Karakteristik Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Waduk

Pola produktivitas perikanan di waduk dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: tipe waduk, kesuburan, dan pengelolaan perikanan. Pada tahap awal penggenangan waduk akan terjadi peningkatan produktivitas perikanan dan mencapai maksimum dalam beberapa tahun. Beberapa tahun kemudian, produksi akan menurun dengan cepat sampai kira-kira setengahnya. Pola ini merupakan ciri khusus dari tipe waduk yang dalam dan berlereng curam. Pada waduk ukuran besar dan dangkal, pola produktivitas perikanannya tidak menurun tajam setelah terjadi peningkatan produksi pada tahap awal, produktivitasnya hanya berfluktuasi kecil dan berada sekitar produksi Koeshendrajana, 2008.

4.2. Karakteristik Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Waduk

Perikanan Tangkap Berdasarkan data DKP dan ACIAR 2007 diperoleh bahwa jenis ikan yang tertangkap di Waduk Djuanda didominasi oleh ikan nila 79-96, ikan mas, patin sius dan gabus Tabel 6. Selain itu juga ditemukan jenis ikan oskar, kongo dan goldsom yang tidak disukai nelayan dan termasuk jenis ikan yang tidak ekonomis. Hasil tangkapan ikan di Waduk Djuanda bervariasi antara 74.674 –148.024 kgbulan dengan rata-rata 118.875 kgbulan atau total tangkapan ikan sebesar 1.359,439 tontahun Tabel 6. Daftar jenis-jenis ikan yang tertangkap di Waduk Djuanda Tahun 2005 No Nama lokal Nama ilmiah Kelimpahan relatif Keterangan 1 Nila Oreochromis niloticus +++ introduksi 2 Mas Cyprinus carpio + introduksi 3 Tawes Barbodes gonionotus + Ikan asli 4 Hampal Hampala macrolepidota + Ikan asli 5 Tagih Mystus nemurus + Ikan asli 6 Kebogerang Mystus nigriceps + Ikan asli 7 Sius Pangasionodon hypopthalmus ++ introduksi 8 Bandeng Chanos chanos ++ introduksi 9 Gabus Channa striata ++ Ikan asli 10 Betutu Oxyeleotris marmorata + Introduksi? 11 Oscar Amphilophus citrinellus ++ Introduksi? 12 Goldsom Astronotus ocellatus + Introduksi? 13 Kongo Tilapia butikoferi ++ Introduksi? 14 Sepat Trichogaster trichopterus + Introduksi Keterangan: +++ = tinggi; ++ = sedang; + = jarang Sumber : ACIAR 2007 Sementara itu, jenis alat tangkap ikan yang digunakan nelayan di Waduk Djuanda yaitu jaring insang gill net, jala, anco dan pancing. Namun, saat ini nelayan umumnya menggunakan alat tangkap jaring insang dan jala Tabel 7, dengan perahu kayu yang dilengkapi motor tempel ataupun tanpa motor tempel dan rakit bambu. Tabel 7. Jumlah Nelayan dan Alat Tangkap di Waduk Djuanda, Tahun 2004 No Jenis Alat Tangkap Aktif Pasif Jumlah Nelayan 1 Gillnet 2.175 665 2 Jala 241 242 Jumlah 2.416 907 Sumber : DKP dan ACIAR 2007 Pola pemanfaatan sumberdaya perairan untuk kegiatan perikanan tangkap, umumnya berdasarkan tinggi muka air yang diatur oleh badan otorita dan curah hujan. Pada saat air muka tinggi, nelayan menggunakan alat tangkap berukuran mata jaring kecil mata jaring ± 1,5 inci, sehingga ikan yang tertangkap adalah ikan yang ukurannya kecil dan melimpah. Sedangkan pada saat air muka rendah air mengumpul di tengah, nelayan menangkap ikan menggunakan alat tangkap berukuran besar mata jaring ± 3 inci, sehingga ikan yang tertangkap adalah ikan yang ukurannya besar 500 gram. Perikanan Budidaya Keramba Jaring Apung KJA Kegiatan perikanan budidaya yang dilakukan di Waduk Djuanda adalah perikanan budidaya menggunakan keramba jaring apung KJA. Jenis ikan yang umumnya dibudidayakan adalah jenis ikan mas, nila dan