yang ada, tetapi juga kepada sumber-sumber kekuasaan yang ada di tengah masyarakat. Sumber-sumber kekuasaan ini pada gilirannya akan membentuk
jejaring akses yang saling terkait satu dengan lainnya dan mempengaruhi relasi antara aktor. Dengan demikian fokus kajian dalam teori akses jejaring dan
perangkat kekuasaan adalah alat atau media, proses dan relasi dimana aktor dapat memperoleh, mengontrol dan mempertahankan aksesnya ke sumber daya. Media,
proses dan relasi dipahami sebagai mekanisme Ribot and Peluso, 2003.
6.2. Jenis dan Alur Manfaat Sumber Daya Waduk Djuanda
Ribot and Peluso 2003 menyebutkan bahwa identifikasi jenis sumber daya dan manfaatnya serta alur manfaat sumber daya merupakan hal yang pertama kali
harus dilakukan. Menurutnya, “the analysis of resource access first require
identifying the object of inquiry —a particular benefit coming from a particular
resource”. Manfaat sumber daya ini tidak hanya yang bersifat ekstraksi langsung saja, seperti perikanan tangkap ataupun budidaya, namun juga dapat meliputi
seluruh rangkaian proses produksi, distribusi hingga konsumsi. Sumber daya Waduk Djuanda menyediakan berbagai bentuk barang dan
jasa lingkungan yang dapat diambil manfaatnya oleh beberapa pihak yang berbeda. Identifikasi manfaat sumber daya tidak dapat terlepas dari identifikasi jenis barang
dan jasa yang ditawarkan oleh sumber daya tersebut. Sumber daya Waduk Djuanda memberikan beberapa manfaat yaitu bahan baku air bersih dan sumber pembangkit
tenaga listrik yang diambil manfaatnya oleh pihak PJT II; perairan untuk usaha budidaya KJA, jalur transportasi air dan pariwisata; ikan untuk kegiatan
penangkapan; sumber air irigasi untuk pertanian; juga jasa-jasa lingkungan seperti halnya pengendalian banjir, cadangan air bersih, sumber plasma nutfah bagi
perikanan dan lainnya. Manfaat yang diperoleh tersebut tidak hanya melibatkan satu pengguna saja,
sering kali melibatkan berbagai pengguna dalam satu rantai dan jejaring yang panjang dan saling terkait. Dengan demikian manfaat tersebut mengalir dari satu
pengguna ke pengguna lainnya, dan dapat meningkat besaran manfaatnya dari satu pengguna ke pengguna lainnya. Ribot and Peluso 2003 menyebutkan,
“Benefits
from a resource can accrue in production, extraction, product transformation, exchange, transport, distribution, or consumption”.
1. Alur manfaat bahan baku air bersih
PJT II berperan sebagai regulator dan distributor bahan baku air bersih untuk wilayah Jakarta. Air dari Waduk Djuanda didistribusikan kepada PDAM
Jakarta untuk kemudian diolah lebih lanjut hingga memenuhi standar kelayakan. PDAM Jakarta kemudian mendistribusikannya kepada konsumen dan konsumen
menikmati air tersebut untuk kegiatan keseharian dengan kompensasi membayar harga tertentu. Hal yang perlu diperhatikan adalah alur manfaat ini tidak hanya
berjalan satu arah saja, namun juga berlaku sebaliknya dalam bentuk penanggungan resiko. Sebagai contoh jika terjadi penurunan kualitas bahan baku
air bersih, maka akan menyebabkan bertambahnya resiko bagi PDAM berupa bertambahnya biaya dalam proses produksi air bersih.
2. Alur manfaat sumber tenaga pembangkit listrik
Air Waduk Djuanda dimanfaatkan sebagai sumber tenaga pembangkit listrik yang dikelola oleh PJT II. PJT II mengolah air menjadi tenaga listrik
menggunakan turbin dan mendistribusikannya kepada PJB Perusahaan Jawa Bali. PJB kemudian mendistribusikan listrik tersebut kepada konsumen dan
konsumen menikmati listrik dengan membayar harga tertentu.
