VII. SUMBER DAYA WADUK DAN ARENA KONTESTASI
KEPENTINGAN
7.1.   Pendahuluan
“Buat saya, waduk itu bukan cuma air sama ikan, tapi tempat hidup dan kehidupan saya. Hampir semua harta saya ada di situ diinvestasikan. Saya
bakalan  bertahan  biar  pake  cara apapun, kalo saya mau diusir dari sini.”
AA, pembudidaya KJA skala kecil dan penduduk setempat, 2010. Petikan  wawancara  di  atas  tidak  hanya  mengindikasikan  adanya
ketergantungan terhadap sumber daya, namun memiliki makna lain. Bagi sebagian orang, bahkan semua orang, baik secara sadar ataupun tidak sadar memandang dan
memperlakukan sumber  daya waduk lebih  dari sekedar benda  fisik  saja.  Sumber daya  waduk  tidak  hanya  menjadi  tempat  mengektraksi  manfaat  dan  keuntungan,
namun juga menjadi sebuah tempat “pertaruhan hidup”. Para aktor akan berusaha
dengan  berbagai  cara,  mengembangkan  berbagai  strategi,  untuk  mengamankan “posisi” mereka dalam hubungannya dengan akses terhadap sumber daya waduk.
Meminjam istilah Bourdieu 1992, sumber daya waduk dapat dipandang sebagai sebuah field arena.
Bourdieu 1992 mendefinisikan field atau arena sebagai berikut, “ a  field
may  be  defined  as  a  network,  or  a  configuration,  of  objective  relations  between positions.  These  positions  are  objectively  defined,  in  their  existence  and  in  the
determination  they  impose  upon  their  occupants,  agents  or  institutions,  by  their present and potential situation situs in the structure of the distribution of species
of power or capital whose possession commands access to the spesific profits that are  at  stake  in  the  field,  as  well  as  by  their  objective  relation  to  other  positions
domination ,  subordination,  homology,  etc”.  Dalam  pengertian  lain,  arena
merupakan “a system of social position, structured internally in terms of power
relation: every field is the locus of power relation” Wallace and Wolf, 1999. Arena  pun  juga  dipahami  sebagai,
“a social arena in which, just as in a game,
people  maneuver,  develop  strategies,  and  struggle  over  desirable  resources ”
Wallace dan Wolf, 1999. Sumber  daya  Waduk  Djuanda  Jatiluhur  juga  dapat  dipandang  sebagai
sebuah  arena,  tempat  para  aktor  saling  berinteraksi,  bernegosiasi  dan mengembangkan strategi dengan tujuan memiliki dan mempertahankan akses serta
aliran  manfaat  dan  keuntungan  dari  sumber  daya  waduk.  Arena  kontestasi kepentingan  dalam  penguasaan  dan  pengelolaan  di  Waduk  Djuanda,  Jatiluhur
setidaknya teridentifikasi terjadi di 3 tiga tempat, yaitu diskursus, kebijakan dan operasional pemanfaatan sumber daya keseharian.
7.2.   Diskursus dan Arena Kontestasi Kepentingan