2.2.2 Strategi Manajemen Laba
Terdapat tiga jenis strategi manajemen laba Subramanyam dan Wild, 2010, yaitu:
a. Meningkatkan Laba
Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode terkini untuk membuat perusahaan dipandang
lebih baik. b.
Big Bath Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan write-off
sebanyak mungkin pada suatu periode. Atau, manajer melakukan “mandi besar” big bath melalui pengurangan laba pada periode ini.
c. Perataan Laba
Perataan laba merupakan bentuk umum dari manajemen laba. Manajer mengurangi fluktuasi laba dengan perataan laba income
smoothing . Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba
pada periode tertentu, tidak hanya dengan menciptakan cadangan dan “bank” laba tetapi juga melaporkan laba ini pada periode buruk. Banyak
perusahaan menggunakan bentuk manajemen laba ini.
2.2.3 Prinsip Akuntansi Berterima Umum PABU dan Manajemen Laba
Literatur profesional praktisi dan regulator tidak memberikan definisi yang jelas tentang manajemen laba meskipun mereka telah
membuat pernyataan tentang bentuk ekstrim dari manajemen laba, yaitu financial fraud
Lasdi, 2006. Manajemen laba berbeda dengan financial fraud. Keduanya secara
konseptual berbeda, yaitu financial fraud dilakukan melaui kecurangan praktik akuntansi dengan maksud untuk menipu. Di lain pihak, manajemen
laba dilakukan atas keinginan manajemen melalui judgment dan estimasi yang masih di dalam aturan Prinsip Akuntansi Berterima Umum PABU.
Tetapi, manajemen laba tampaknya sulit untuk dibedakan dari pelaksanaan kebijakan akuntansi yang sesuai aturan PABU tanpa ada keinginan
manajemen di dalamnya.
Isu penting dari definisi manajemen laba adalah bagaimana mengukur manajemen laba dengan adanya PABU yang meminta manajemen untuk
membuat judgment dan estimasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meminta manajemen untuk memberikan dokumentasi yang
jelas dan rinci tentang bagaimana mereka membuat estimasi dan judgment Lasdi, 2006.
Dengan adanya isu definisi ini, sulit untuk mengidentifikasi secara sistematis manajemen laba dalam sampel yang besar. Demikian pula dalam
praktiknya, manajemen laba sering kali disamakan dengan kecurangan. Sehingga, hal ini menjadikan sulit bagi praktisi untuk mengidentifikasi
manajer dan perusahaan yang melakukan manajemen laba melalui perataan laba.
Healy dan Wahlen 1999 dalam Lasdi 2006 menyatakan bahwa kesulitan untuk mengidentifikasi tersebut diakibatkan karena masalah
pengukuran manajemen laba. Manajemen laba itu buruk karena akan mengakibatkan reliabilitas
menurun. Manajemen laba itu baik karena sebagai alat untuk mengomunikasikan informasi berlebih yang didapat oleh manajemen
Rahmawati, 2012.
2.2.4 Motivasi Melakukan Manajemen Laba
Banyak alasan untuk melakukan manajemen laba. Alasan tersebut di antaranya Subramanyam dan Wild, 2010, yaitu:
a. Insentif Perjanjian
Banyak perjanjian yang menggunakan angka akuntansi. Misalnya, perjanjian kompensasi manajer biasanya mencakup bonus berdasarkan
laba. Perjanjian bonus biasanya memiliki batas atas dan bawah, artinya manajer tidak mendapatkan bonus saat laba lebih rendah dari batas
bawah dan tidak mendapatkan bonus tambahan saat laba lebih tinggi dari batas atas.
b. Dampak Harga Saham
Insentif manajemen laba lainnya adalah potensi dampak terhadap harga saham. Misalnya, manajer dapat meningkatkan laba untuk
menaikkan harga saham perusahaan sementara sepanjang satu kejadian tertentu. Seperti, merger yang akan dilakukan, penawaran surat berharga,
rencana untuk menjual saham, atau melaksanakan opsi. c.
Insentif Lain Laba sering kali diturunkan untuk menghindari biaya politik dan
penelitian yang dilakukan oleh badan pemerintah. Misalnya, untuk ketaatan undang-undang anti monopoli.
2.2.5 Mekanisme Manajemen Laba