3. Alur manfaat perikanan budidaya
Perikanan budidaya memiliki alur manfaat yang lebih kompleks dan melibatkan banyak aktor di dalamnya. Alur manfaat perikanan budidaya lebih
mudah diidentifikasi dengan mengikuti proses produksi, distribusi dan konsumsi. Pada rangkaian proses produksi, kegiatan budidaya melibatkan
berbagai pihak, diantaranya penyedia jasa konstruksi KJA berupa penyedia bahan baku konstruksi dan juga penyedia jasa perakitan konstruksi,
pembudidaya, penyedia benih, penyedia pakan, operator penjaga KJA, penyedia modal, pemerintah dan pengelola waduk melalui retribusi dan
perizinan, dan transportasi. Alur manfaat pada rangkaian proses distribusi
melibatkan bakul ikan pedagang pengumpul, buruh panen, penyedia es, penyedia jasa transportasi air dan darat. Sementara alur manfaat pada proses
konsumsi melibatkan pedagang pengecer, rumah makan, dan konsumen. Alur manfaat perikanan budidaya bisa melibatkan berbagai kombinasi dari
seluruh aktor yang ada di atas. Hal ini terjadi karena seringkali satu pihak menjalankan beberapa fungsi aktor secara bersamaan. Sebagai contoh, tidak
jarang dijumpai penyedia modal yang juga penyedia benih, pakan dan sekaligus bakul ikan. Semakin pendek alur manfaat maka semakin besar porsi manfaat
yang diterima oleh masing-masing aktor. Semakin terkumpulnya fungsi aktor pada satu pihak juga akan semakin besar terakumulasinya manfaat pada pihak
tersebut.
4. Alur manfaat perikanan tangkap
Kegiatan pemanfaatan perikanan tangkap yang ada di Waduk Djuanda lebih sederhana dibandingkan dengan perikanan budidaya. Alur manfaat yang terjadi
di perikanan tangkap meliputi penyedia perlengkapan, nelayan, penyedia modal, bakul ikan pedagang pengumpul, penyedia jasa transportasi air dan darat,
penyedia es, pedangang pengecer, rumah makan dan konsumen. Sederhananya alur manfaat di perikanan tangkap karena sifat perikanan tangkap yang berupa
skala kecil dengan alat tangkap yang sederhana dan hanya beroperasi seorang diri saja. Namun demikian, sama halnya dengan perikanan budidaya, alur
manfaat yang ada bisa melibatkan berbagai kombinasi dari aktor yang ada. Panjang dan pendeknya alur manfaat mempengaruhi besaran porsi manfaat yang
diterima oleh masing-masing aktor pengguna. Umumnya, bakul ikan merangkap sebagai pedagang pengecer dan penyedia modal sehingga akumulasi manfaat
lebih banyak berada di bakul ikan dibandingkan dengan nelayan.
5. Alur manfaat transportasi air
Masyarakat memanfaatkan perairan sebagai sarana melintas antar desa. Hal ini disebabkan karena lokasi desa-desa yang mengelilingi waduk dan akses jalan
darat yang memutar. Selain itu kegiatan budidaya juga memerlukan kebutuhan perlengkapan usaha yang difasilitasi oleh transportasi air untuk mengantarnya.
Kegiatan wisata seperti pemancingan juga memanfaatkan transportasi air. Alur manfaat kegiatan transportasi air diidentifikasikan terdiri dari penyedia jasa
peralatan dan perbaikan, operator perahu, penyedia modal dan konsumen. Gambar 4 memperlihatkan akses, aliran manfaat sumber daya dan pola relasi aktor
yang terdapat di Waduk Djuanda, Jatiluhur.
Gambar 4. Akses, Aliran Manfaat Sumber Daya dan Pola Relasi Aktor 6.3. Mekanisme Akses Sumber Daya Waduk Djuanda: Kepentingan dan
Strategi Aktor
Ribot and Peluso 2003 menjelaskan hal yang perlu dilakukan dalam mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme akses, yaitu
“identifying the mechanism by which different actors involved gain, control, and maintain the
benefit flow and its distribution”. Mekanisme akses setidaknya dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme akses berdasarkan hak dan mekanisme akses berdasarkan struktur
dan relasi. Mekanisme akses yang terjadi melibatkan berbagai aktor yang memiliki tingkat kepentingan dan kekuasaan yang berbeda dan saling berinteraksi satu
dengan lainnya. Relasi yang terjadi antara aktor dapat dikelompokkan menjadi antara mereka yang memiliki kontrol terhadap akses sumber daya dengan mereka
yang harus mendapatkan dan mempertahankan akses sumber daya. Dalam pola relasi inilah pembagian manfaat atas sumber daya dinegosiasikan diantara dua
KJA
KJA skala kecil 4-20 petak
KJA skala menengah 20-50 petak
KJA skala besar 50 petak
Disnakkan Kab. Purwakarta
Sumber Daya Perairan Waduk
Pedagang pakan Bandar ikan
Bandar ikan Nelayan
Transportasi Air PJT II
PJB - PLN PDAM
Aliran manfaat langsung Aliran manfaat tidak langsung
Relasi pemodal
kelompok aktor tersebut Ribot and Peluso, 2003. Dalam proses negosiasi tersebut masing-masing aktor mengembangkan strategi yang berbeda demi satu tujuan yaitu
mempertahankan akses sumber daya dan juga aliran manfaatnya.
