Pigmen Fikoeritrin Mikroenkapsulasi biomasa Porphyridium cruentum

0 hari 5 hari 8 hari 12 hari Gambar 11 Kultur Porphyridium cruentum umur 0, 5, 8, dan 12 hari

4.2 Pigmen Fikoeritrin

Porphyridium cruentum memiliki pigmen dominan berupa fikoeritrin. Biomassa Porphyridium cruentum diekstraksi pigmennya pada umur panen 5 hari fase log, 8 hari fase awal stasioner, dan 12 hari fase akhir stasioner. Pigmen Porphyridium cruentum dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Pigmen Porphyridium cruentum pada kultur H-12, H-8, dan H-5 Pigmen Porphyridium cruentum secara visual berwarna pink kemerah- merahan. Hal ini sesuai yang dinyatakan Bermejo et al. 2003 bahwa fikoeritrin murni mempunyai warna pink. Porphyridium cruentum diukur pigmennya pada panjang gelombang 546 nm, 620 nm, dan 650 nm. Nilai absorbansi Porphyridium cruentum dapat dilihat pada Tabel 2. Absorbansi fikoeritrin, fikosianin, dan allofikosianin mengalami peningkatan warna dari kultur umur 5 hari, 8 hari, dan 12 hari. Pada kultur umur 12 hari fase stasioner mempunyai absorbansi fikoeritrin, fikosianin, dan allofikosianin tertinggi, yaitu sebesar 2,154 nm; 0,368 nm; 0,217 nm karena pada fase akhir stasioner sel lebih banyak menghasilkan metabolit sekunder, intensitas cahaya yang diterima sel berkurang dan ketersediaan nitrogen pada media kultur berkurang. H-5 H-12 H-8 Tabel 2 Nilai absorbansi pigmen Porphyridium cruentum Umur panen hari Nilai Absorbansi nm A546 A620 A650 5 1,851 0,309 0,173 8 1,852 0,325 0,190 12 2,154 0,368 0,217 Keterangan : A546 : Absorbansi fikoeritrin pada panjang gelombang 546 nm A620 : Absorbansi fikosianin pada panjang gelombang 620 nm A650 : Absorbansi allofikosianin pada panjang gelombang 650 nm Penelitian Choi et al. 2003 menunjukkan bahwa ketika ketersediaan nitrogen berkurang maka kadar klorofil semakin kecil. Prihantini et al. 2005 menyatakan bahwa pada fase stasioner, intensitas cahaya yang diterima sel berkurang. Intensitas cahaya yang diterima sel berkurang 20-25 pada fase akhir fase eksponensial dan 30-40 pada fase stasioner karena kerapatan sel yang semakin tinggi Espinoza et al. 2007. Penurunan intensitas cahaya akan meningkatkan klorofil a dan pigmen yang lain klorofil c, klorofil d, fikobilliprotein Richmond 2004. Fikoeritrin dapat digunakan sebagai pewarna alami untuk menggantikan pewarna sintesis yang merupakan penyebab karsinogen. Fikoeritrin mempunyai potensial pasar yang luas karena permintaan pigmen yang tinggi terhadap jenis pigmen merah yang aman bagi kesehatan Borowitzka dan Borowitzka 1988. Kurva pigmen fikoeritrin dapat dilihat pada Gambar 13. a b Gambar 13 Peak pigmen Porphyridium cruentum a aquades b bufer Roman et al. 2002 Pigmen fikoeritrin yang diekstraksi menggunakan pelarut aquades memiliki peak yang sama dengan fikoeritrin yang diekstraksi menggunakan 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 400 450 500 550 600 650 700 750 800 A bso rb an si panjang gelombang nm pelarut bufer. Pigmen fikoeritrin dengan pelarut aquades memiliki nilai absorbansi 2,15 nm lebih tinggi dibandingkan pelarut bufer 0,80 nm. Perbedaan kadar pigmen fikoeritrin disebabkan perbedaan pelarut dan kondisi kultivasi. Kumar et al. 2010 menyatakan bahwa pelarut memainkan peranan penting dalam proses ekstraksi. Pelarut sangat penting dalam penentuan kadar pigmen.

4.3 Mikrokapsul Porphyridium cruentum