2.1.3. Konflik, Konflik Kepentingan dan Struktur Sosial
Terkait akses atas sumber daya, beberapa aktor dalam jaring relasi sosial mengontrol dan mempertahankan akses melalui penguasaan atas satu bentuk atau
sekumpulan set kekuasaan bundle of powers Ribbot dan Peluso, 2003. Ribbot dan Peluso 2003, menjelaskan dalam perjalanannya, sebagian aktor yang
menguasai beberapa bentuk akses dapat beraliansi atau berkonflik dengan pihak lainnya. Demikian juga aktor yang mendapatkan akses melalui pihak yang
menguasai akses sering kali juga beraliansi atau berkonflik dengan lainnya. Teori konflik mengasumsikan bahwa tindakan dan perilaku sosial dapat
dipahami dengan cara terbaik melalui melihat ketegangan dan konflik antara kelompok-kelompok dan individu-individu Vago, 1989. Masyarakat adalah
sebuah arena yang di dalamnya merupakan perjuangan atas komoditas yang langka. Teori konflik melihat perubahan dibanding kepatuhan sebagai elemen dasar dari
masyarakat. Marx menyebutkan bahwa tanpa konflik tidak akan terjadi perubahan, hal ini merupakan hukum yang diikuti oleh setiap peradaban hingga saat ini Vago,
1989. Marx menganggap setiap masyarakat, apapun tahapan kemajuan historisnya, terletak atas pondasi ekonomi. Apa yang disebutnya sebagai moda produksi dari
suatu komoditas. Moda produksi memiliki dua elemen, yaitu kekuatan produksi atau pengaturan fisik, teknologi dari aktifitas ekonomi, dan relasi sosial dari
produksi atau keterikatan manusia yang tak terbantahkan antara satu dengan lainnya untuk melakukan aktifitas ekonomi.
Marx tidak pernah secara sistematis mendefinisikan dan mengelaborasi konsep kelas, walaupun hal ini menjadi pusat dalam kajiannya. Namun demikian,
kajian yang dilakukan Marx penuh dengan analisis kelas. Marx banyak mengkaji setidaknya tentang dua permasalahan, yaitu elaborasi abstract structural maps dari
relasi kelas dan analisis atas concrete conjuctural maps dari aktor sebagai kelas Wright, 1987. Wright 1987, menjelaskan bahwa abstract structural maps dari
relasi kelas merupakan analisis terkait cara-cara yang dengannya organisasi sosial produksi menentukan suatu struktur “ruang kosong” dalam relasi kelas yang
ditempati oleh perorangan. Sementara concrete conjuctural maps dari aktor sebagai kelas tidaklah terkait dengan struktur kelas seperti demikian, namun lebih terkait
dengan cara-cara yang dengannya setiap perorangan dalam struktur kelas
terorganisir menjadi kolektifitas yang berhadapan dalam perjuangannya. Struktur kelas ditentukan oleh oleh hubungan sosial antar berbagai kelas sosial, sedangkan
formasi kelas ditentukan oleh hubungan sosial di dalam kelas sosial itu sendiri Wright, 1987; Kinseng, 2007.
Marx memandang hubungan antara moda produksi mempengaruhi dan melandasi kehidupan masyarakat. Manusia ditentukan oleh produksi mereka, baik
apa yang mereka produksikan, maupun cara mereka berproduksi. Sehingga individu tergantung pada syarat-syarat produksinya. Sementara pemahaman organisasi
sosial menurut Marx terkait erat dengan dua tahapan kelas, yaitu kelas “in it self” dan kelas “for it self” Kinseng, 2009. Kelas “in it self” adalah kelas dalam arti
sekumpulan orang-orang yang berada pada posisi yang sama dalam hubungan dengan kepemilikan alat produksi posisi kelas atau situasi kelas. Sementara kelas
“for it self” adalah kelas sosial yang telah mempunyai kesadaran kelas, kepentingan kelas interest dan tujuan perjuangan kelas formasi kelas. Organisasi sosial
berada pada tahapan kelas kedua yaitu formasi kelas, dimana masyarakat telah mengorganisasikan
dirinya ke
dalam organisasi-organisasi
bertujuan memperjuangkan kepentingannya, sebagai bentuk dari munculnya kesadaran kelas.
Organisasi sosial berfungsi sebagai alat mencapai tujuan. Perjuangan kelas merupakan perjuangan politik Kinseng, 2009.
Wright 1987, mengajukan kontrol yang efektif atas sumber daya sebagai dasar atas basis material dari relasi kelas, kelas yang berbeda dibentuk atas
hubungannya dengan sumber daya yang berbeda. Wright 1987 menekankan atas konseptualisasi eksploitasi berbasiskan aset faktor input dalam produksi maupun
non aset keyakinan, otoritas, dominasi, sepanjang hal tersebut terkait dengan penguasaan atau kepemilikan atas aset produktif.
Marx memandang sumber konflik adalah karena adanya dua kelompok atau kelas yang memiliki kepentingan berbeda akibat kepemilikan alat dan faktor
produksi. Satu pihak berupaya mendominasi dan mengambil keuntungan dari pihak yang lain, sementara pihak yang lain berupaya menghindari upaya dominasi. Bagi
Marx, tidak dapat diterima bahwa orang-orang di kelas buruh dapat memenuhi kebutuhannya melalui pekerjaannya atau bahwa mereka dapat menyatakan bentuk
nilai manusiawi yang benar dari jenis apapun yang dikerjakannya Johnson, 1986.
Wright 1987 menekankan bahwa struktur kelas merupakan sebuah struktur dari relasi sosial yang menciptakan matrix dari ekploitasi berdasarkan kepentingan-
kepentingan. Struktur kelas tidak menciptakan pola tertentu dari terbentuknya formasi kelas, tetapi menentukan underlying probabilities dari berbagai formasi
kelas. Wright 1987, kemudian menyebutkan permasalahan aliansi yang dapat terjadi antar kelas, bagian dalam kelas, dan diantara lokasi kelas yang bertentangan.
Aliansi dibentuk berdasarkan strategi-strategi yang bertujuan mengamankan ekploitasi kelas. Bagi Wright 1987, kelas dibentuk atas pola penguasaan atau
kepemilikan efektif atas aspek-aspek dari force of production. Berbagai relasi ekploitasi yang berbeda yang menjelaskan berbagai kelas yang berbeda terhubung
atas qualitatives properties dari berbagai aspek terkait force of production. Dengan demikian, kelas yang diajukan oleh Wright 1987 dengan sendirinya memiliki
dimensi kritis karena mengajukan permasalahan eksploitasi sebagai dasar material pembentukan kelas.
2.2. Kerangka Pemikiran