Akurasi hotspot HASIL DAN PEMBAHASAN

besar yaitu –0,755 Tabel 5. Artinya, semakin tinggi curah hujan maka jumlah hotspot akan semakin sedikit begitu juga sebaliknya. Tabel 5 Korelasi antara parameter hotspot dan curah hujan Hotspot Curah Hujan Koefisien korelasi Hotspot 1 -0,755 Curah Hujan -0,755 1 Keterangan: Berkorelasi sangat nyata pada α = 0,01 Sumber : Data primer diolah Munculnya Hotspot yang dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, ditunjukkan oleh penelitian Soewarso 2003 yang menyatakan bahwa rendahnya curah hujan mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan. Hal ini disebabkan karena bahan bakar di hutan relatif lebih mudah terbakar. Sedangkan menurut Syaufina 2002, kadar air bahan bakar di lahan gambut Sungai Karang, Selangor, Malaysia berhubungan erat dengan besarnya curah hujan. Menurut hasil penelitian Prasasti 2012 menyatakan bahwa faktor iklim yang sangat menentukan terhadap proses penyalaan kebakaran hutan adalah curah hujan. Walaupun hujan bukan merupakan faktor penyebab kebakaran hutan, namun apabila akumulasi curah hujan dua bulan sebelumnya mengalami penurunan, maka dapat diprediksi terjadi adanya potensi kekeringan yang akan meningkat sehingga kondisi ini dapat meningkatkan jumlah hotspot dan luas areal yang terbakar.

