggu-pengganggu kerat lintang dan deret waktu. Model estimasinya yang digunakan adalah

it i it i

it x

y'  dengan (i) adalah nilai gangguan acak pada observasi (i) dan konstan sepanjang waktu.

Berdasarkan penjabaran metode estimasi di atas dapat dikatakan bahwa FEM digunakan atas asumsi bahwa dampak dari gangguan mempunyai pengaruh yang tetap (dianggap sebagai bagian dari intersep). Sedangkan REM digunakan atas asumsi bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak. Penentuan model atas pertimbangan perilaku dari gangguan yang bersifat tetap atau acak pada individu (i) akan berpengaruh terhadap bias dari hasil estimasi. Bias yang terjadi akibat kesalahan menentukan model berdasarkan perilaku gangguannya disebut dengan selectivity bias.

3.2.3. Pemilihan Model dalam Pengolahan Data

Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik. Hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan yang efisien. Diagram pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1. berikut ini:


(56)

Sumber: Baltagi, 1995

Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel

3.2.3.1. Chow Test

Chow Test (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0: ModelPooled Least Square

H1 : ModelFixed Effect

LM Test

Random Effects Models Pooled Least Square

Fixed Effects Model

Chow Test


(57)

Dasar penolakan terhadap Hipotesa Nol (H0) adalah dengan menggunakan

F-statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:

CHOW =

ESS

NT N K

N ESS ESS     2 2 1 1 ...(3.6) Dimana: 1

ESS =Residual Sum Squarehasil pendugaan modelpooled least square 2

ESS =Residual Sum Square hasil pendugaan modelfixed effect N = Jumlah datacross section

T = Jumlah datatime series K = Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas

N 1,NTNK

jika nilai CHOW statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap Hipotesa Nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter(stability test).

3.2.3.2. Hausman Test

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan modelfixed effect atau modelrandom effect. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan modelfixed effect mengandung suatu unsurtrade-off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabeldummy.


(58)

Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.

Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : ModelFixed Effect

H1 : ModelRandom Effect

Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

m =

b



M0M1

 

1

b

~2

 

K ...(3.7) Dimana adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabelrandom effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaanrandom effect model.

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari 2

- Tabel, atau nilai hausman test lebih besar dari taraf nyata maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.

3.2.3.3. LM Test

LM Test atau lengkapnyaThe Breusch-Pagan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect atau Pooled Least Square. LM Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:


(59)

H1 : ModelRandom Effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan statistik LM yang

mengikuti distribusi dariChi-Square.

Statistik LM dihitung dengan menggunakan residual OLS yang diperoleh dari hasil estimasi modelPooled, dimana:

2 2 2 2 1 1

2 

       



it

i T T NT LM ~ 2

(3.8)

Jika nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari 2- Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang digunakan adalah modelrandom effect, dan begitu pula sebaliknya.

3.2.4. Evaluasi Model 3.2.4.1. Multikolinearitas

Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F-statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F-hitung signifikan, maka patut diduga adanya multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan menghilangkan variabel yang tidak signifikan.


(60)

3.2.4.2. Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistik dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

DW < dl Tolak H0, korelasi serial positif

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan

du < DW < 4-du Terima H0, tidak ada korelasi positif atau negatif

4-du < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan DW < 4-dl Tolak H0, korelasi serial negatif

Sumber : Nachrowi (2006)

Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Perlakuan untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR (1) atau AR (2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang di gunakan.

3.2.4.3. Heteroskedastisitas

Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = 2 (konstan),


(61)

   

it it it

t

i amh pp tpt

tkm , 1 2 3

semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperolah pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati, 1995).

Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi Heteroskedastisitas, digunakan uji White-heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs* R-Squared dengan 2

(Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs* R-Squared lebih kecil daripada 2

-tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 4.1 yang menggunakan metodeGeneral Least Square (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkanSum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid padaWeighted Statistics < Sum Squared Resid Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan White Heteroscedasticity.

3.3. Model Umum Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ...(3.9)


(62)

Dimana :

tkm = Tingkat kemiskinan (Jiwa)

tpt =Tingkat pengangguran terbuka (Persen) pp = Pendapatan perkapita (Rupiah)

amh = Angka melek huruf (Persen)

α = Intersep

β =Slope

i = Individu ke-i

t = Periode waktu ke-t

ε =Error/simpangan

Tingkat kemiskinan merupakan jumlah penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan sesuai dengan standar yang ditetapkan BPS. Tingkat pengangguran terbuka meliputi penduduk yang mecari pekerjaan, penduduk yang mempersiapkan usaha, penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan dan penduduk yang sudah memiliki pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Pendapatan perkapita merupakan upah/gaji atau jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut didalam produksi disuatu wilayah pada jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Angka melek huruf Penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis.


