people maneuver, develop strategies, and struggle over desirable resources ”
Wallace dan Wolf, 1999. Sumber daya Waduk Djuanda Jatiluhur juga dapat dipandang sebagai
sebuah arena, tempat para aktor saling berinteraksi, bernegosiasi dan mengembangkan strategi dengan tujuan memiliki dan mempertahankan akses serta
aliran manfaat dan keuntungan dari sumber daya waduk. Arena kontestasi kepentingan dalam penguasaan dan pengelolaan di Waduk Djuanda, Jatiluhur
setidaknya teridentifikasi terjadi di 3 tiga tempat, yaitu diskursus, kebijakan dan operasional pemanfaatan sumber daya keseharian.
7.2. Diskursus dan Arena Kontestasi Kepentingan
Kontestasi kepentingan di lapisan diskursus terjadi dalam 2 dua hal, yaitu diskursus pengetahuan terkait daya dukung lingkungan dan diskursus pakan.
Kontestasi diskursus yang pertama adalah diskursus pengetahuan terkait daya
dukung lingkungan perairan ini bersumber dari perbedaan mendasar terkait pendekatan dan cara perhitungan daya dukung lingkungan perairan. Pertama adalah
kelompok ilmuwan yang mengasumsikan perairan waduk tidak ubahnya seperti “kolam besar”, sehingga dasar penentuan daya dukung lingkungannya mengacu
pada kebutuhan oksigen terlarut. Sementara, kedua adalah kelompok yang mengasumsikan perairan waduk bukan sebagai “kolam besar”, sehingga penentuan
daya dukung lingkungannya mengacu atas total nitrogen dan pospor. Kedua pendekatan ini menghasilkan perhitungan yang berbeda, dengan pendekatan
kebutuhan oksigen terlarut mendapatkan jumlah KJA jauh lebih besar dibanding pendekatan total nitrogen dan fosfor. Perbedaan dasar pengetahuan ini akhirnya
berdampak terhadap penentuan jumlah batas maksimal keberadaan kegiatan KJA di Waduk Djuanda, Jatiluhur. Masing-masing instansi mengeluarkan batasan yang
berbeda-beda Tabel 21.
Tabel 21. Perbedaan Batasan Jumlah dan Luas Areal Budidaya KJA Kriteria
Satuan POKJA
1996 Balitkanwar
1996 SK Bupati
062000 PJT II
2004 Luas waduk
Ha 8.300
6.000 8.300
8.300 Elevasi air min.
M dpl 90,00
92,45 87,65
Jarak antar unit M
25 50
Luas desainpetak KJA M2
453 75
624 Jumlah KJA
Petak 5.480
3.637 3.216
2.100 Luas Perairan KJA
Ha 209,5
27,3 131
83 Luas perairan KJA
2,52 0,45
1,58 1
Sumber : Sudjana 2004
Kontestasi kepentingan kedua diskursus ini pada gilirannya menyebabkan terpolarisasinya kepentingan, yaitu pihak yang menginginkan jumlah KJA
diperbesar dan pihak yang menginginkan jumlah KJA diperkecil. Pemerintah daerah cenderung memilih diskursus daya dukung lingkungan perairan berdasarkan
oksigen terlarut, demikian juga pengusaha KJA dan agen pakan. Sementara pihak PJT II cenderung memilih diskursus daya dukung lingkungan perairan berdasarkan
total nitrogen dan fosfor yang semakin membatasi jumlah KJA. Dampak dari perbedaan pendekatan ini berimplikasi atas kebijakan yang diambil pemerintah
melalui Disnakkan Kabupaten Purwakarta dan PJT II sebagai pilihan strategi kebijakan.
Hal mendasar dari perbedaan kedua lembaga otorita ini adalah terkait cara pandang sumber penyebab degradasi perairan. Pihak pendukung diskursus daya
dukung lingkungan perairan berdasarkan kebutuhan oksigen terlarut menganggap degradasi lingkungan perairan akibat dampak ikutan dari proses eutrofikasi
perairan. Eutrofikasi terjadi melalui berbagai jenis bahan cemaran yang masuk ke perairan. Proses eutrofikasi ini menyebabkan menurunnya total kadar oksigen
terlarut di dalam perairan. Akibat dari menurunnya total kadar oksigen terlarut menyebabkan kemampuan daya dukung lingkungan perairan menjadi terbatas.
Implikasi strategi dan arah kebijakan yang diambil adalah tidak dengan mengurangi jumlah keberadaan KJA tetapi dengan mengurangi dampak eutrofikasi. Salah satu
strateginya adalah dengan penebaran ikan berjenis plankton feeder yang bertujuan mengurangi algae. Strategi ini berasumsi bahwa algae sebagai sumber eutrofikasi
juga sekaligus sebagai sumber pakan bagi beberapa jenis ikan plankton feeder.