Mekanisme Akses Berbasis Hak
MacPherson 1978 dalam Ribot dan Peluso 2003 menjelaskan, “when the
ability to benefit from something derives from rights attributed by law, custom, or convention, contemporary
theorists have usually called it ‘property’”. Terkait konteks lokasi penelitian, maka kemampuan mengambil manfaat sumber daya
diperoleh melalui hukum dan peraturan formal yang mendukung klaim atas sumber daya waduk. Dalam bab sebelumnya dijelaskan tentang kelompok aktor yang
terbagi menjadi dua, yaitu kelompok aktor otorita dan kelompok aktor pengguna.
a. Kelompok aktor otorita Kelompok aktor otorita memperoleh akses dengan berlandaskan kepada
peraturan perundang-undangan. Kelompok aktor otorita berperan sebagai perpanjangan tangan negara dalam penguasaan sumber daya. Namun demikian,
terdapat perbedaan kepentingan antara negara dengan PJT II dan PJT II dengan Pemda Kabupaten Purwakarta cq Dinas Peternakan dan Perikanan dalam
pelaksanaannya. PJT II sebagai sebuah badan usaha memiliki kepentingan mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin dari core business nya, yaitu penyedia bahan baku air bersih dan juga penyedia listrik. Dinas Peternakan dan Perikanan di lain
pihak memiliki kepentingan PAD dari sektor perikanan. Dua kepentingan ini bertolak belakang dalam pengembangan strateginya. PJT II menganggap kegiatan
perikanan budidaya justru menjadi beban bagi usahanya. Kerusakan dan degradasi kualitas perairan salah satunya dituding sebagai dampak dari keberadaan kegiatan
perikanan budidaya yang semakin tidak terkendali jumlahnya. Dengan terjadinya kerusakan dan degradasi kualitas perairan maka secara langsung mempengaruhi
produksi bahan baku air bersih dan listrik. Kerusakan pada instalasi usaha seperti turbin dan bendungan dan meningkatnya biaya perawatan menjadi beban biaya
produksi. Sementara harga jual dari produknya tidak bisa dengan mudah meningkat
begitu saja. Selanjutnya berakibat kepada berkurangnya keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. PJT II mengambil strategi yang bertujuan tetap menjaga aliran
manfaat bagi usahanya, yaitu dengan kecenderungan membatasi dan mengurangi kegiatan perikanan budidaya.
Hal yang berbeda terjadi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan, mengingat manfaat yang diperoleh berasal dari alur kegiatan perikanan, baik
budidaya maupun penangkapan, melalui retribusi dan perizinan sebagai sumber PAD. Strategi yang ditempuh oleh mereka dalam upaya mempertahankan aliran
manfaat adalah dengan cenderung mempertahankan jumlah pembudidaya dan perbaikan teknik-teknik usaha yang lebih ramah lingkungan. Walaupun baik PJT II
dan Dinas Peternakan dan Perikanan memiliki kesamaan sikap terkait harus terkendalinya jumlah KJA, namun berbeda sikap tentang penambahan atau
pengurangan jumlah KJA.
b. Kelompok aktor pengguna Kelompok aktor pengguna dalam hal ini adalah mereka yang memiliki hak
untuk memanfaatkan sumber daya waduk secara langsung, seperti pembudidaya dan nelayan. Berdasarkan aturan yang ada, maka hanya kedua aktor ini yang
memiliki hak memanfaatkan sumber daya. Hak dan kewajiban kedua aktor ini dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah. Akses sumber daya diperoleh dengan
cara membeli izin lokasi usaha dan atau izin melakukan kegiatan usaha yang bersifat kontraktual dalam jangka waktu tertentu, yaitu satu tahun. Dengan
kepemilikan izin tersebut maka mereka mendapatkan hak yang dapat digunakan untuk penguasaan atas suatu lokasi tertentu dan atau dalam suatu waktu tertentu.
Bagi pembudidaya mereka mendapatkan lokasi KJA dalam zonasi-zonasi yang telah ditetapkan serta kesempatan menjalankan kegiatan usaha KJA yang berlaku
selama satu tahun. Sementara bagi nelayan mendapatkan hak untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan waduk yang juga berlaku selama satu tahun.
