saham pada tahun 2006 adalah Rp 67.247 juta dan meningkat menjadi Rp 78.852 juta di tahun 2007. Sedangkan cadangan opsi saham
meningkat menjadi Rp 21.805 juta di tahun 2007. Pada tahun 2008 nilai MVA mengalami peningkatan sebesar 104,5 persen yakni
menjadi Rp 21.091.731,84 yang sebelumnya pada tahun 2007 nilai MVA adalah Rp 10.313.506,87 juta. Peningkatan nilai MVA pada
tahun 2008 disebabkan karena harga saham dan juga jumlah saham yang beredar pada tahun 2008 juga meningkat. Harga saham pada
tahun 2008 adalah Rp 520 perlembar dan jumlah saham yang beredar adalah 50.028.436.231 lembar.
Pada tahun 2009, nilai MVA yang dihasilkan oleh BII menurun menjadi Rp 14.502.273 juta. Penurunan nilai MVA tersebut
dikarenakan turunnya harga saham perlembar yakni menjadi Rp 395. Untuk jumlah saham yang beredar tidak mengalami perubahan,
jumlah saham yang beredar sama dengan tahun 2008 yakni 50.028.436.231 lembar. Penurunan harga saham perlembar juga
diikuti naiknya proporsi nilai ekuitas sebagai komponen pengurang, sehingga memberikan pengaruh terhadap turunya nilai MVA. Nilai
ekuitas di tahun 2009 meningkat menjadi Rp 5.258.959 juta. Nilai ekuitas yang meningkat ini dikarenakan adanya peningkatan pada
cadangan umum penyusun ekuitas sebesar 18,58 persen perhitungan MVA yang dicapai BII dapat dilihat pada Lampiran 18.
4.3 Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added EVA
terhadap Market Value Added MVA
Untuk mengetahui perkembangan kinerja suatu bank, dapat dilakukan pengukuran terhadap laporan keuangan bank tersebut. Dengan
mengetahui kinerja keuangan suatu bank dapat menjadi suatu pertimbangan bagi pihak terkait dalam menanamkan modalnya, terutama investor. Semakin
baik kinerja perusahaan suatu bank, diharapkan dapat menghasilkan profit tidak hanya bagi perusahaan bank itu sendiri namun juga bagi investornya.
Pertimbangan lain yang menjadi penting bagi investor adalah kemampuan bank tersebut dalam menciptakan nilai tambah kekayaan bagi investornya.
Pengukuran kinerja keuangan umumnya dilakukan dengan perhitungan akuntansi sederhana misalnya rasio keuangan. Rasio keuangan
yang umumnya terdapat pada suatu bank yang sudah go public adalah CAR, ROE dan EPS sebagai earning measures. Rasio keuangan tersebut digunakan
untuk menilai sehat tidaknya suatu bank. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menciptakan nilai tambah dan nilai pasar dapat
digunakan metode pengukuran Economic Value Added EVA dan Market Value Added MVA. EVA digunakan untuk mengetahui kemampuan bank
dalam menghasilkan nilai tambah kekayaan bagi para investor. Market Value Added dihitung dengan menyertakan jumlah lembar saham yang
diperdagangkan dan harga saham yang berfluktuatif. Oleh karena itu, Market Value
atau nilai
pasar mencerminkan
kemampuan bank
dalam mensejahterahkan para pemegang saham. Dengan mengetahui nilai rasio
keuangan, nilai EVA dan MVA kita dapat mengetahui kinerja keuangan bank. Rasio keuangan perusahaan memiliki hubungan dengan penciptaan nilai
tambah yang dicapai oleh bank. MVA dihitung dengan menyertakan harga saham dan jumlah saham. Harga saham berfluktuatif dipengaruhi faktor
eksternal dan internal perusahaan. Untuk faktor internal perusahaan tersebut adalah bagaimana kondisi keuangan itu sendiri sehingga berpengaruh
terhadap kinerja keuangan berupa rasio keuangan dan nilai EVA. Untuk itu diperlukan pengujian untuk mengetahui bagaimana pengaruh rasio keuangan
dan EVA terhadap MVA. Pengujian pengaruh rasio keuangan dan EVA terhadap MVA
dilakukan dengan uji regresi. Sebelum melakukan uji regresi, perlu dilakukan uji normalitas data penelitian dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Adapun hasil
uji normalitas data dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji Normalitas data melalui Kolmogorov-Smirnov
CAR ROE
EPS EVA
MVA N
6 6
6 6
6 Kolmogorov-Smirnov
,559 ,320
,411 ,520
,452 Asymp Sig 2-Tailed
,914 ,1000
,996 ,950
,987 Sumber : Output Uji Kolmogorov-Smirnov diolah
Berdasarkan Tabel 6 uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan hasil variabel CAR, ROE, EPS EVA dan MVA memiliki P-value lebih besar dari
tingkat signifikansi yang ditetapkan sebesar 0,05. P value ditujukan pada kolom Asymp Sig 2-Tailed tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi,
yang berarti variabel-variabel yang digunakan terdistribusi secara normal dan dapat dilakukan pengujian selanjutnya yakni uji asumsi klasik.