(63)

Indonesia terdiri dari beberapa pulau dan kepulauan dengan luas wilayah daratan 1.860.359,67 kilometer persegi. Provinsi Papua mempunyai luas wilayah daratan paling besar ( 309.934,40 kilometer persegi) atau 26,66 persen dari luas Indonesia, sementara Provinsi DI Yogyakarta memiliki luas daratan paling kecil (3.133,15 kilometer persegi) atau 0,17 persen dari luas wilayah Indonesia. Daerah administrasi di Indonesia untuk periode 2002-2006 mengalami pemekaran, yaitu pada tahun 2002 Indonesia memiliki 30 provinsi, 268 kabupaten, 89 kota dan, 4.885 kecamatan serta 70.460 kelurahan. Pada tahun 2006 menjadi 33 provinsi, 349 kabupaten, 91 kota dan, 5.656 kecamatan serta, 71563 kelurahan.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 penduduk Indonesia berjumlah 205.132.000 jiwa menjadi 222.192.000 jiwa pada tahun 2006 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,34 persen dan dengan kepadatan penduduk sebesar 18 jiwa per kilometer persegi. Jumlah penduduk terbesar berada di Provinsi Jawa Barat sebesar 39.649.000 jiwa, sementara Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penduduk terkecil yaitu 919 jiwa. Kepadatan terbesar berada di Provinsi DKI Jakarta 13.449 jiwa per kilometer persegi, sementara yang terjarang adalah Provinsi Papua dengan 8 jiwa per kilometer persegi.


(64)

4.2. Keadaan Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi di indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan memasukan sektor migas maupun non migas. Pada tahun 2006 persentase pertumbuhan ekonomi mencapai sebesar 5,5 persen dengan memasukan sektor migas dan 6.1 persen tanpa sektor migas, hal ini menunjukan persentase pertumbuhan ekonomi di indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,9 persen dengan sektor migas, dan 1,2 persen tanpa memasukan sektor migas dari tahun 2002.

Sedangkan untuk nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap USD berfluktuasi dari tahu ke tahun. Pada tahun 2002 nilai tukar Rupiah sebesar 9318 Rp/USD menurun menjadi 8593 Rp/USD pada tahun 2003, kemudian meningkat kembali sebesar 347 menjadi 8940 Rp/USD pada tahun 2005 dan menurn kembali menjadi 9050 Rp/USD pada tahun 2006.

Selanjutnya, untuk cadangan devisa Indonesia mengalami peningkatan secara terus menerus dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2002 cadangan devisa hanya sebesar 32 (USD milyar) meningkat menjadi 36,6 pada tahun 2003 dan meningkat hingga mencapai 42,6 (USD Milyar) pada tahun 2006 (USD milyar).

Persentase defisit anggaran terhadap PDB pada tahun 2002 sebesar 1,3 persen meningkat menjadi 1,7 persen pada tahun 2003 dan menurun menjadi 0,5 persen pada tahun 2005 kemudian meningkat kembali menjadi 0,9 persen pada tahun 2006.


(65)

Tabel 4.1 Indikator Perekonomian Indonesai Tahun 2002-2006 Tahun

No Indikator Ekonomi

2002 2003 2004 2005 2006

1 Pertumbuhan Ekonomi migas(%) 4,5 4,8 5,0 5,7 5,5

2 Pertumbuhan Ekonomi non migas (%) 5,2 5,7 6,0 6,6 6,1 3 Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD) 9318 8593 8940 9713 9050 4 Cadangan Devisa (USD Milyar) 32 36,6 36,3 34,7 4,.6

5 Defisit anggaran (%thd PDB) 1,3 1,7 1,3 0,5 0,9

Sumber : Bappenas, 2007

4.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan

Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 2002-2006 di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 sekitar 38,40 juta jiwa (sekitar 25,10 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 13,30 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 2003 berkurang hingga menjadi sekitar 37,30 juta jiwa, penurunan hanya terjadi di perkotaan yaitu menurun menjadi 12,20 juta jiwa, sedangkan di perdesaan tidak mengalami penurunan. Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 1,2 juta jiwa yaitu berkurang hingga menjadi 36,10 juta jiwa (sekitar 11,40 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 24,80 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar sekitar 1,54 persen dari tahun 2002. Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin terus mengalami penurunan hingga menjadi 35,10 juta jiwa penurunan hanya terjadi di perdesaan yaitu menurun sebesat 2,1 juta jiwa sedangkan di perkotaan meningkat sekitar 1,0 juta jiwa dari tahun 2004. Pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan hingga mencapai 39,30 juta jiwa, peningkatan terjadi di perkotaan dan perdesasan (sekitar 14,49 juta jiwa di


(66)

perkotaan, dan sekitar 39,30 di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 2002, jumlah penduduk miskin meningkat sekitar 0.9 juta jiwa.

Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2002-2006 Penduduk miskin (juta Jiwa) % Penduduk miskin Tahun

Kota Desa Total Kota Desa Total

2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 35,56

2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 33,80

2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 32,24

2005 12,40 22,70 35,10 11,37 19,51 30,88

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 35,28

Sumber : BPS, 2007

4.4. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka dan Angka Melek Huruf

Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. pada tahun 2002 tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 9,1 persen. Angka ini meningkat sebesar 0,2 persen dari 9,7 persen pada tahun 2003 menjadi 9,9 persen pada tahun 2004, kemudian seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi tingkat pengangguran terbuka juga meningkat hingga mencapai 11,2 persen pada tahun 2005 dan menurun kembali menjadi 10,3 persen pada tahun 2006.

Selanjutnya, untuk angka melek huruf di Indonesia cenderung mengalami peningkatan secara terus menerus dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2002 angka melek huruf hanya sebesar 91,11 persen, meningkat menjadi 91,21 persen pada tahun 2003 dan meningkat hingga mencapai 92,45 persen pada tahun 2005 dan merun kembali pada tahun 2006 hingga menjadi 91,45. Angka melek huruf ini lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2004.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alfian. 1980. Kemiskinan Struktural:Suatu Bunga Rampai. Penerbit Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial dan HIPIS, Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2004. Data dan Informasi kemiskinan tahun 2004.BPS, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2007. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia tahun 2007 . BPS, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2008.Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2005 . BPS, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2005.Statistic Indonesia tahun 2005 . BPS, Jakarta.

Baltagi, B.H. 1995. Econometrics Analysis of Panel Data. Third Edition. John Wiley and Sons, Chicester.

Departemen Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2004.Kemiskinan Indonesia: Suatu Fenomena Ekonomi. Badan penelitian Pertanian, Bogor.

Holis, A. 2006.Relevankah Merger Bank di Indonesia? (Pendekatan Efisiensi dan Skala Ekonomi) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gujarati, D. 2003.Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill, New York. Hartomo dan, Aziz. 1997.Ilmu Sosial Dasar. Bumi Aksara, Jakarta

Intania, O, I. 2003. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan [skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Nur, N. S. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi dalam Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan [tesis]. IPB, Bogor.

Nurhayati, M. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Jawa Barat [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.


(2)

Rahmawati, Y. I. 2006 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur [skripsi]. Program Studi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Sajogyo. 1977. Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Lembaga

Penelitian Sosiologi Pedesaan. IPB, Bogor.

Saldanha, J.1998. Pertumbuhan Ekonomi, Survei Ekonomi Politik di Indonesia.Analisis CSIS Studi Pembangunan Politik, Pertumbuhan dan Kerja Intelektual, 02:pp 126-151.

Sumodiningrat, G. 1999. Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan. IMPAC, Jakarta.

Suparlan, P. 1984. Kemiskinan di Perkotaan: Bacaan untuk Antropologi Perkotaan. Sinar Harapan, Jakarta.

Suryadiningrat, B. 2003. Persepsi dan Tindakan Tokoh Masyarakat Desa terhadap Kemiskinan [skripsi]. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Suryawati, C.2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional. [Tesis]. Universitas Diponegoro, Jawa Tengah.

Tambunan, T. 2006. Perekonomian Indonesia Sejak Orde Lama Hingga Pasca Krisisi. Pustaka Quantum, Jakarta.

Widyanti, R. 2001. Telaah terhadap Partisipasi, Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Peserta Program Perhutanan Sosial [skripsi]. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.

Wiraswara, A. 2005. Pertumbuhan Ekonomi dan Penggurangan Angka Kemiskinan di Indonesia [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.


(3)

Lampiran 1. PDRB per Propinsi dengan menyertakan Sektor Migas tahun 2001-2005 (dalam juta)