Dalam konteks berbasis hak, maka kelompok aktor pengguna adalah pihak yang harus mempertahankan akses terhadap sumber daya. Sementara kelompok
aktor otorita adalah pihak yang memiliki kontrol terhadap akses sumber daya. Strategi
yang dikembangkan
oleh kelompok
aktor pengguna
untuk
mempertahankan aksesnya dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan identitas asal. Kelompok aktor pengguna yang merupakan penduduk lokal
memanfaatkan identitasnya dan kelompok untuk memperjuangkan permasalahan yang ada. Biasanya pembudidaya setempat mengelompokkan diri kepada satu
pembudidaya berskala besar yang juga penduduk lokal. Pembudidaya ini saling bekerja sama saat menghadapi permasalahan yang sama, namun tidak dalam
kegiatan usaha. Berbeda halnya dengan umumnya pembudidaya pendatang, strategi yang
mereka gunakan untuk mempertahankan akses sumber dayanya adalah dengan cara sebisa mungkin mematuhi aturan yang ada dan mendekatkan diri kepada beberapa
petugas yang berwenang. Bagi mereka, jaminan perlindungan hukum atas usaha mereka adalah hal penting saat menghadapi permasalahan. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui terdapat perbedaan perlakuan yang diterima oleh petugas yang berwenang dari kedua kategori pembudidaya ini saat melakukan kunjungan
lapang. Pembudidaya pendatang cenderung untuk menjamu dan memberikan pelayanan kepada petugas sebaik mungkin dibandingkan dengan pembudidaya
setempat. Hal ini sebagai salah satu cara untuk mengamankan akses mereka terhadap sumber daya. Tabel 15 memperlihatkan mekanisme akses berbasis hak di
Waduk Djuanda, Jatiluhur.
Tabel 15. Mekanisme Akses Berbasis Hak di Waduk Djuanda, Jatiluhur Aktor
Sumber Manfaat
Sumber Masalah Strategi
Kedudukan Aktor
PJT II Bahan baku
air bersih dan listrik
Kegiatan KJA limbah pakan,
domestik dan operasional KJA
Mengurangi dan atau
membatasi jumlah KJA
Mengontrol akses manfaat
sumber daya
Disnakkan Kab.
Purwakarta PAD
retribusi dan perizinan
Eutrofikasi perairan akibat
bahan cemaran Mempertahan
kan dan mengatur
jumlah KJA Mengontrol
akses manfaat sumber daya
Pengguna Ekstraksi
langsung sumber daya
perairan waduk
Degradasi sumber daya
perairan dan keadilan usaha
Menggunakan identitas sosial
dan tuntutan jaminan usaha
Mempertahankan akses manfaat
sumber daya
Mekanisme Akses berbasis Struktur dan Relasi
Mekanisme akses berdasarkan struktur dan relasi sangat bergantung terhadap kondisi masyarakat setempat dan bersifat dinamis. Ribot dan Peluso
2003 menjelaskan setidaknya ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi akses, diantaranya adalah teknologi, kapital, pasar, tenaga kerja, pengetahuan, otoritas,
identitas sosial dan relasi sosial. Aktor dapat memiliki dan menguasai berbagai jenis akses sekaligus ataupun bergantung hanya kepada satu jenis akses saja.
Pembudidaya KJA Pembudidaya KJA dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan besaran skala
usahanya, yaitu kecil, menengah dan besar. Selain itu, pembudidaya KJA juga dikelompokkan menjadi dua berdasarkan identitas asalnya, yaitu lokal setempat
dan pendatang. Pengelompokkan ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara lapang dimana setiap informan selalu merujuk diri mereka sendiri ataupun merujuk
pembudidaya lain dengan salah satu kombinasi kategori pengelompokkan tersebut. Kenyataannya memang mekanisme akses yang diperoleh oleh setiap kategori
tersebut berbeda-beda. Pembudidaya KJA skala kecil dan setempat mendapatkan akses sumber
daya melalui berbagai cara, yaitu melalui akses kapital yang diperolehnya melalui para pemodal seperti pembudidaya KJA skala besar, bandar ikan, pedagang pakan
ataupun pemodal. Cara lainnya adalah melalui akses atas identitas sosial yang erat dengan akses terhadap otoritas-otoritas lokal seperti bandar ikan yang tidak jarang
digunakan oleh petugas pemerintah untuk membantu pelaksanaan kegiatan pihak otorita. Cara terakhir adalah akses atas relasi sosial yang sebenarnya bersifat
komplementer dengan kedua cara sebelumnya. Akses atas relasi sosial ini justru menjadi pra syarat berhasilnya mendapatkan kedua jenis akses sebelumnya.
Akses terhadap kapital diperoleh dengan sebelumnya mengamankan terlebih dahulu mekanisme akses relasi sosial terhadap para pemodal. Akses relasi
sosial diperoleh melalui kepercayaan trust, relasi pertemanan, patronase dan lainnya. Bentuk patronase antara pembudidaya kecil dengan pemodal adalah yang
umum terjadi. Bagi siapapun yang memiliki keinginan membuka usaha tidaklah
sulit untuk mencari pemodal. Hal ini terungkap dari hasil wawancara di lapang, seperti berikut.