Hasil uji asumsi klasik yang diperoleh dari persamaan model regresi ini dapat dilihat pada lampiran 30, yaitu :
1. Model persamaan ini menunjukkan bahwa tidak adanya autokorelasi.
Model regresi linear berganda terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin Watson hitung terletak di daerah No autocorelasi yakni lebih dari nilai 2
melebihi nilai du. Nilai Durbin-Watson yang dihasilkan adalah 3,173 berada melewati angka 2 yakni berada di daerah no autocorelasi.
2. Pada persamaan model ini juga tidak ditemukan adanya multikolinearitas,
hal ini dapat dilihat bahwa tingkat Variance Inflaction Factor VIF tidak lebih dari 10 dan nilai Tollerance tidak kurang dari 0,1. Maka dapat
dinyatakan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik
statistik dan
dapat digunakan
dalam penelitian.
Uji multikolinearitas juga dilihat dari nilai R
2
dan R Square yang lebih besar dari 0,60. Dimana nilai R adalah 0,998 dan nilai R Square 0,980 dan
terdapat variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen. Sehingga dapat diketahui bahwa model persamaan ini terbebas
dari multikolinearitas. 3.
Heteroskedastistas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Cara memprediksi
ada tidaknya suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Berdasarkan hasil gambar Scatterplot, model persamaan ini juga
bebas heteroskedastisitas karena pola gambar scatterplotnya tersebar, melebar dan tidak berpola Lampiran 30.
Berdasarkan Hasil uji regresi dapat diketahui bahwa apakah EVA, CAR ROE dan EPS secara bersama-sama dan secara parsial memiliki
pengaruh yang signifikansi terhadap MVA. Hal tersebut ditunjukkan dari
P-value pada kolom sig yang lebih kecil α 0,10 atau nilai F hitung lebih
besar dari nilai F tabel. Sedangkan uji secara parsial dilihat dari nilai sig dan nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel. Adapun persamaan dari regresi
berganda dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Persamaan Regresi Rasio Keuangan dan EVA terhadap MVA
Sumber : Output regresi berganda Rasio Keuangan dan EVA terhadap MVA diolah
Berdasarkan persamaan regresi pada Tabel 7 tersebut di atas dapat diketahui bahwa EVA memiliki pengaruh positif, sedangkan CAR dan ROE
memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap MVA. Untuk nilai Adjusted R Square
yakni koefisien determinasi yang dihasilkan adalah sebesar 0,980 atau sekitar 98,0 persen. Hal tersebut berarti bahwa variabel dependen
MVA dijelaskan oleh variabel independen EVA, CAR, ROE dan EPS sebesar 98,0 persen. Sedangkan sisanya sebesar 2,00 persen dijelaskan oleh
variabel lain diluar variabel yang digunakan dalam model persamaan regresi tersebut. Dari persamaan diatas dapat diketahui pula jika EVA naik sebanyak
satu satuan dalam jutaan rupiah, maka akan terjadi peningkatan MVA sebesar Rp 1,6132 dalam jutaan
. Sedangkan untuk
ROE yang memiliki pengaruh signifikan negatif memiliki arti jika terjadi peningkatan ROE
sebesar satu satuan dalam persen maka terjadi penurunan MVA sebesar Rp
846.031,84 dalam jutaan dan jika terdapat peningkatan CAR sebesar satu satuan dalam persen maka akan terjadi penurunan MVA sebesar Rp 1.327.158,68
dalam jutaan. Penerimaan hipotesis yang digunakan dalam model persamaan ini
ditentukan dari p-value pada tabel ANOVA Lampiran 30 secara simultan bernilai lebih kecil dari tingkat signifikansi
α = 0,10 atau F hitung lebih besar dari F tabel . Dimana nilai P-value yang dihasilkan adalah 0,011 nilai tersebut lebih
kecil dari α = 0,10 . Untuk nilai F hitung yang dihasilkan adalah 63,502 lebih besar dari F tabel yakni 3,187. Sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang
berarti signifikan, bahwa variabel independen CAR, ROE, EPS dan EVA
Persamaan Regresi R
Adjusted R Square
MVA = 18652178.59 + 1.6132 EVA – 1327158.68 CAR -
846031.84 ROE 0,998
0,980
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen MVA. Sedangkan untuk mengetahui pengaruhnya secara parsial atau individu
variebel independen masing-masing, maka digunakan uji parsial t hitung. Dimana apabila t hitung lebih besar daripada t tabel dan nilai sig lebih kecil
dari α = 0,10 maka secara parsial EVA, CAR, ROE dan EPS memiliki pengaruh terhadap MVA. Berikut adalah t hitung dari hasil uji regresi dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil t Hitung Pada Uji Regresi
Model t
P-value Nilai t tabel
Sig α Constant
3,244 0,029
0.10 CAR
-3,425 0,019
ROE -6,392
0,032 1,708
EVA 7,330
0,010 EPS
0,012 0,115
Berdasarkan dari Tabel 8 diatas dapat diketahui bahwa nilai t hitung CAR, ROE dan EVA lebih besar dari nilai t tabel. Dimana nilai t hitung untuk
CAR adalah negatif 3,425. Untuk ROE t hitungnya adalah negatif 6,392 dan untuk EVA nilai t hitungnya adalah 7,330 serta t hitung EPS adalah 0,012.
