tahun 2009 ini dikarenakan meningkatnya beban operasional diluar beban penyisihan kerugian aset produktif dan non produktif
serta estimasi kerugian komitmen dan kontijensi menjadi sebesar Rp 1.692.826 juta, hal tersebut disebabkan karena BII menerapkan
kebijakan yang lebih konservatif pada penyisihan kerugian aset produktif dan non produktif setelah melakukan penilaian
menyeluruh terhadap portfolio yang ada. Perhitungan ROE yang berhasil dicapai PT. BII, Tbk dapat dilihat pada Lampiran 17.
3. Earning Per Share EPS
Earning per Share EPS adalah suatu rasio yang mengukur tingkat keuntungan laba per lembar saham biasa yang dapat
dihasilkan perusahaan bagi pemegang saham. Nilai EPS diperoleh dengan menghitung laba bersih yang dihasilkan pada periode
tertentu dibagi dengan jumlah saham. Apabila nilai EPS semakin tinggi maka semakin besar pula laba yang yang dihasilkan dari
perlembar saham tersebut maka kinerja perusahaan di mata para investor semakin baik. Karena perusahaan berhasil menciptakan
laba persaham bagi investor. Nilai EPS yang dihasilkan oleh BII periode 2004-2009 cenderung menurun. Adapun nilai EPS yang
diperoleh BII periode 2004-2009 dapat dilihat sebagai berikut.
Gambar 4. Grafik Hasil EPS PT BII, Tbk Periode 2004-2009 Sumber : Laporan keuangan Bank Internasional Indonesia, Tbk
diolah
2004 2005
2006 2007
2008 2009
EPS 17
15 13
7 10
-1 -2
2 4
6 8
10 12
14 16
18
Rp lem
b ar
sah am
Berdasarkan Gambar 4 diatas dapat diketahui bahwa nilai- nilai EPS yang dihasilkan oleh BII cenderung menurun, meskipun
pada tahun 2008 nilai EPS mengalami kenaikan menjadi Rp 10 dari Rp 7 di tahun 2007. Namun nilai EPS kembali menurun di
tahun 2009 menjadi negatif Rp 1. Nilai EPS tertinggi diperoleh pada tahun 2004 yakni sebesar Rp 17 dan cenderung menurun
hingga di tahun 2009. Pada tahun 2005 nilai EPS yang dihasilkan BII turun menjadi Rp 15 dikarenakan adanya beban pajak
tangguhan dan laba sebelum akusisi yang bernilai negatif sehingga mempengaruhi laba bersih yang diperoleh di tahun 2004 lebih
rendah dibanding tahun 2005. Dimana pada tahun 2004 laba bersih yang diperoleh BII adalah Rp 821.582 juta dan turun
menjadi Rp 725.118 juta di tahun 2005. Laba bersih tersebut turun sebesar 12 persen sebagai akibat beberapa faktor. Pertama,
meskipun aktiva produktif tumbuh secara signifikan, selisih antara suku bunga kredit dan simpanan semakin menipis
sepanjang tahun, baik karena suku bunga yang cenderung naik maupun kompetisi bisnis yang semakin ketat. Kedua, masih
terkait dengan hal tersebut di atas, walaupun simpanan nasabah tumbuh 25 persen, namun terjadi pergeseran komposisi simpanan
dari tabungan dan giro yang berbiaya rendah ke deposito, sehingga biaya pendanaan secara keseluruhan meningkat. Ketiga,
ketatnya likuiditas pada kuartal terakhir menyebabkan naiknya biaya pendanaan, baik dipasar komersial maupun antar bank.
Keempat, BII terus melakukan investasi sistem dan teknologi baru yang sangat penting. Terakhir, laba tahun lalu ditunjang
oleh pendapatan tidak rutin dari penjualan obligasi berbunga tetap.
Untuk tahun 2006 nilai EPS juga menurun disebabkan turunnya pendapatan operasional yang diperoleh pada tahun 2006
sehingga laba bersih yang diperoleh juga mengalami penurunan menjadi Rp 606.140 juta. Sedangkan pada tahun 2007 pendapatan
operasional mengalami kenaikan sebesar 2 persen disebabkan oleh adanya pendapatan bunga bersih yang lebih rendah dan
meningkatnya pendapatan imbal jasa 16 persen terutama dari kenaikan pendapatan provisi dari trade service, wealth
management dan pengiriman uang, namun biaya overhead pada tahun tersebut juga mengalami kenaikan sebesar 3 persen. Selain
itu, pendapatan non operasional juga mengalami penurunan dengan proporsi yang lebih besar sehingga tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap laba bersih. Sehingga laba bersih yang diperoleh tahun 2007 juga mengalami penurunan
menjadi Rp 325.828 juta dan berimplikasi terhadap nilai EPS menjadi turun. Untuk tahun 2008, nilai EPS yang diperoleh BII
mengalami kenaikan dikarenakan adanya peningkatan jumlah pendapatan operasional dan pendapatan non operasional sehingga
laba bersih yang diperoleh BII mengalami kenaikan menjadi Rp 468.697 juta. Nilai EPS terendah yang diperoleh BII adalah pada
tahun 2009 disebabkan adanya kerugian konsolidasi yang dicatat oleh BII pada tahun 2009 tersebut. Kerugian konsolidasi tersebut
menggambarkan terdapatnya penurunan laba bersih yang telah diperoleh pada tahun 2008. Penurunan laba bersih tersebut
merupakan implikasi adanya pembentukan beban penyisihan kerugian aset produktif dan non produktif termasuk estimasi
kerugian komitmen dan kontinjensi sebesar Rp 1.692.826 juta, karena bank menerapkan kebijakan yang lebih konservatif pada
penyisihan kerugian aset produktif dan non produktif setelah melakukan penilaian menyeluruh terhadap portofolio yang ada.
4.2.2 Economic Value Added EVA