patin. Petak KJA yang digunakan memiliki ukuran 7 x 7 meter dengan kepemilikan jumlah petak KJA yang terus mengalami peningkatan pesat dari tahun ke tahun Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Jumlah Budidaya Keramba Jaring Apung KJA di Waduk Djuanda Periode 2002-2004 Tahun Bulan Jumlah petak Petak Ijin petak Aktif Pasif Rusak 2002 Januari Desember 2.159 2.159 409 565 1.750 957 - 653 319 319 2003 Januari Agustus Desember 2.159 3.216 3.216 150 645 363 1.358 1.818 2.853 653 653 - 203 219 363 2004 Januari 8.043 4.975 3.068 - - Sumber : Sudjana 2004 dan DKP dan ACIAR 2007 Lokasi KJA Waduk Ir. H. Djuanda telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Bupati Kabupaten Purwakarta No. 532.32Kep.234-Diskan2000 dibagi dalam 7 zona, sedangkan PJT II menetapkan 6 zona. Posisi penempatan KJA di waduk Ir. H. Djuanda harus mempertimbangkan luas zona yang diijinkan yaitu maksimal 1 dari luas efektif waduk, elevasi minimal 87.65 meter dpl, kedalaman air minimal 10 meter, arah gelombang dominan, jarak antar unit KJA 50 meter, letak pemasangan jangkar, batas antar blokunit dan pencemaran. Pola pemanfaatan sumberdaya perairan waduk untuk kegiatan perikanan budidaya mengikuti tinggi muka air. Pada saat muka air tinggi adalah kondisi optimum operasional, dalam hal ini pembudidaya ikan akan mengisi seluruh petak yang dimiliki sedangkan pada saat muka air rendah, pembudidaya ikan hanya mengisi sebagian kecil petak yang dimilikinya. Namun kondisi di lapangan tidak demikian, pembudidaya ikan cenderung mengabaikan tinggi muka air dan hanya berorientasi pada produksi perikanan. Dalam hal ini, pembudidaya ikan tidak berpikir tentang kelangsungan sumberdaya itu sendiri dan dampaknya pada lingkungan perairan. Pada saat kondisi permukaan air surut maka kualitas air cenderung menurun, sehingga disarankan untuk mengurangi padat tebar ikan dan jumlah pakan yang diberikan. Produksi ikan dari kegiatan budidaya dari tahun 2004 sampai dengan 2007 mengalami kenaikan yaitu dari 7.048,36 ton menjadi 33.314 ton Tabel 9. Produksi ikan yang terus menerus naik dan jumlah petak yang tidak terkendali berimbas juga pada kondisi lingkungan terjadi eutrofikasi yang berlebihan dan penurunan kualitas air. Tingginya produksi ikan tidak sebanding dengan kerusakan sumberdaya di perairan waduk. Tabel 9. Produksi Perikanan Budidaya KJA di Waduk Ir. H. Djuanda Tahun Produksi ton 2004 7.048,36 2005 12.972,58 2006 15.036,50 2007 33.314 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan 2004-2007 Transportasi dan pariwisata. Pemanfaatan Waduk Djuanda selain untuk perikanan juga untuk transportasi dan pariwisata. Kegiatan transportasi dilakukan untuk mendukung kegiatan-kegiatan masyarakat setempat dalam rangka perdagangan dan non- perdagangan. Kegiatan transportasi yang ada meliputi daerah-daerah tujuan sebagai berikut: Sukasari, Magrah, Pegadungan, Gunung Belut, Ciputat, Kiara Bandung, Citerbang. Ukuran kapal yang digunakan rata rata berukuran panjang 7,5 m dan lebar 1,75 m dengan mesin 8,5 pk. Jumlah perahu yang digunakan untuk kegiatan transportasi sekitar 2.000 unit. Kegiatan tranportasi untuk non-perdagangan selain usaha antar jemput juga berupa usaha penyewaan untuk pemancingan. Permintaan penyewaan perahu untuk pemancingan tinggi terjadi pada hari-hari tertentu setiap minggunya, biasanya terjadi pada hari rabu, kamis, sabtu, dan minggu. Selain kegiatan transportasi, di Waduk Ir. Djuanda juga