Propinsi 2002 2003 2004

NAD 42338751.33 44677163.2 40374282.3

Sumut 75189140.89 78805608.56 83328948.58

Sumbar 24840187.76 26146781.63 27578136.58

Riau 96872503.01 99853745.5 103725782.4

Jambi 10803423.29 11343279.54 11953885.47

Sumsel 43643276.17 45247400.63 47344395

Bengkulu 5310017.09 5595028.74 5896255.33

Lampung 25433275.29 26898051.9 28262288.53

Babel 6904686.93 7719713.28 7966849.48

DKI 250331156.6 263624241.9 278524822.2

Jabar 211391702.7 221628173.7 233057690.9

Jateng 123038541.1 129166462.5 135789872.3

DIY 14687284.33 15360408.85 16146423.44

Jatim 218452389.1 228884458.5 242228892.2

Banten 49449321.34 51957457.73 54880406.5

Bali 18423860.69 19080895.84 19963243.81

NTB 13544495.89 14073340.01 14953219.73

NTT 8622490.95 9016717.28 9446769.83

Kalbar 20741896.8 21376951.43 22401190.28

Kalteng 11904502.01 12488475.1 13182799.17

Kalsel 18606511.92 19483168.54 20487442.09

Kaltim 87850398 89483542 91050494.61

Sulut 11291462.78 11652793.37 12149501.26

Sulteng 9600363.96 10196749.88 10925465.1

Sulsel 33645402.74 35410566.05 37291394.11

Sultra 6468061.84 6957662.46 7480180.34

Gorontalo 1655327.91 1769187.99 1891763.26

Maluku 2847739.01 2970465.69 3101995.93

Malut 1957715.68 2032571.71 2128108.25

Papua 25355899.56 25632583.48 21247338.44

Indonesia 49040059.56 51284454.9 53491994.58


(4)

Lampiran 3. Jumlah Penduduk per Propinsi tahun 2001-2005

Propinsi 2002 2003 2004

NAD 4166000 4213281 4075599

Sumut 11891742 11856907 12068731

Sumbar 4289647 4456816 4528242

Riau 5307863 5557880 5679643

Jambi 2479469 2568598 2619553

Sumsel 7170327 6486015 6596057

Bengkulu 1640597 1517181 1541551

Lampung 6862338 6928822 7028388

Babel 913868 976031 1012655

DKI 8379069 8603776 8725630

Jabar 36914933 37980422 38472185

Jateng 31691866 32052840 32397431

DIY 3156229 3207385 3220808

Jatim 35148579 36499078 36396534

Banten 8529749 8956229 9083144

Bali 3216881 3351353 3393620

NTB 4127519 4005238 4076040

NTT 3924871 4073249 4139206

Kalbar 4167293 3947691 4010338

Kalteng 1947263 1826659 1867231

Kalsel 3054129 3174551 3219398

Kaltim 2566125 2704851 2761575

Sulut 2043742 2127820 2154235

Sulteng 2268046 2210100 2245242

Sulsel 8244890 8213864 8342083

Sultra 1915326 1875585 1911103

Gorontalo 855057 881057 896004

Maluku 1261083 1217472 1238812

Malut 794024 853161 869235

Papua 2387427 2349644 2502262

Indonesia 211315952 214673556 217072535


(5)

Lampiran 6. Angka Melek Huruf per Propinsi tahun 2001-2005

Propinsi 2002 2003 2004

NAD 95.8 96.2 95.7

Sumut 96.1 96.8 96.6

Sumbar 95.1 95.6 95.7

Riau 96.5 96.1 96.4

Jambi 94.7 95.1 95.8

Sumsel 94.1 95.1 95.7

Bengkulu 93.0 93.5 94.2

Lampung 93.0 91.6 93.1

Babel 91.7 91.4 93.5

DKI 98.2 98.4 98.3

Jabar 93.1 93.8 94.0

Jateng 85.7 85.7 86.7

DIY 85.9 85.7 85.8

Jatim 83.2 83.3 84.5

Banten 93.8 93.7 94.0

Bali 84.2 84.4 85.5

NTB 77.8 75.1 78.3

NTT 84.1 84.9 85.2

Kalbar 86.9 87.5 88.2

Kalteng 96.4 96.1 96.2

Kalsel 93.3 93.5 94.8

Kaltim 95.2 94.8 95.0

Sulut 98.8 98.9 99.1

Sulteng 93.3 93.6 94.4

Sulsel 83.5 83.4 84.5

Sultra 88.2 90.4 90.7

Gorontalo 95.2 94.7 94.7

Maluku 96.3 97.0 97.8

Malut 95.8 95.5 95.2

Papua 74.4 74.4 74.2

Indonesia 91.11 91.21 91.79


(6)

Dependent Variable: TKM

Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 02/03/09 Time: 09:48

Sample: 2002 2004

Cross-sections included: 30

Total panel (balanced) observations: 90

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3710295. 129112.2 28.73697 0.0000 TPT 773.3819 141.3355 5.471959 0.0000 PP -0.044023 0.000155 -284.2659 0.0000 AMH -23495.01 1406.392 -16.70588 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999587 Mean dependent var 2445174. Adjusted R-squared 0.999355 S.D. dependent var 2502993. S.E. of regression 63568.93 Sum squared resid 2.30E+11 F-statistic 4310.128 Durbin-Watson stat 2.403231 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.999140 Mean dependent var 1243113. Sum squared resid 2.62E+11 Durbin-Watson stat 1.991167