non-keuangan, tersedia dan dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
h Competence and Integrity Kompetensi dan Integritas
Efektifitas CG bergantung pada pihak-pihak yang memiliki integritas dan kompetensi memadai dalam menjalankan
fungsi-fungsi CG. i
Effective System of Checks and Balances Sistem Cek dan Keseimbangan yang Efektif
Meyakinkan terjadinya keselarasan kepentingan di antara para partisipan CG.
2 Anand 2008 menyebutkan empat prinsip CG yang seharusnya
digunakan sebagai pijakan dalam pengembangan aktivitas-aktivitas penerapan CG, yaitu:
a Independensi
Independensi tidak hanya berupa pemisahan peran antara ketua pejabat eksekutif dengan ketua dewan direksi tetapi juga
komposisi dewan direksi yang harus terdiri atas banyak anggota dewan yang independen.
b Akuntabilitas
Setiap partisipan CG memegang amanah dan bersedia bertanggung jawab atas kegagalan-kegagalan yang terjadi, jika ada.
c Responsibilitas
Anggota perusahaan seharusnya bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keputusan dan tindakan yang diambil adalah
berdasarkan pada informasi yang memadai dan lengkap. d
Reputasi Perusahaan harus menjalani dan menjaga hubungan baik
dengan publik.
2.4.7 Peranan Good Corporate Governance GCG dalam Bisnis Perbankan
Sejak krisis moneter tahun 1997, dari mulai pembentukan hingga penutupan BPPN Badan Penyehatan Perbankan Nasional 2004 dan
berakhirnya proses rekapitalisasi perbankan, telah dimulai penataan kembali
perbankan di Indonesia. Penataan itu, terutama, diarahkan pada upaya memperkuat ketahanan dalam mewujudkan stabilitas perbankan guna
mengatasi berbagai krisis yang dapat menimpa perbankan. Di samping itu, dengan semakin meluasnya jangkauan kegiatan operasional perbankan pada
era globalisasi di berbagai bidang pembangunan ekonomi, diperlukan rambu-rambu dalam pengendaliannya.
Kameyama dkk. 2005 menyebutkan bahwa “In March 2001, the National Committee of Corporate Governance
the ‘NCCG’ issued the National Code for Good Corporate Governance. The Code consists of 13 chapters, i. e.: shareholders; the board of
commissioners; the board of directors; audit system; corporate secretary; stakeholders; disclosure; confidentiality; insider information; business
ethics and corruption; donations; compliance with health, safety and environmental protection regulations; and equal employment opportunity.
In July 2003, the NCCG has completed the Indonesian Banking Sector Code hereinafter referred to as “the Banking Code” as a complement of the
National Code for Good Corporate Governance to create a healthy banking system in
Indonesia.” Sesuai dengan kutipan di atas, Kameyama, dkk. menyebutkan dalam
jurnalnya bahwa, pada bulan Maret 2001, Komite Nasional Tata Kelola Perusahaan mengeluarkan Kode Nasional Tata Kelola Perusahaan. Kode
tersebut terdiri atas tiga belas bagian, yaitu pemegang saham; dewan komisaris; dewan direktur; sistem audit; sekretaris perusahaan; para
pemangku kepentingan; pengungkapan; kerahasiaan; informasi terselubung; kecurangan dan etika bisnis; donasi; peraturan kepatuhan terhadap
kesehatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan; serta kesempatan yang sama pada semua pegawai. Pada Juli 2003, Komite Nasional Tata Kelola
Perusahaan telah melengkapi Kode Pada Sektor Perbankan Indonesia selanjutnya mengacu pada “Kode Perbankan” sebagai pelengkap Kode
Nasional Tata Kelola Perusahaan yang Baik untuk menghasilkan sistem perbankan yang sehat di Indonesia.
Upaya penataan kembali tingkat kesehatan perbankan melalui
program rekapitalisasi, terutama ditujukan untuk meningkatkan ketahanan permodalan bank. Pada tahun 2003, Bank Indonesia telah pula menerbitkan
ketentuan perihal modal minimum yang harus dipenuhi bank umum, termasuk setelah memerhatikan terdapatnya unsur market risk yang dapat
berpengaruh pada permodalan tersebut. Demikian pula, telah diterbitkan regulasi oleh Bank Indonesia dalam
rangka pembangunan infrastruktur bagi manajemen yang diperlukan dalam mengendalikan risiko yang dihadapi oleh perbankan di masa depan.
Selanjutnya juga, unsur-unsur lain dalam CAMELS telah pula dibenahi. Hal yang menonjol adalah pembenahan pada segi manajemen
perbankan melalui penerapan fit and proper test untuk pengurus dan bahkan pemilik bank. Melalui langkah-langkah ini, kepemilikan bank-bank swasta
nasional oleh kelompok-kelompok usaha di sektor riil yang meluas sejak deregulasi perbankan 1988 hingga krisis moneter 1997, secara formal, telah
berhasil ditiadakan Ali, 2006. Jumlah bank di Indonesia, dari tahun ke tahun, menurun karena
merger ataupun dilikuidasi. Ketika rating Versi Biro Riset Infobank
pertama kali diluncurkan pada 1996, jumlah bank masih 240 buah. Ke depan, jumlah bank diperkirakan masih akan menyusut akibat merger antar
bank, baik ketentuan kepemilikan tunggal single presence policy atau SPP maupun memperkuat modal. Bahkan akibat aturan baru tentang kepemilikan
bank yang akan menggerus kepemilikan, jual beli bank akan marak. Selama ini, sebuah bank dilikuidasi karena perilaku pemiliknya yang
rakus dan menganggap bahwa uang bank adalah uang nenek moyang. Persoalan bukan hanya urusan matematika tetapi juga perilaku pengurus dan
karyawan. Oleh karena itu, persoalan governance menjadi hal yang penting dalam pengelolaan perbankan pada masa depan Infobank, 2012, Juni.
2.5 Penelitian Terdahulu