Sehingga secara parsial CAR, ROE dan EVA memiliki pengaruh signifikansi terhadap MVA. Sedangkan EPS memiliki nilai t hitung yang lebih kecil
dibandingkan nilai t tabel. Hal tersebut menunjukkan bahwa EPS tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap MVA.
Nilai koefisien regresi EVA adalah positif 1,6132 hal ini berarti bahwa EVA memiliki pengaruh signifikan positif terhadap MVA. Hal
tersebut menunjukkan bahwa jika suatu perusahaan dapat menghasilkan nilai EVA yang positif maka nilai MVA yang dihasilkan juga akan cenderung
positif. Semakin baik nilai EVA maka nilai MVA juga semakin baik. Selain itu perhitungan EVA dan MVA menggunakan komponen ekuitas. Pada
perhitungan EVA, modal digunakan dalam tahapan perhitungan Weighted Average Cost Of Capital WACC dan Invested Capital IC yang nantinya
juga digunakan sebagai komponen untuk menghitung Cost Of Capital COC untuk pengurang NOPAT sebagai tahapan akhir perhitungan EVA.
Sedangkan pada perhitungan MVA, ekuitas digunakan sebagai pengurang
setelah harga saham dikalikan dengan jumlah sahamnya. Sehingga diketahui EVA dan MVA bergerak searah dan hal ini yang menyebabkan EVA
berpengaruh positif terhadap MVA. Selain itu EVA dan MVA merupakan metode yang digunakan untuk menghitung kemampuan perusahaan dalam
menciptakan nilai tambah. Berdasarkan nilai koefisien regresi, ROE memiliki pengaruh
signifikansi negatif terhadap MVA. Pada proses perhitungan ROE dan MVA memiliki persamaan, yakni menggunakan komponen modal. Pada MVA,
komponen modal digunakan sebagai pengurang setelah harga saham dikalikan dengan jumlah saham yang beredar. Dan ROE dihasilkan dengan membagi
laba bersih terhadap total modal. Pada MVA, semakin kecil total modal yang dimiliki pada periode tertentu maka semakin besar nilai MVA begitu pula
pada perhitungan ROE, semakin kecil nilai total modal maka semakin besar nilai ROE yang dihasilkan. Sehingga dapat ditujukkan bahwa dari proses
perhitungan, ROE dan MVA bergerak searah. Selain modal, nilai ROE dipengaruhi juga oleh komponen laba bersih. Semakin besar laba bersih yang
diciptakan oleh bank, maka nilai ROE juga akan semakin baik. Namun komponen laba bersih yang digunakan pada perhitungan ROE tidak memiliki
keterkaitan terhadap perhitungan MVA, sehingga laba bersih tidak berpengaruh terhadap perhitungan MVA. Selain itu perhitungan MVA
menggunakan komponen utama lainnya yakni jumlah saham beredar dan harga saham yang berfluktuatif dan cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor
luar perusahaan yakni kondisi pasar saham saat tertentu. Oleh karena itu ROE memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap MVA.
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa CAR memiliki pengaruh negatif terhadap MVA. Berdasarkan perhitungan MVA yang dicapai BII
periode 2004 sampai dengan 2009 diperoleh bahwa nilai MVA cenderung meningkat, namun di tahun 2005 dan 2009 MVA mengalami penurunan.
