Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Tindakan rekayasa terhadap pencatatan laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan merupakan penyebab terjadinya krisis yang berlangsung di Amerika Serikat dan Eropa. Bermacam-macam langkah telah banyak dilakukan untuk menyelesaikan krisis tersebut, namun masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Krisis tersebut menyebabkan jatuhnya beberapa perusahaan besar dunia, seperti Enron Corporation dan WorldCom di Amerika Serikat, HIH Insurance Company Ltd., One-Tell Pty Ltd. di Australia, serta Parmalat di Itali. Hal tersebut didukung dengan adanya data pertumbuhan ekonomi dunia yang ada pada Tabel 1. Tabel 1. Pertumbuhan ekonomi dunia dalam persentase Negara 2009 2010 2011 Proyeksi Output Dunia -0,5 5,1 4,3 Advanced Economies -3,4 3,0 2,2 Amerika Serikat -2,6 2,9 2,5 Euro Zone -4,1 1,8 2,0 Jerman -4,7 3,5 3,2 Perancis -2,6 1,4 2,1 Portugal -2,0 2,3 -1,1 Italia -5,2 1,3 1,0 Irlandia -11,3 -3,6 -1,3 Yunani -0,8 -2,1 -2,6 Spanyol -3,7 -0,1 0,8 Inggris -4,9 1,3 1,5 Jepang -6,3 4,0 -0,7 Emerging Developing Economies 2,8 7,4 6,6 ASEAN-5 1,7 6,9 5,4 Indonesia 4,6 6,1 6,3 – 6,8 BRIC Brazil -0,6 7,5 4,1 Rusia -7,8 4,0 4,8 India 6,8 10,4 8,2 Cina 9,2 10,3 9,6 Middle East and North Africa 2,5 4,4 4,2 Sumber: Kajian stabilitas keuangan KSK, September, 2011 Seperti terlihat pada Tabel 1, krisis ekonomi yang dihadapi oleh Amerika Serikat dan Eropa diikuti dengan penurunan perekonomian yang ada di kedua benua tersebut. Sedangkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sendiri relatif positif dan solid. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan krisis tersebut akan menjadi ancaman buruk terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Negara-negara maju masih terbelenggu oleh besarnya defisit anggaran, beban utang, tingginya angka pengangguran, serta sektor perbankan yang memprihatinkan. Angka pengangguran dapat diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1. Angka pengangguran KSK, September, 2012 Angka pengangguran di negara-negara Eropa meningkat dari tahun ke tahun angka di tahun 2012 merupakan angka proyeksi. Tingginya angka penggangguran akan berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat. Krisis ekonomi yang berkepanjangan mendorong masyarakat untuk membatasi pengeluarannya, terutama pada aktivitas konsumsi. Aktivitas konsumsi dapat digambarkan oleh indikator indeks kepercayaan masyarakat yang sangat rendah bahkan di bawah angka rata-rata jangka panjang pada indeks tersebut 1990-2011. Indeks kepercayaan konsumen dapat diperlihatkan pada Gambar 2. Gambar 2. Indeks kepercayaan konsumen KSK, September, 2012 Selain tingginya angka pengangguran yang berakibat pada daya beli konsumen, negara-negara maju juga dibelenggu oleh adanya masalah defisit anggaran dan utang pemerintah terhadap produk domestik bruto PDB. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Defisit anggaran dan utang pemerintah KSK, September, 2012 Dengan beberapa masalah yang telah diutarakan di atas, terjadi ketidakpastian pada perekonomian global di masa mendatang. Hal tersebut dapat mengakibatkan penularan pada perekonomian domestik yang telah dapat dirasakan imbasnya dalam hal total ekspor Indonesia ke negara-negara di Zona Eropa. Harga komoditas ekspor yang menjadi andalan Indonesia, seperti minyak kelapa sawit, minyak mentah, gas alam, dan batu bara turun drastis di pasaran internasional akibat resesi perekonomian global. Harga komoditas dunia dalam USD diperlihatkan pada Gambar 4. Gambar 4. Harga komoditas dunia KSK, Maret, 2012 Penurunan nilai ekspor Indonesia, menyebabkan perolehan surplus transaksi berjalan lebih rendah dibandingkan dengan surplus transaksi pada semester sebelumnya. Penurunan bisnis secara global tersebut berakar dari pengabaian terhadap prinsip-prinsip GCG di seluruh kehidupan bangsa dan lemahnya corporate governance tata kelola perusahaan di banyak perusahaan, khususnya industri perbankan yang ada di Tanah Air. Praktik mengabaikan