dimanfaatkan untuk pariwisata. Genangan air yang terdapat pada waduk merupakan daya tarik yang khas yang dapat menimbulkan minat orang untuk berwisata pada daerah tersebut. Kegiatan pariwisata di perairan waduk dapat meningkatkan lapangan kerja antara lain pemandu wisata, hotel dan restoran, pedagang makanan, cinderamata dan lain- lain. Selain meningkatkan pendapatan masyarakat disekitarnya juga pendapatan daerah pun akan lebih dapat ditingkatkan dengan adanya retribusi dari kunjungan wisatawan tersebut, baik wisatawan asing maupun wisatawan domestik. Jasa-jasa yang lain pun akan turut berkembang sesuai dengan klasifikasi wisatawan yang datang. Selain pemanfaatan perairan Waduk Djuanda untuk perikanan dan pariwisata juga untuk olahraga. Terdapat berbagai kegiatan olah raga yang memerlukan media air, yang dapat dilakukan pada perairan waduk. Kegiatan olah raga tersebut dapat dikategorikan pada kegiatan olah raga prestasi dan rekreasi. Setiap kegiatan olah raga air yang dilaksanakan pada perairan waduk mempunyai kriteria persyaratan teknis yang harus dipenuhi. Lokasi yang memenuhi syarat untuk kegiatan tersebut perlu ditetapkan dan ditata dengan baik berikut sarana dan prasarananya yang memadai. Pertanian Waduk Ir. H. Djuanda merupakan penyedia air di Jawa Barat bagian Utara yang meliputi areal sawah seluas 242.000 Ha Tahun 2000. Sedangkan kegiatan pertanian di sekitar perairan waduk tidak tergantung pada air waduk tersebut. Kegiatan pertanian yang dilakukan di sekitar waduk bersifat musiman mengikuti ketinggian muka air perairan. Pertanian dilakukan saat keadaan air surut dengan memanfaatkan bagian-bagian waduk yang sebelumnya terendam. Umumnya masa tanam hanya selama dua hingga tiga bulan dalam setahun. Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA Pemanfaatan untuk PLTA tergantung pada tinggi muka air waduk. Jika permukaan air menurun maka akan mengancam enam turbin pembangkit listrik sehingga tidak bisa berputar. Jika ini terjadi, pasokan listrik dari Waduk Jatiluhur ke Pulau Jawa dan Bali akan terganggu. Pada tinggi muka air 87,5 meter perputaran turbin sudah tidak normal dan pada ketinggian di bawah 80 meter turbin sudah tidak bisa jalan. Waduk Ir. H. Djuanda mampu menghasilkan tenaga listrik dengan kapasitas 187,5 MW setelah uprating dan dapat berproduksi ± 1.000 juta kwh per tahun. Penyedia Air Minum Permukaan air waduk mengalami peningkatan dan penurunan, hal ini mempengaruhi suplai air baku untuk produksi air dan pelayanan air bersih bagi warga Jakarta melalui perusahaan daerah air minum PDAM Jaya. Pada saat bulan April, permukaan air waduk sekitar 97 meter di atas permukaan air laut. Sebelumnya hanya sekitar 90 meter di atas permukaan air laut. Sementara itu, normalnya 107 meter di atas permukaan air laut. Merosotnya tinggi muka air waduk diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Juni-September, sehingga akan mengganggu pasokan air dan listrik Pulau Jawa. Pada saat air mencapai ketinggian 97 meter diatas permukaan air laut, untuk instalasi pengolahan air IPA I Pejompongan dapat mengalirkan air sebanyak 1.600 m3detik, Instasi Pengoalahan Air IPA II 2.750 m3detik dan Buaran 4.600 m3detik. Data ini memperlihatkan suplai air baku untuk warga Jakarta, jika dibawah dari batas tersebut akan mengakibatkan suplai air bersih mengalami penurunan dan dengan sendirinya berdampak pada pelayanan air bersih.

V. KONFIGURASI AKTOR DAN HAK PENGELOLAAN