Komposisi biomassa Porphyridium cruentum yaitu 32,1 ww karbohidrat dan 34,1 protein kasar. Kandungan mineral dalam 100 g biomassa
kering : Ca 4960 mg, K 1190 mg, Na 1130 mg, Mg 629 mg, Zn 373 mg. Kandungan asam lemak terdiri dari 1,6 untuk16:0; 0,4 un
tuk 18:2ώ6; 1,3, 20:4ώ6; 1,3 untuk 20:5ώ3. Biomassa mengandung pigmen Porphyridium
cruentum berupa fikoeritrin dengan karakteristiknya berwarna merah. Biomassa
juga mengandung tokoferol, vitamin K, dan karoten Fuentes et al. 2000. Struktur sel Porphyridium cruentum merupakan tipe struktur sel
eukariotik. Setiap sel dikelilingi oleh dinding sel yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan bagian luar terdiri dari bahan pectic dan lapisan bagian dalam terbuat dari
cellulosic microfibrils Sharma 1986. Biomassa kering sel Porphyridium
cruentum mengandung protein 28-39, karbohidrat 40-57, lipid 9-14
Spolaore et al. 2006.
2.2 Pertumbuhan Mikroalga
Pertumbuhan mikroalga pada kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Perkembangan sel
dalam kultur mikroalga terdiri atas lima fase, yaitu fase lag adaptasi, fase eksponensial logaritmik, fase penurunan laju pertumbuhan deklinasi, fase
stasioner, dan fase kematian. Fase pertama adalah fase lag atau adaptasi dimana pada fase ini populasi yang baru ditransfer mengalami penurunan tingkat
metabolisme karena fase inokulum yang tidak merata dan terjadi proses adaptasi terhadap media kultur. Fase kedua adalah fase eksponensial logaritmik dimana
percepatan pertumbuhan dan perbandingan konsentrasi komponen biokimia menjadi konstan Fogg 1975.
Fase deklinasi terjadi dengan berakhirnya fase logaritma dengan tidak ada pertumbuhan. Hal ini terjadi karena kekurangan nutrisi nitrogen dan phosfat.
Fase stasioner merupakan akhir dari produksi biomassa yang menjadi konstan. Pada fase ini konsentrasi maksimum biomassa tercapai. Fase kematian ditandai
dengan terjadinya penurunan produksi biomassa karena sel lisis Aprimara 2010.
2.3 Pengaruh Faktor Lingkungan Porphyridium cruentum
Pertumbuhan Porphyridium cruentum dipengaruhi oleh faktor lingkungan meeliputi cahaya, suhu, salinitas, pH, dan nutrien yang digunakan karbon,
nitrogen, sulfur, dan fosfor.
a Cahaya
Cahaya memiliki pengaruh yang besar terhadap komposisi kimia alga fotosintesis. Umumnya penurunan intensitas cahaya akan meningkatkan klorofil a
dan pigmen yang lain klorofil b, klorofil c, fikobilliprotein, dan karotenoid sedangkan intensitas cahaya yang tinggi akan menurunkan klorofil a dan pigmen
yang lain Richmond 2004. Pertumbuhan Porphyridium cruentum pada air laut juga tergantung cahaya
tetapi toleransi intensitas cahayanya relatif lebih besar. Peningkatan intensitas cahaya menyebabkan pengecilan ukuran kloroplas dan meningkatkan granulasi
pada kandungan sel Borowitzka dan Borowitzka 1988.
b Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap komposisi biokimia alga. Suhu berpengaruh terhadap komposisi dan kandungan membran
lipid. Menurunnya suhu pertumbuhan di bawah kondisi optimal meningkatkan asam lemak tak jenuh dalam sistem membran. Bertambahnya stabilitas dan
fluiditas membran sel khusunya membran tilakoid meningkatkan asam lemak tak jenuh pada membran lipid melindungi fotosintesis dari fotoinhibisi pada suhu
rendah Richmond 2004. Sel Porphyridium dapat tumbuh pada kisaran suhu 10-35 °C dengan suhu
optimum 25 °C. Aktivitas optimum fotosintesis dari kultur Porphyridium cruentum
terjadi pada suhu 25 °C Vonshak 1988. Suhu optimum untuk pertumbuhan Porphyridium adalah 21-26 °C dan pada suhu dibawah 13 °C
pertumbuhannya lambat sedangkan pada suhu diatas 31 °C pertumbuhannya terhambat Richmond 1988.
c Salinitas dan pH
Porphyridium dapat bertahan hidup pada kisaran salinitas yang cukup
besar yaitu 0,5-2 kali konsentrasi air laut Borowitzka dan Borowitzka 1988. Pada kondisi salinitas kurang dari 3,5, Porphyridium tidak mampu bersaing
hidup dengan mikroalga lainnya jika ditumbuhkan pada kultur terbuka. Salinitas sebesar 4,6 tidak menghambat proses pertumbuhan. Meskipun demikian,
salinitas dengan kisaran 3,5-4,5 dapat memacu pertumbuhan yang optimal Richmond 1988.