prinsip-prinsip GCG yang telah terjadi pada masa lampau membuktikan bahwa bad corporate governance BCG sungguh nyata dan merupakan penyebab terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan di Indonesia. Walaupun sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu Indonesia dilanda krisis, dampak negatif krisis tersebut masih dapat dirasakan. Sehingga selama beberapa dekade terakhir, bangsa Indonesia memang belum menerapkan GCG secara optimal. Padahal, perekonomian yang kokoh, tangguh, dan sustainable dapat terwujud bila GCG dijalankan dengan baik. Perbandingan pada saat sebelum dan sesudah diterapkannya GCG dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Perbandingan antara NPL dengan CAR pada saat sebelum dan sesudah krisis KSK, September, 2012 Implementasi GCG pada industri perbankan selalu menjadi perhatian karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia di masa lampau bersumber dari industri perbankan. Hal tersebut didukung oleh data yang ada pada Gambar 6. Gambar 6. Rasio PDB sektor terhadap total PDB KSK, Juni, 2003 Pada Gambar 6 di atas, sumbangan PDB di Sektor Non Pertambangan dan Pertanian menurun dibandingkan dengan Sektor Pertanian dan Pertambangan. Industri Perbankan sendiri termasuk pada kelompok Sektor Non Pertanian dan Pertambangan. GCG yang efektif sangat bergantung pada strategi dan metode yang dipilih agar industri perbankan tetap sehat dan beroperasi secara terus-menerus. Hal tersebut harus dilakukan mengingat peluang perbankan masih sangat tinggi dan penetrasi pasar yang masih sangat rendah. Mengacu pada survei Bank Dunia di tahun 2009, sekitar 32 dari masyarakat Indonesia atau 76 juta penduduk masih dalam kondisi financially excluded, yaitu belum tersentuh jasa yang paling dasar dari sektor keuangan, seperti bank, pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lembaga-lembaga keuangan lain. Selain itu, sebanyak 60-70 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM juga belum memiliki akses terhadap perbankan. Padahal, hampir 53 juta masyarakat miskin bekerja di sektor UMKM. Kondisi ekonomi yang kondusif sepanjang tahun 2011 juga merupakan bonus bagi industri perbankan di Tanah Air. Pertumbuhan ekonomi yang kabarnya mencapai level tertinggi pasca krisis 1998, menghembuskan angin segar bagi perkembangan bisnis perbankan. Hal ini terlihat dari kinerja sebagian besar bank yang tumbuh positif sepanjang tahun lalu. Ada yang asetnya naik pesat, labanya tumbuh signifikan, kreditnya mengalir deras, dan ada pula yang menghimpun dana pihak ketiganya naik pesat. Selain itu, penurunan suku bunga dana ternyata memberi kontribusi yang besar pula terhadap pendapatan bunga. Karena, selisih penurunan suku bunga dana dengan kredit berlangsung lebih lama Infobank, 2012, Juni. Pertumbuhan DPK dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Pertumbuhan DPK KSK, Maret, 2012 Para stakeholders memercayai kepengurusan perusahaan kepada para manajer sehingga manajer sebagai pengelola lebih mengetahui informasi yang ada di dalam perusahaan. Walaupun demikian, manajer tetap berkewajiban untuk memberikan informasi apapun kepada stakeholders. Akan tetapi, informasi yang diutarakan tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Perbankan memiliki regulasi yang sangat ketat, misalnya capital adequacy ratio CAR dan giro wajib minimum GWM yang harus memenuhi standar yang diperlukan. Bank Indonesia menggunakan laporan keuangan tersebut sebagai dasar penentuan status suatu bank, apakah bank tersebut merupakan bank yang sehat atau tidak. Oleh karena itu, manajer mempunyai insentif untuk melakukan manajemen laba agar perusahaan mereka dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh Bank Indonesia BI. Jika laporan keuangan direkayasa oleh manajemen, akan mengakibatkan distorsi dalam alokasi dana dan hilangnya transparansi dalam melakukan transaksi. Kedua hal ini akan berdampak langsung pada hilangnya kepercayaan masyarakat yang merupakan pemakai transaksi keuangan tersebut kepada pihak bank. Industri