Deteksi Hotspot Kejadian Kebakaran Hutan .1

Gambar 2 Arus sistem informasi data hotspot sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jambi 2011 Selain itu ada juga yang dinamakan dengan false hotspot atau hotspot palsu yang terjadi akibat adanya pengaruh gelombang radio dan efek yang dinamakan dengan sun glint. Gelombang radio dapat menganggu penerimaan hotspot dan dapat muncul sebagai hotspot. Sun glint terjadi ketika satelit tersebut tegak lurus dengan sebuah permukaan yang sangat luas dan dapat memantulkan cahaya matahari misalnya pada perairan danau, sungai, awan, gurun dan atap logam. Hampir pada setiap hotspot palsu dapat dikoreksi pada saat pemrosesan hotspot sehingga data yang diterima oleh pengguna user relatif bebas hotspot palsu. Namun cek lapang tetap diperlukan untuk memastikan kebenaran data hotspot.

2.5.4 Deteksi Hotspot

Setiap kebakaran hutan yang terjadi tidak dapat dideteksi sebagai hotspot. Beberapa faktor yang mempengaruhi deteksi hotspot diantaranya adalah jenis kebakaran, adanya penghalang deteksi tajuk pohon, asap, awan, waktu lintasan satelit, luas dan intensitas besarnya kebakaran. Ketika terjadi kebakaran hutan dibawah tajuk, dibawah permukaan ground fire, asap tebal dan awan maka satelit tidak dapat mendeteksi karena terhalang. Selain itu, satelit melewati areal pada waktu jam tertentu ketika terjadi kebakaran hutan sebelum dan setelah melewati satelit tersebut maka kebakaran hutan tidak akan terdeteksi oleh satelit. Kebakaran hutan yang dapat terdeteksi sebagai hotspot adalah kebakaran dengan luas dan intensitas tertentu. Meskipun yang terbakar hanya padang rumput, kebakaran tersebut dapat dideteksi sebagai hotspot. Sebaliknya cerobong api penambangan minyak dengan luasan yang tidak terlalu besar dapat terdeteksi sebagai hotspot karena suhunya sangat tinggi. Kebakaran hutan dapat dideteksi sebagai hotspot tergantung pada sudut scan satelit, bioma, posisi matahari, suhu permukaan bumi, tutupan awan, banyaknya asap dan arah angin. Maka ukuran kebakaran hutan yang dapat dideteksi sangat tergantung kepada variabel tersebut. Dalam kondisi pengamatan yang optimal dekat nadir, asap sedikit atau tidak ada, permukaan bumi relatif homogen kebakaran hutan dengan luas 100 m 2 dapat dideteksi. Namun dalam kondisi bebas awan, asap atau polusi sangat jarang terjadi kebakaran seluas 50 m 2 dapat dideteksi. Jaya 2003 menerangkan bahwa metode deteksi hotspot terbagi kedalam 3 metode yaitu : 1 Perolah Data dan Pra-Pemrosesan Proses penangkapan dan pemrosesan dari data NOAA-AVHRR dilakukan dengan menggunakan sistem penerimaan dan pengolahan data satelit yang dibuat oleh BURL Bradford University Research Limited. Sistem tersebut terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan membuat perencanaan perolehan data yaitu dengan memilih daerah mana yang akan diambil datanya, dan menentukan luas cakupan liputannya. Selanjutnya ketika pada saat perekaman datang, dilakukan proses capturing, setelah data diterima proses dilakukan dengan kalibrasi, navigasi dan overlay citra tersebut untuk memberi referensi geografis. Citra satelit digital dapat dianalogikan dengan matriks nilai-nilai kecerahan. Untuk data NOAA-AVHRR nilai-nilai kecerahan tersebut dikonversi menjadi 3 cara yaitu nilai radiasi saluran 1,2,3,4,5 nilai albedo saluran 1 dan 2 serta nilai suhu kecerahan saluran 3,4 dan 5. Data tersebut kemudian mengalami proses ekstraksi informasi untuk mendapatkan koordinat hotspot. 2 Metode Sederhana Deteksi hotspot dengan metode ini, dilakukan dengan menggunakan batas nilai ambang suhu kecerahan tertentu, pada matriks citra tersebut. Dalam bentuk Logika Boolean dinyatakan dengan: If nilai citra α Then nilai citra = hotspot Else nilai citra = bukan hotspot Dimana : nilai citra = suhu kecerahan saluran yang digunakan α = nilai ambang 310 K, 315 K, 321 K Nilai ambang bukanlah suatu nilai yang baku, tetapi dapat diubah-ubah sesuai dengan kondisi iklim atau daerah yang dideteksi. Misalnya FFPMP-JICA menggunakan suhu 310 K untuk nilai ambang, sedangkan untuk FFPCP-EU di Palembang menggunakan nilai 320 K sebagai ambang batas nilai hotspot. Kelebihan dari cara ini adalah sederhana dalam cara perhitungannya, sehingga waktu pemrosesan lebih singkat. Kelemahannya tidak bisa mengeliminasi efek kilau surya. Jika teknik ambang di terapkan, maka nilai pantulan air yang tinggi masuk sebagai nilai pancaran, dalam kategori hotspot, sehingga terjadilah kesalahan deteksi titik hotspot di laut atau danau. 3 Metode Algoritma Kontekstual Metode ini dikembangkan untuk mengatasi kelemahan pada metode sederhana. Langkah pertama yang dilakukan, citra NOAA-AVHRR dipilah menjadi dua obyek yaitu air dan daratan, dengan penggunaan NDVI, kemudian yang diproses adalah bagian daratan saja. Dari obyek daratan kemudian dipilih obyek awan. Obyek daratan yang telah dipilah dari obyek awan, kemudian dideteksi obyek-obyek yang dianggap merupakan tanah kering panas. Hasil dari deteksi ini adalah hotspot yang telah tereliminasi dari obyek air, awan dan tanah kering panas. Walaupun telah dieliminasi, namun terkadang hotspot terdeteksi sebagai areal yang luas. Pada kenyataannya hal tersebut sulit sekali terjadi peristiwa kebakaran hutan dalam satu areal yang luas dan terbakar sekaligus, karena adanya kecendrungan dari kebakaran hutan adalah jika telah mencapai luasan yang cukup luas, maka bagian tengah hutan yang terbakar sudah padam. Tujuan dari penerapan algoritme ini adalah untuk mendeteksi hotspot dalam luasan yang masuk akal, untuk dianggap sebagai kebakaran hutan.

2.5.5 Penerjemahan Hotspot dan Kejadian Kebakaran di Lapangan