“Saya dulunya buruh KJA punya Pak A, terus saya ditawarin sama dia buat bikin KJA sendiri. Modal semua dari dia. Banyak juga yang kaya saya,
dapet modal dari orang lain terus bikin KJA kecil-kecilan, yah mulainya dari
empat petak biasanya”, CR, pembudidaya skala kecil dan penduduk setempat, 2011.
“Selama saya usaha di sini, yang susah itu bukan nyari yang mau modalin, tapi justru nyari orang yang bisa dipercaya buat usaha itu yang susah. Saya
juga ga bisa asal ngasih modal begitu aja. Harus tau dulu orangnya kaya gimana, ada pengalaman enggak di kolam KJA. Makanya saya lebih milih
kasih modal ke bekas anak buah saya”, A, pemodal; bandar ikan; dan pembudidaya KJA skala besar, 2011.
Saat awal patronase terjalin, maka terjadilah negosiasi pembagian manfaat antara pembudidaya kecil sebagai pihak yang membutuhkan akses dengan pemodal
sebagai pihak yang memiliki kontrol terhadap akses, dalam hal ini akses sumber daya melalui kapital. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa manfaat sumber
daya membentuk suatu alur atau aliran yang berpindah dari satu aktor ke aktor lainnya. Pemodal tentu saja mengambil bagian manfaat yang jauh lebih besar,
sementara pembudidaya kecil harus mengorbankan sebagian manfaat sumber daya yang diperolehnya agar tetap dapat memiliki akses. Pengorbanan tersebut berupa
kewajiban penjualan hasil panen kepada pemodal dengan harga yang telah ditentukan oleh pemodal sebelumnya. Harga tersebut tentu saja lebih rendah dari
harga jual sebenarnya. Hal ini sebagai kompensasi dari diberikannya pinjaman atas benih dan pakan yang akan dibayarkan dari hasil panen tersebut.
Terlihat bahwa pemodal mendapatkan dua keuntungan, pertama harga beli ikan yang lebih rendah dan keuntungan dari pengembalian hutang benih ikan dan
pakan ikan. Patronase bisa diakhiri dengan syarat tidak lagi terdapatnya hutang piutang diantara kedua belah pihak. Namun demikian, tidak selalu pihak pemodal
mengambil keuntungan berlebih dari kliennya. Pada saat-saat tertentu, seperti saat melimpahnya panen ikan atau saat terjadinya kematian massal ikan, pemodal
memiliki kewajiban untuk tetap membeli hasil ikan dari para kliennya meskipun terhitung rugi. Hal ini merupakan salah satu cara dari pemodal untuk tetap
mempertahankan aliran manfaat yang diterima dari para kliennya.
Akses sumber daya melalui mekanisme identitas sosial dan otoritas terjadi pada kasus pembudidaya setempat yang tidak memiliki izin usaha. Identitas asli
setempat menjadi senjata dan pembelaan untuk membenarkan dirinya membuka usaha KJA meskipun tidak memiliki izin. Para pembudidaya ini biasanya
mendekatkan diri dan bergantung terhadap tokoh-tokoh setempat yang dianggap memiliki otoritas dan dapat melindungi mereka. Tokoh-tokoh setempat yang
dimaksud sebenarnya tidak lain adalah bandar-bandar ikan yang juga seringkali diminta sebagai perpanjangan tangan oleh petugas yang berwenang untuk
membantu tugas-tugasnya. Tugas-tugas tersebut seperti pendataan statistik, menarik retribusi, ataupun juga sebagai ketua dari salah satu kelompok nelayan atau
pembudidaya, bahkan ada juga yang merangkap sebagai ketua POKWASMAS. Para tokoh ini memanfaatkan posisinya untuk bernegosiasi dengan petugas yang
berwenang agar membiarkan mereka tetap berusaha KJA. Para tokoh ini juga biasanya berperan sebagai pemodal sekaligus patron dari para pembudidaya
tersebut. Hubungan patronase berjalan sama seperti halnya dengan pembudidaya lainnya.
Pembudidaya KJA skala kecil selalu dalam posisi memerlukan jaminan akses dan selalu berupaya menjaga tetap terbukanya akses bagi dirinya. Meskipun
dengan cara harus memberikan sebagian besar manfaat sumber daya yang diperolehnya kepada pihak yang mengontrol akses tersebut. Dengan sendirinya
pembudidaya KJA skala kecil tercabut beberapa kekuasaan yang seharusnya dimiliki. Sebagai contoh adalah hilangnya kekuasaan untuk bebas menentukan
kepada pihak mana hasil panen tersebut dapat dijual, hilangnya kekuasaan untuk bernegosiasi harga jual bahkan dalam kasus tertentu beberapa pembudidaya juga
tidak dapat menentukan lokasi KJA sesuai keinginannya. Aliran manfaat mengalir dari pihak yang sedikit memiliki kuasa kepada pihak yang lebih banyak memiliki
kuasa. Tabel 16 menunjukkan mekanisme akses berbasis struktur dan relasi pembudidaya KJA skala kecil.