perbankan merupakan industri kepercayaan. Jika investor kurang percaya terhadap laporan keuangannya yang bias karena tindakan manajemen laba, mereka akan melakukan penarikan uang secara besar-besaran rush. Akibatnya, industri perbankan akan collapse dan berdampak serius bagi struktur ekonomi suatu negara Adrian dan Restuti, 2011. Manajemen melakukan upaya-upaya rekayasa dengan menggunakan teknik-teknik tertentu agar tampilan laporan keuangannya terlihat lebih baik, labanya lebih tinggi, atau labanya lebih rendah. Ada banyak cara bagi manajer untuk melakukan judgment pada laporan keuangan. Sebagai contoh, judgment dalam memerkirakan kejadian ekonomi di masa depan, semacam umur ekonomis masa pemanfaatan dan nilai kerusakan penyusutan aset yang berumur panjang. Contoh lainnya adalah masa pemanfaatan sumber daya alam, seperti tambang, sumur minyak, kewajiban manfaat pensiun, tunjangan untuk karyawan, pajak tangguhan, kerugian piutang macet, serta perbaikan aset. Praktik penyelewengan yang dilakukan terhadap laporan keuangan ini telah menjadi perhatian banyak pihak, sehingga telah banyak juga yang mengadakan penelitian tentang manajemen laba. Di antaranya adalah Sefiana 2010 memasukkan beberapa variabel yang terkait dengan GCG, seperti proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan Adrian dan Restuti 2011 menganalisis apakah komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba atau tidak. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut juga mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Sefiana 2010 bahwa komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, serta keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba tetapi ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba. Oleh karena itu, implementasi GCG di semua tingkatan karyawan pada suatu perusahaan sudah sangat mendesak untuk segera dilaksanakan karena terkait erat dengan kepercayaan para pemakai laporan keuangan. Perlu suatu tata cara untuk meminimalkan manajemen laba upaya rekayasa terhadap laporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan perbankan dengan menerapkan praktik corporate governance. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisis skripsi ini dengan judul ”Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Praktik Manajemen Laba pada Industri Perbankan Indonesia Tahun 2007-2011”. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, dibatasi masalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh komite audit sebagai indikator dari good corporate governance terhadap manajemen laba? b. Bagaimana pengaruh ukuran dewan komisaris sebagai indikator dari good corporate governance terhadap manajemen laba? c. Bagaimana pengaruh status kepemilikan dan keterbukaan sebagai indikator dari good corporate governance terhadap manajemen laba? d. Bagaimana pengaruh komposisi dewan komisaris sebagai indikator dari good corporate governance terhadap manajemen laba? e. Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan sebagai indikator dari good corporate governance terhadap manajemen laba?

1.3 Tujuan Penelitian

Dokumen yang terkait

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA

0 5 27

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia

0 12 66

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA ( STUDI EMPIRIS PADA PERBANKAN YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA ).

0 1 17

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA.

0 1 16

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA (Studi Kasus Pada Industri Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2004-2007).

0 0 9

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia.

0 1 15

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA DI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Industri Perbankan Indonesia.

0 2 15

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA INDUSTRI PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI

0 0 19

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 19