Dalam perhitungan MVA, harga saham merupakan komponen yang akan dikalikan dengan jumlah saham yang beredar dikurangi modal sehingga
diperoleh nilai MVA. Nilai CAR yang diperoleh BII memiliki kecenderungan menurun
.
Naik turunya nilai CAR dipengaruhi oleh komponen modal dan
aktiva yang juga mempengaruhi besarnya nilai ATMR. CAR merupakan rasio yang menjadi pertimbangan bagi investor dalam menanamkan modalnya.
Semakin kecil nilai CAR atau lebih kecil dari standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia 8 persen, maka bank tersebut masuk ke dalam
golongan bank yang tidak sehat. Sehingga dapat mempengaruhi penilaian kinerja keuangan bank dan memberikan pengaruh terhadap harga saham yang
ditawarkan. Dengan nilai CAR yang cenderung menurun akan menjadi kelemahan dalam posisi tawar menawar saham perusahaan. Hubungan negatif
dari CAR dan MVA ini menunjukkan bahwa CAR dan MVA tidak searah. Hal tersebut juga dapat dilihat pada proses perhitungan. Walaupun CAR dan
MVA memiliki kesamaan yakni menggunakan komponen total modal, namun komponen total modal tersebut memiliki pengaruh yang berbeda. Pada
perhitungan CAR, total modal digunakan sebagai pembagi ATMR, sehingga semakin besar total modal maka semakin besar nilai CAR. Sedangkan pada
MVA, total modal digunakan sebagai pengurang dari harga saham setelah dikalikan dengan jumlah saham yang beredar. Sehingga pada MVA, total
modal memiliki pengaruh yang berbeda dibandingkan pada perhitungan CAR. Pada MVA semakin besar total modal maka semakin kecil nilai MVA yang
dihasilkan. Sama halnya dengan ROE, CAR dan MVA hanya memiliki keterkaitan dalam penggunaan komponen modal pada tahapan perhitungan.
Hasil MVA lebih didominasi oleh harga saham dan jumlah saham yang beredar. Semakin tinggi harga saham atau semakin besar jumlah saham yang
beredar maka semakin besar proporsi yang nantinya akan dikurangi nilai ekuitas, maka nilai MVA semakin besar. oleh karena itu CAR juga memiliki
pengaruh signifikan negatif terhadap MVA.
Pengujian regresi dilakukan untuk melihat variabel mana yang memberikan pengaruh signifikan terhadap MVA. Selain itu juga dilakukan uji
korelasi untuk melihat tingkat keeratan hubungan antar variabel dependen terhadap variabel independen. Adapun kekuatan korelasi CAR, EPS, ROE
dan EVA terhadap MVA dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Hasil Uji Korelasi Rasio Keuangan, EVA dan MVA
Pengujian hubungan rasio keuangan, EVA, terhadap MVA diperoleh p-value yang ditujukan pada nilai sig t-tailed lebih kecil dari level
of significant . Sehingga dengan hasil pengujian tersebut, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya rasio keuangan CAR, ROE, EPS, EVA dan MVA
berkorelasi. Nilai korelasi yang terjadi antara MVA dan EVA adalah sebesar 0,957. Nilai korelasi tersebut berada pada rentang 0,91
– 0,99 yang artinya tingkat hubungan MVA dan EVA adalah sangat kuat sekali.
Untuk nilai korelasi yang dimiliki CAR dan ROE masing-masing adalah negatif 0,684 dan negatif 0,632 berada pada rentang 0,400
– 0,699 . Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa keeratan hubungan CAR dan
ROE terhadap MVA berada pada tingkat yang kuat. Sedangkan untuk EPS sendiri, berdasarkan uji korelasi diperoleh nilai sig t-tailed EPS adalah 0,111
lebih besar dari α = 0,10. Hal ini menggambarkan bahwa EPS tidak berkorelasi dengan MVA. Untuk kekuatan hubungan yang ditunjukkan dari
koefisien korelasi, EPS memiliki hubungan sebesar 0,585 yang berarti kekuatan keeratan yang dimiliki EPS adalah kuat.
Pada uji regresi dan korelasi menggambarkan bahwa CAR, ROE dan EVA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai MVA. Sedangkan
variabel EPS tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap MVA, namun hasil korelasi menunjukkan bahwa keeratan yang dimiliki EPS terhadap MVA
adalah kuat. Pada proses perhitungan CAR, ROE, EPS, EVA serta MVA memiliki kesamaan yakni menggunakan beberapa komponen pos-pos
keuangan yang sama. Dimana pos-pos keuangan yang digunakan adalah total modal ekuitas, total aktiva, laba bersih, dan harga saham. Total modal
digunakan dalam perhitungan CAR, ROE, EVA dan MVA. Untuk laba bersih digunakan dalam perhitungan untuk memperoleh nilai ROE, EPS dan EVA.