Tabel 16. Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan Relasi Pembudidaya KJA Skala Kecil
Strategi Memperoleh Akses
Strategi Mempertahankan Akses
Tipe Akses Melalui pemilik modal
pengusaha KJA skala besar,
bandar ikan,
pedagang pakan Menjalin
hubungan patronase dengan pemilik
modal dan otoritas lokal Kapital
Menggunakan wacana
penduduk setempat dan menjalin
kedekatan dengan otoritas lokal
Identitas sosial, Otoritas dan Relasi sosial
Pembudidaya KJA skala menengah dan skala besar, baik penduduk setempat maupun pendatang umumnya memiliki tingkat penguasaan kapital yang
cukup. Akses kapital bukan merupakan masalah, bahkan banyak diantaranya justru merupakan pihak yang memegang kontrol atas kapital bagi pembudidaya KJA skala
kecil. Salah satu cara bagi pembudidaya ini mempertahankan kontrol atas akses sumber daya adalah dengan menggabungkan beberapa fungsi aktor sekaligus
menjadi satu. Bukan hal yang aneh jika dijumpai pembudidaya ikan skala menengah dan besar yang juga sebagai bandar ikan dan pedagang pakan. Hanya
penyedia benih yang jarang dijumpai melebur menjadi satu dengan pembudidaya KJA skala besar.
Bagi pembudidaya KJA yang tidak memiliki usaha sebagai bandar ikan ataupun pedagang pakan, mereka menjalin hubungan kerja sama dan relasi dengan
sesama pembudidaya KJA yang juga berperan sebagai bandar ikan dan pedagang pakan. Keduanya memiliki tingkat kekuasaan yang sama dan proses negosiasi
pembagian manfaat terjadi dengan porsi yang sama kuat. Tidak ada dominasi diantara keduanya. Sebagai contoh, harga jual ikan sama dengan harga jual ikan
sebenarnya, dan demikian juga dengan harga pakan. Salah satu strategi yang diambil oleh pembudidaya KJA ini adalah dengan membuat kerjasama dan relasi
lebih dari satu bandar ikan dan pakan ikan. Hal ini bertujuan agar terhindar dari permasalahan ketika terjadi melimpahnya ikan dan sulit dijumpai bandar ikan yang
bersedia membeli. Bandar-bandar ikan ini umumnya lebih mendahulukan membeli ikan dari para kliennya.
Salah satu cara lainnya adalah mengamankan akses sumber daya melalui cara menjalin relasi dengan pihak otoritas. Ciri khas dari pembudidaya ini,
khususnya pembudidaya pendatang, adalah ketaatan pada hukum dan aturan yang ada. Hal ini ditunjukkan dari petikan wawancara berikut.
“Kalo buat kami, itu kami hitung investasi. Soalnya kenapa kita nurut sama aturan dan kasih sedikit service buat petugas biar usaha kita aman. Dan
selama ini memang kami jarang sekali diganggu-ganggu oleh petugas ”, E,
pembudidaya skala menengah dan pendatang, 2011. Proses perizinan dan retribusi adalah hal pertama yang akan dilakukan dan menjadi
prioritas. Tidak jarang dalam proses pengurusan perizinan dan pembayaran retribusi tersebut mereka sengaja mengeluarkan biaya yang sedikit lebih banyak
dari yang seharusnya tanpa adanya paksaan ataupun permintaan dari petugas. Tabel 17 menunjukkan mekanisme akses berbasis struktur dan relasi pembudidaya KJA
skala menengah dan besar.