Porphyridium cruentum dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH
5,2-8,3. Derajat keasaman pH optimum untuk fotosintesis Porphyridium cruentum
adalah 7,5. Pertumbuhan akan terhambat jika pH kurang dari 5 Borowitzka dan Borowitzka 1988.
d Nutrien 1 Sumber Karbon
Porphyridium menggunakan CO
2
sebagai sumber karbon Vonshak 1988. Pertumbuhan menjadi lebih cepat pada kultur yang diberi cahaya dan aerasi
dengan udara yang mengandung CO
2
. Pertumbuhan kultur pada 4400 lux dengan aerasi mempunyai waktu pembelahan 20 jam sedangkan ketika ditambahkan
udara sebesar 1 CO
2
vv waktu pembelahan menjadi setengahnya Borowitzka dan Borowitzka 1988.
2 Sumber Nitrogen
Porphyridium dapat menggunakan KNO
3
dan amonium sebagai sumber nitrogen. Sumber nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan sel dan sintesis enzim
pada pembentukan polisakarida. Kelebihan nitrogen umumnya mengurangi produksi polisakarida ekstraseluler. Jika ditumbuhkan dalam media dengan
sumber nitrogen terbatas maka produksi polisakaridanya lebih tinggi Borowitzka dan Borowitzka 1988.
Nitrogen diperlukan sel dalam jumlah besar sebagai komponen protein, asam nukleat dan komponen seluler yang lain. Nitrogen pada umumnya
digunakan oleh organisme dalam bentuk nitrat NO
3 -
dan amonium NH
4 +
. Amonium adalah salah satu bentuk nitrogen yang sebagian besar diasimilasi oleh
fitoplankton. Amonium tidak memerlukan reduksi terlebih dahulu untuk asimilasi menjadi asam amino Kurniawati 2006. Nitrogen dapat berpengaruh terhadap
metabolisme seluler yaitu menyebabkan penurunan efisiensi transfer energi ke fotosistem II pada reaksi fotosintesis akibat konsentrasi nitrogen yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah Aprimara 2010.
3 Sulfur
Sulfur merupakan elemen essensial untuk autotrof dan heterotrof. Sulfur memainkan peranan penting pada struktur dan fungsi protein. L-metionin,
L-cistein, glutationin dan sulfide bukan termasuk sumber sulfur bagi P.cruentum. Sulfur yang berasal dari MgSO
4
, Na
2
SO
3,
atau Na
2
S
2
O
3
antara 5,4 sampai 27 Mm menghasilkan
pertumbuhan yang
baik bagi
mikroalga Borowitzka dan Borowitzka 1988.
4 Fosfor
Fosfor merupakan makronutrien utama lainnya yang berperan penting pada proses metabolit seluler dengan membentuk banyak struktur dan komponen
fungsional untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroalga. Ketika nutrien berlebih
maka cahaya
merupakan faktor
pembatas pertumbuhan
Richmond 2004. Fosfor dipergunakan oleh alga dalam bentuk H
2
PO
4 -
atau HPO
4 2-
. Konsentrasi fosfor optimum dalam media bervariasi berdasarkan spesies. Rata-rata kisaran toleransi fosfor untuk kebanyakan alga adalah 50 µgl sampai
20 µgl Becker 1994. Fosfor mengalami penurunan sama dengan nitrogen. Pada sel eukariotik
dan prokariotik, kandungan klorofil a menurun ketika kandungan karbohidrat meningkat. Namun, berkebalikan dengan nitrogen, kerusakan phycobillisome
sedikit ketika fosfor berkurang. Penurunan phycobillisome menyebabkan pembelahan sel dan terjadi sintesis phycobillisome baru Richmond 2004.
Fosfor berperan sebagai elemen struktural asam nukleat, adenosine tifosfat dan fosfolipid, serta metabolisme energi terutama untuk menghasilkan ATP pada
proses fotosintesis Raynods 1994. Fosfor merupakan salah satu unsur yang berperan dalam proses penyusunan karbohidrat dan senyawa nitrogen
Bold dan Wynne 1985. Fosfat dapat menurunkan klorofil dalam sel. Gula terfosforilasi yang kaya energi muncul dalam proses fotosintesis
Lombardi dan Wangersky 1991. Trace elemen
penting untuk pertumbuhan mikroalga karena termasuk molekul organik penting, khususnya untuk faktor koenzim pada reaksi
fotosintesis. Trace elemen ini terdiri dari Fe, Mn, Zn, Cu kadang-kadang Mo dan
Se dalam air hanya terbatas untuk pertumbuhan alga. Chelator merupakan trace metal
bufer.
2.4 Mikroenkapsulasi