3.3.2 Penetapan kondisi optimum KCKT
Larutan baku vitamin A yang akan disuntikkan ke dalam sistem KCKT disiapkan sesuai metode Farmakope Inggris 2009.
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar vitamin A dalam bentuk baku atau konsentrat vitamin A, sehingga untuk penetapan kadar
vitamin A dalam minyak goreng sawit oleh peneliti dilakukan modifi- asi, yaitu penambahan matriks minyak goreng sawit, perubahan
konsentrasi baku yang digunakan dan pada proses penyiapan sampel tanpa pemanasan larutan uji.
Larutan dianalisis menggunakan KCKT dengan berbagai kondisi percobaan seperti pada Tabel 6 dan analisis untuk setiap
kondisi percobaan dilakukan masing-masing dengan 3 kali pengu- angan. Kromatogram yang dihasilkan dievaluasi dengan cara mencatat
atau menghitung: waktu retensi Rt, resolusi Rs, jumlah lempeng teoritis N dan faktor ikutan atau tailing faktor Tf untuk masing-
masing hasil pada berbagai kondisi percobaan. Kondisi percobaan memenuhi kriteria apabila: waktu retensi Rt 15 menit; resolusi Rs
1,5; jumlah lempeng teoritis N 3000 dan faktor ikutan atau tailing faktor Tf mendekati 1. Untuk mempermudah dalam mengam-
bil keputusan pada pemilihan kondisi optimum, maka setiap parameter kromatogram diberi nilai skor antara 1 - 3. Penentuan nilai skor untuk
penilaian kromatogram dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil tersebut kemudian ditentukan jumlah skor tertinggi
yang merupakan kondisi optimum dan selanjutnya digunakan pada penelitian selanjutnya.
31 Tabel 6. Kondisi parameter KCKT untuk optimasi metode
Kondisi Parameter Tetap
Parameter Berubah
1 Kolom C 18; fase gerak metanol; detektor UV 325 nm
Laju alir: 0,6; 0,8 dan 1,0 mLmenit 2
Kolom C 18; fase gerak metanol; detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470
nm. Laju alir: 0,6; 0,8 dan 1,0 mLmenit
3 Kolom C 18; fase gerak metanol dan air; laju alir 1,5 mLmenit;
detektor UV 325 nm Perbanding komposisi fase gerak metanol
dan air 97,5:2,5; 95:5; 90:10; dan 85:15 4
Kolom C 18; fase gerak metanol dan air; laju alir 1,5 mLmenit; detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 nm dan
panjang gelombang emisi 470 nm. Perbanding komposisi fase gerak metanol
dan air 97,5:2,5; 95:5; 90:10; dan 85:15
5 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan metanol; laju alir 1,0
mLmenit; detektor UV 325nm Perbanding komposisi fase gerak metanol
dan air 75:25; 50:50; dan 25:75 6
Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan metanol; laju alir 1,0 mLmenit; detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325
nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. Perbanding komposisi fase gerak metanol
dan air 75:25; 50:50; dan 25:75
7 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan air; laju alir 1,5mLmenit;
detektor UV 325 nm Perbanding komposisi fase gerak asetonitril
dan air 100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25.
8 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan air; laju alir 1,5mLmenit;
detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang ge-lombang emisi 470 nm.
Perbanding komposisi fase gerak asetonitril dan air 100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20
dan 75:25
9 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan air; laju alir
1,75mLmenit; detektor UV 325 nm Perbanding komposisi fase gerak asetonitril
dan air 100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25
10 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan air; laju alir
1,75mLmenit; detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm.
Perbanding komposisi fase gerak asetonitril dan air 100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20
dan 75:25