Tabel 17. Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan Relasi Pembudidaya KJA Skala Menengah dan Besar
Strategi Memperoleh Akses
Strategi mempertahankan dan Mengontrol Akses
Tipe Akses Kepemilikan kapital yang
cukup untuk berusaha Mengakumulasi manfaat sumber
daya dengan merangkap berbagai jenis usaha sekaligus
Kapital
Pengurusan perizinan sebagai perlindungan
usaha -
Otoritas
Menjalin hubungan patronase dengan
pengusaha KJA skala kecil Memberikan bantuan pinjaman
permodalan kepada pengusaha KJA skala kecil
Kapital dan relasi sosial
Nelayan Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan adalah hampir seluruhnya
penduduk setempat. Nelayan di lokasi penelitian berskala kecil dengan alat tangkap yang sederhanan berupa jaring insang dan jala. Sebagian besar nelayan memiliki
hubungan patronase dengan bandar ikan. Bandar ikan bagi hasil tangkapan nelayan berbeda dengan bandar ikan hasil budidaya KJA. Setidaknya terdapat dua bandar
ikan nelayan yang tergolong besar di Waduk Djuanda. Nelayan memperoleh akses
sumber daya utamanya melalui akses atas kapital. Akses atas kapital ini diperoleh dengan cara menjalin hubungan patronase dengan bandar ikan. Posisi nelayan
sangatlah lemah, bisa dikatakan tidak memiliki kekuasaan dan selalu bergantung terhadap patron. Secara otomatis bagian manfaat yang diperoleh oleh nelayan
adalah jauh sangat kecil dibandingkan dengan bandar ikan. Bandar ikan memiliki kekuasaan untuk menolak membeli hasil tangkapan nelayan yang dianggap
melawan atau bermain curang seperti secara diam-diam menjual hasil tangkapannya kepada bandar ikan lainnya. Tabel 18 menunjukkan mekanisme
akses berbasis struktur dan relasi nelayan.
Tabel 18. Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan Relasi Nelayan Strategi Memperoleh Akses
Strategi Mempertahankan Akses
Tipe Akses Melalui pemilik modal bandar
ikan Menjalin hubungan
patronase dengan pemilik modal
Kapital Menjalin hubungan dengan pemilik
modal Relasi sosial
Bandar Ikan Bandar ikan seperti telah dijelaskan sebelumnya terbagi menjadi dua, yaitu
bandar ikan hasil budidaya dan bandar ikan hasil tangkapan. Bandar ikan memperoleh akses manfaat sumber daya dengan cara menguasai akses terhadap
pasar. Bandar ikan inilah yang mengetahui informasi tentang pergerakan harga ikan di pasar serta akses kepada perdagangan dan menggunakannya sebagai alat
negosiasi dalam mempertahankan kontrol aliran manfaat sumber dayanya. Harga jual ikan ditentukan oleh bandar ikan dengan mempertimbangkan harga ikan di
pasar dan di tingkat konsumen serta tinggi rendahnya permintaan terhadap ikan. Mereka menguasai pembelian ikan, dan sebagian besar pembudidaya maupun
nelayan selalu menjual ikannya kepada mereka. Bandar ikan hasil budidaya biasanya juga berperan sebagai pedagang pakan,
serta tidak jarang juga memiliki usaha KJA dalam skala besar dan menjadi pemodal. Strategi mereka adalah bagaimana caranya tetap memiliki kontrol yang kuat
terhadap akses para kliennya. Bentuk-bentuk seperti keringanan pengembalian hutang atas benih dan pakan kepada kliennya adalah hal yang umumnya dilakukan.
Pemberian jaminan untuk membeli hasil ikan kliennya di saat jumlah ikan
melimpah dan harga ikan merosot tajam juga salah satu bentuk strategi mereka. Hal ini terungkap dari hasil wawancara seperti berikut.
“Bagi saya mah, soal pakan sama benih bukan masalah utama. Soalnya itu pasti dipotong dari tiap kali panen. Waktu balikinnya juga bisa molor dan
enggak ada batas waktu. Tapi kalo soal ngelempar menjual ikan pas lagi banjir ikan dan harganya juga rendah banget, itu baru jadi masalah. Pas kaya
begitu, biasanya bandar-bandar ikan nolak buat beli. Mereka juga bingung mau ngelempar kemana lagi nantinya. Lha, di pasar aja udah penuh sama
ikan. Kalo saya enggak punya hubungan sama bandar ikan sendiri, bakalan repot. Dan itu soal itu juga yang paling utama buat kita mutusin mau ngikut
sama bandar ikan yang mana”, C, pembudidaya skala kecil dan penduduk setempat, 2011.
“Soal beli ikan pas lagi banjir ikan memang betul jadi masalah yang paling penting. Kalo kita enggak beli itu ikan, bakalan kabur itu anak buah saya.
Hitung-hitung ngebantu aja biar juga kita sebenarnya rugi. Bayangin aja, harga ikan di pasar bisa cuma seribu perak per kilo, padahal kita juga enggak
bisa ambil itu ikan di bawah harga seribu sama me
reka”, A, pemodal; bandar ikan; dan pembudidaya KJA skala besar, 2011.
Masalah jaminan pembelian ikan di saat kondisi ikan melimpah dan harga ikan yang merosot adalah faktor utama bagi keberlangsungan hubungan ini. Tabel 19
memperlihatkan mekanisme akses berbasis struktur dan relasi bandar ikan.