Sedangkan untuk total aktiva digunakan dalam perhitungan CAR. Dan harga CAR
ROE EPS EVA
MVA Pearson Correlation
MVA -,684
-,632 -,585
,957 1
Sig t-tailed MVA
,067 ,089
,111 ,001
saham digunakan dalam perhitungan MVA. Untuk pos keuangan laba bersih akan mempengaruhi nilai ROE dan EPS, dimana semakin besar laba bersih
yang diperoleh perusahaan maka nilai ROE akan semakin baik. Selain itu, dari uji regresi diketahui bahwa ROE memiliki pengaruh signifikan negatif
dan memiliki keterkaitan perhitungan terhadap MVA yakni kesamaan dalam penggunaan total modal. Hal ini berarti beberapa komponen pos keuangan
tersebut akan dapat mempengaruhi nilai rasio keuangan CAR, ROE, EPS, EVA dan MVA. Sehingga untuk meningkatkan nilai MVA, perlu dilakukan
pengendalian terhadap pos-pos keuangan yang mempengaruhi nilai-nilai rasio keuangan dan EVA. Untuk meningkatkan nilai EVA perusahaan harus
meningkatakan nilai NOPAT. Untuk meningkatkan nilai NOPAT dapat dilakukan dua cara, yakni meningkatkan pendapatan operasional yang dapat
dicapai perusahaan atau meningkatkan biaya bunga. Peningkatan pendapatan operasional dan biaya bunga cenderung dapat meningkatkan laba bersih dan
akan memberikan pengaruh terhadap nilai EPS dan ROE menjadi naik. Nilai EPS dan ROE yang semakin baik dapat memberi respon positf bagi
pertimbangan investor dan memperbaiki kondisi keuangan bank. Untuk nilai NOPAT pada perhitungan EVA sangat dipengaruhi oleh
nilai laba bersih dan biaya bunga. Pada tahun 2006 EVA mengalami peningkatan dikarenakan nilai NOPAT pada tahun tersebut meningkat sebesar
36,22 persen. Peningkatan NOPAT ini dikarenakan adanya peningkatan biaya bunga sebesar 52,50 persen dari tahun lalu yang diterima oleh BII
dikarenakan pertumbuhan kredit yang pesat. Dimana pada tahun 2006 BII melaksanakan beberapa kerja sama kemitraan diantaranya adalah BII
menjalin kemitraan dengan Koperasi Paguyuban Pedagang Mie dan Bakso Megapolitan Indonesia PPMMI untuk mendukung usaha mikro kecil dan
menengah UMKM. Selain itu BII juga melakukan ekspansi dana kredit kepada UKM. Kegiatan kerjasama tersebut merupakan bentuk pelaksanaan
fungsi BII sebagai penyalur dana kredit bagi UKM. Melalui penyaluran dana kredit dan perluasan pemberian kredit kepada UKM tersebut dapat
meningkatkan margin bunga bersih yang diterima BII dan akan mempengaruhi pendapatan bunga yang diterima BII. Selain itu BII juga dapat
meningkatkan biaya bunga melalui pelaksanaan peranan BII sebagai penghimpun dana pihak ketiga dalam bentuk tabungan dan giro. Untuk CAR
yang berpengaruh negatif terhadap MVA, BII perlu menjaga nilai pos-pos keuangan yang mempengaruhi CAR yakni total aset dan Total modal. Sama
halnya dengan CAR, total modal juga mempengaruhi nilai ROE. ROE merupakan rasio yang mengukur kemampuan BII dalam mengelola modal
yang dimilikinya untuk menghasilkan laba bersih. Dalam hal ini BII perlu meningkatkan modal dengan meningkatkan komponen penyusun total modal,
diantaranya cadangan umum dan laba ditahan. Dengan total modal yang meningkat diharapkan BII dapat melakukan pengeloaan yang efektif dan
efesien melalui penyaluran dana kredit bagi pihak ketiga. Sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan laba bersih yang diterima BII. Laba bersih juga
mempengaruhi nilai ROE. Semakin besar laba bersih maka semakin baik nilai ROE. Semakin baik nilai ROE maka penilain kinerja keuangan dari sisi
kemampuan menghasilkan keuntungan terhadap pengelolaan total modal dipandang semakin baik oleh para investor, sehingga diharapkan dapat
membantu menarik investor dalam pertimbangan menanamkan modalnya di BII.
4.4 Implikasi Manajerial