5.2 Akurasi hotspot

Hasil verifikasi lapangan terhadap data hotspot menunjukkan adanya perbedaan sebaran dan akurasi lokasi areal kebakaran yang terjadi dilapangan. titik hotspot yang dipilih untuk dilakukan uji akurasi adalah tahun 2011- Maret 2012. Hal ini disebabkan karena bekas kebakaran yang sudah terjadi masih bisa diidentifikasi dan diambil titik koordinatnya. Rendahnya resolusi spsial citra NOAA yaitu sekitar 1,1 km x 1,1 km merupakan kelemahan yang mendasar dari sistem pendeteksian kebakaran. Dalam luasan 1 km persegi, kita tidak dapat mengetahui dimana lokasi kejadian kebakaran secara persis. Selain itu, walaupun terdapat sejumlah titik kebakaran dalam luasan tersebut lebih dari satu, maka luasan tersebut akan diwakilkan oleh adanya satu titik hotspot dengan lokasi yang berada tepat di tengah luasan persegi tersebut. Selain itu, ketidakakuratan titik hotspot dan hasil groundcheck di lapangan disebabkan oleh pengambilan titik koordinat yang belum tepat. Seperti pengambilan titik koordinat yang diambil didekat atau disekitar lokasi kebakaran, sehingga dalam proses overlay data terdapat lag seperti yang ditunjukkan pada gambar 10. Tabel 6 Jumlah titik hotspot dan groundcheck lapangan No Bulan 2011 2012 Hotspot Groundcheck Hotspot Groundcheck 1 Jan 74 11 2 Feb 24 2 3 2 3 Mar 14 1 24 7 4 Apr 8 1 5 Mei 27 6 6 Jun 17 1 7 Jul 71 13 8 Agus 130 18 9 Sep 111 5 10 Okt 11 Nov 2 1 12 Des 13 13 Waktu lintasan satelit mempengaruhi pendeteksian kebakaran, karena terkait dengan adanya perilaku pembakaran lahan di beberapa tempat. Dengan adanya pergerakan atau penyebaran awan yang bergerak dalam hitungan menit, maka dapat mempengaruhi satelit dalam memantau hotspot. Berdasarkan tabel 6 ternyata hasil groundcheck di lapangan menunjukkan bahwa jumlah hotspot dilapangan ditemukan lebih sedikit dibandingkan dari data yang diperoleh dari satelit NOAA. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pertama pada saat groundcheck dilapangan kondisi topografi lokasi yang berbukit. Kedua banyak ditemukan lokasi bekas kebakaran yang berada di seberang sungai, sehingga tidak memungkinkan untuk mengambil titik koordinat lokasi bekas kebakaran. Ketiga, masih terdapat binatang liar seperti gajah yang berkeliaran di lokasi bekas kebakaran. Hasil verifikasi dilapangan terhadap data hotspot menunjukkan bahwa adanya perbedaan sebaran dan akurasi lokasi areal kebakaran yang terjadi di lapangan. Sensor AVHRR sangat sensitif terhadap suhu permukaan bumi dan resolusi spasial yang relatif rendah, menyebabkan kesalahan perkiraan titik kebakaran cukup sering terjadi. Misalnya lahan yang kosong, yaitu lahan yang sudah dibersihkan menggunakan eskavator dan telah siap untuk ditanami namun suhunya relative lebih panas dibandingkan daerah sekitar yang bervegetasi dapat dideteksi sebagai hotspot. Seperti yang terjadi di desa Babeko terletak pada 01.4926 LS dan 102.2039 BT Gambar 11. Gambar 10 Lokasi pengambilan titik koordinat pada saat groundcheck lapangan Gambar 11 Kondisi lahan kosong yang dideteksi sebagai hotspot Dari hasil groundcheck di lapangan pada bulan Agustus terdapat 18 titik hotspot dari 130 titik hotspot yang diperoleh dari data NOAA. Berdasarkan analisis spasial diperoleh bahwa nilai persentase akurasi rata-rata terendah terdapat pada bulan Februari 2012 yaitu sebesar 0,25 sedangkan untuk akurasi rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2011 yaitu sebesar 25,8. Gambar 12 Persentase akurasi rata-rata bulanan titik Hotspot dan groundcheck lapangan dari tahun 2011-2012 Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah jika jarak groundcheck 1000 m maka diasumsikan bahwa akurasi data hotspot adalah 100. Menurut Tanpipat et al.2009 groundcheck ke lapangan perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hotspot. Groundcheck dapat dilakukan dengan cara berjalan kaki menuju lokasi kebakaran, tapi akurasi hotspot bisa juga dilakukan dengan menggunakan helikopter. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nakau et al.2005 akurasi hotspot dilakukan dengan menggunakan pesawat rusia agency dan Japan Airlines untuk mengetahui keakuratan dari hotspot. Pada Gambar 12, bulan Januari 2011 dan Oktober 2011 tidak ditemukan adanya titik hotspot. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah curah hujan yang tinggi, kebakaran permukaan kecil sehingga data tidak terekam 5 10 15 20 25 30 Jan feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des 2011 6.5 7.3 3.5 16.5 3.2 19.9 25.8 17.8 4.1 16.7 2012 23.2 0.25 11.2 A ku r a si 2011 2012 oleh satelit. Yang kedua kebakaran tidak tertangkap dengan jelas, disebabkan liputan awan yang tebal dan terdapat banyak asap. Dan biasanya aktivitas yang berhubungan dengan pembersihan lahan pada bulan-bulan tersebut sudah berakhir. Menurut Pradan 2009 akurasi deteksi lokasi hotspot sangat penting dalam menganalisis kerentanan kebakaran hutan. Keakuratan deteksi akan menentukan alokasi dana, kelancaran operasi pemadaman, dan kebutuhan investigasi dalam kasus pelanggaran hukum lingkungan. Informasi tersebut sangat bermanfaat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, terutama dalam upaya pengendalian kebakaran hutan, terutama sebagai kegiatan peringatan dini early warning system dalam upaya pencegahan kebakaran hutan. Dengan diketahuinya bulan-bulan dimana hotspot banyak ditemukan, pihak pengelola hendaknya melakukan persiapan pada waktu- waktu sebelum risiko kebakaran tinggi. Misalnya, dengan melakukan kampanye pencegahan kebakaran hutan dan melakukan pelarangan pembakaran pada daerah yang rawan kebakaran seperti pada wilayah gambut Syaufina 2008. Tabel 7 Persentase jarak titik groundcheck dan titik hotspot Kabupaten Tebo pada bulan Agustus 2011 Latitude Longitude No Titik hotspot Jarak groundcheck m Akurasi No Titik Groundcheck -1.315 102.041 104 24127 4.1 1 -2.510 102.738 12 79350 1.3 2 -1.471 102.711 77 3112 32.1 3 -1.115 101.890 24 6869 1.5 4 -1.097 101.957 24 813 100 5 -1.514 102.655 31 9014 11.1 6 -1.663 102.604 82 3204 31.2 7 -1.469 102.601 68 5936 16.8 8 -1.379 102.724 98 1833 54.6 9 -1.140 102.234 65 4372 22.9 10 -1.205 102.245 105 7714 13 11 -1.559 102.400 27 2502 40 12 -1.334 102.219 122 15059 6.6 13 -1.566 102.364 27 1824 54.8 14 -1.334 102.229 92 14181 7.1 15 -1.579 102.804 118 8919 11.2 16 -1.217 102.405 88 3661 27.3 17 -1.220 102.404 88 3434 29.1 18 Gambar 13 Analisis spasial jarak titik groundcheck dan titik hotspot Kabupaten Tebo pada bulan Agustus 2011 47 Gambar 14 Sebaran hotspot dan titik-titik hasil groundcheck lapangan Kabupaten Tebo bulan Agustus 2011 48

5.3 Jumlah Sebaran Titik Hotspot pada Kelas Penutup Lahan