Tabel 19. Mekanisme Akses Berbasis Strukturl dan Relasi Bandar Ikan Strategi Memperoleh Akses
Strategi Mempertahankan dan Mengontrol Akses
Tipe Akses Kepemilikan kapital yang
cukup untuk berusaha Mengakumulasi manfaat
sumber daya dengan merangkap berbagai jenis usaha
sekaligus Kapital
Penguasaan atas akses terhadap pasar hasil
produksi Jaminan pembelian ikan saat
kondisi ikan melimpah Pasar
Menjalin hubungan patronase dengan pengusaha
KJA skala kecil atau nelayan
Memberikan bantuan pinjaman permodalan kepada pengusaha
KJA skala kecil atau nelayan Kapital dan
relasi sosial
Pedagang Pakan Pedagang pakan yang ada di Waduk Djuanda lebih bersifat seperti pedagang
pengecer, bukan sebagai agen ataupun distributor pakan dari pabrik pakan tertentu. Tidak ada hubungan khusus antara pabrik pakan dengan pedagang pakan. Pedagang
pakan mempertahankan aksesnya terhadap pakan dari pabrik adalah dengan cara memenuhi tanggung jawab pembayaran tepat waktu. Walaupun ada sebagian
pedagang pakan bermodal besar yang membayar tunai pembelian pakan dari pabrik. Pedagang pakan menikmati akses manfaat sumber daya dengan
memanfaatkan diskursus tentang pakan yang berkembang di pembudidaya. Setidaknya ada dua diskursus tentang pakan yang berkembang, yaitu 1 diskursus
bahwa hanya pakan berupa pelet dari pabrik pakan yang diakui dapat memberikan hasil produksi yang terbaik; 2 diskursus jumlah pakan yang diberikan berbanding
lurus dengan jumlah total hasil panen yang akan diperoleh. Kedua diskursus ini adalah pemenang dari kontestasi diskursus lainnya dan telah ada semenjak awal
berkembangnya kegiatan KJA di waduk. Diskursus kedua tentang rasio pakan dan hasil panen membuat
berkembangnya sistem pompa dalam pemberian pakan. Sistem pompa adalah cara pemberian pakan dengan frekuensi dan jumlah yang sangat intensif dan masif.
Tujuannya adalah mengejar target panen. Pembudidaya biasa menghitung dan memprediksi hasil panen dengan menggunakan batasan jumlah pakan yang akan
diberikan. Diskursus ini mengalahkan diskursus pengetahuan tentang kemampuan penyerapan ikan dan sisa pakan yang terbuang ke perairan yang menentang
diskursus tersebut. Keberadaan kedua diskursus tersebut seperti terlihat dalam kutipan wawancara berikut.
“Saya taunya klo ikan mau cepet gede, yah dikasih pakan yang banyak. Kalo mau lebih cepet gede lagi, harus pake pakan yang paling mahal. Saya
ngitung panen dari jumlah pakan yang udah dikasih. Saya punya target, dalam sekian bulan dari mulai nebar bibit jumlah pakan yang dikasih tuh
sekian ton. Hitungan siap panen ikutin aja jumlah pakannya. Kalo target pakan udah dapat, berarti ikan
udah siap dipanen”, C, pembudidaya skala kecil dan penduduk setempat, 2011.
Pihak yang diuntungkan adalah pedagang pakan dan juga pabrik pakan. Sama halnya dengan petani yang sangat bergantung dengan pupuk, demikian juga
halnya dengan pembudidaya yang sangat bergantung dengan pakan. Meningkatnya
jumlah pembudidaya secara otomatis meningkatkan permintaan akan pakan, dan harga pakan pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara keuntungan yang
diterima pembudidaya dari tahun ke tahun sebenarnya semakin mengecil, karena meningkatnya persentase biaya pupuk dalam perhitungan biaya produksi.
Selain memanfaatkan diskursus tentang pakan, pedagang pakan juga memanfaatkan kontrol atas akses kapital. Pedagang pakan biasanya merangkap
juga sebagai bandar ikan dan pemodal. Dengan begitu, manfaat sumber daya yang diperoleh oleh mereka bisa lebih terakumulasi. Tabel 20 memperlihatkan
mekanisme akses berbasis struktur dan relasi pedagang pakan.
Tabel 20. Mekanisme Akses Berbasis Struktur dan Relasi Pedagang Pakan Strategi Memperoleh
Akses Strategi Mempertahankan dan
Mengontrol Akses Tipe Akses
Kepemilikan kapital yang cukup untuk berusaha
Mengakumulasi manfaat sumber daya dengan merangkap
berbagai jenis usaha sekaligus Kapital
Memanfaatkan diskursus tentang pakan
Menyebarkan diskursus tentang pakan
Pengetahuan Menjalin hubungan
patronase dengan pengusaha KJA skala kecil
Memberikan bantuan pinjaman permodalan kepada pengusaha
KJA skala kecil Kapital dan
relasi sosial
6.4. Ikhtisar