Perkembangan jenis ikan plankton feeder di perairan waduk secara otomatis akan menyebabkan kadar oksigen terlarut dapat ditingkatkan dan jumlah KJA dapat terus
bertambah. Sumber permasalahan degradasi perairan waduk bagi pendukung diskursus
daya dukung lingkungan perairan berdasarkan biomassa dan total nitrogen dan fosfor adalah keberadaan KJA dan limbah sisa pakan. Intensifnya kegiatan usaha
KJA berbanding lurus dengan intensifnya material loading yang masuk ke dalam perairan. Hal ini terutama dari hasil sisa pemberian pakan yang diklaim lebih
banyak terbuang ke perairan dibandingkan dengan dimanfaatkan oleh ikan di KJA. Sisa pakan terbagi menjadi dua, yaitu sisa pakan yang tidak dikonsumsi oleh ikan
dan sisa kotoran ikan yang terbuang di perairan. Ditambah lagi dengan sifat usaha KJA yang lebih banyak menghabiskan waktu di tengah perairan menyebabkan
timbul juga keberadaan kegiatan sehari-hari oleh para operator atau pekerja KJA. Hal ini menyebabkan bertambahnya daftar material loading ke perairan melalui
limbah domestik KJA. Total limbah yang masuk ini mengotori perairan yang menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan perairan dan bersifat racun
serta korosif. Memburuknya kualitas lingkungan perairan menyebabkan terganggunya operasional usaha dari pihak PJT II yaitu dengan menambah biaya
pemeliharaan dan penggantian instalasi yang rusak dari unit-unit instalasi bahan baku air bersih dan listrik. Oleh karena itu, walaupun tidak menutup kemungkinan
sumber bahan cemaran perairan berasal dari faktor lain tetapi tetap saja pihak PJT II menganggap bahwa keberadaan KJA sebagai sumber utama terjadinya degradasi
lingkungan perairan waduk. Kedua diskursus pengetahuan ini seringkali bertemu di berbagai forum, baik
forum ilmiah maupun forum kebijakan. Kedua diskursus pengetahuan ini uniknya bersumber dari satu institusi perguruan tinggi yang sama. Kelompok yang
mendukung diskursus nitrogen dan fosfor berasal dari latar belakang kelompok ilmu manajemen sumber daya air, sementara kelompok yang mendukung diskursus
oksigen terlarut berasal dari latar belakang kelompok ilmu manajemen budidaya ikan. Dengan adanya dua latar belakang ilmu pengetahuan yang berbeda ini maka
masing-masing aktor otorita memilih satu diantaranya yang dapat digunakan sebagai justifika
si kebijakannya. Justifikasi kebijakan yang “diperkuat” klaim ilmu
pengetahuan ini sebenarnya digunakan sebagai alat untuk membuat justifikasi yang dapat melindungi kepentingan masing-masing aktor otorita. Kedua belah pihak
masing-masing memegang pendapatnya dan menjadi dasar pengambilan kebijakan. Dalam konteks arena penguasaan dan pengelolaan sumber daya, diskursus
pengetahuan ini menjadi alat bagi kontestasi kepentingan masing-masing aktor otorita. Dengan pengertian lain, diskursus pengetahuan dipilih menjadi alat
justifikasi untuk memperjuangkan dan meligitimasi kepentingan para aktor. Tabel 22 menunjukkan resume kontestasi diskursus pengetahuan daya dukung sumber
daya perairan waduk.
Tabel 22. Kontestasi Diskursus Pengetahuan Daya Dukung Sumber Daya Perairan Waduk
Aktor PJT II
Disnakkan Kab Purwakarta
Penyebab Degradasi SDA
Akumulasi material loading karena kegiatan KJA
Eutrofikasi karena akumulasi bahan
cemaran
Asumsi Karakteristik SDA
Waduk ≠ Kolam Besar Waduk = Kolam Besar
Dasar Penentuan Daya Dukung SDA
Jumlah Total Nitrogen dan Fosfor
Kebutuhan Oksigen Terlarut
Strategi Kebijakan -
Jumlah KJA harus dikurangi
- Pengerukan dasar perairan
untuk membuang akumulasi material
loading -
Jumlah KJA tetap atau dinamis sesuai
ketersediaan oksigen terlarut di perairan
- Restocking atau
introduksi jenis ikan plankton feeder untuk
mengurangi masalah blooming algae
Kontestasi diskursus kedua adalah diskursus tentang pakan yang melibatkan
dua hal, yaitu 1 diskursus pakan komersial yang diakui memberikan hasil produksi yang terbaik; 2 diskursus jumlah pakan yang diberikan berbanding lurus
dengan jumlah total hasil panen yang diperoleh. Berbeda halnya dengan diskursus pertama yang berada pada kelompok elit masyarakat di tingkat otorita, maka
diskursus ini lebih berada di tingkat kelompok masyarakat pengguna. Dampak
kedua diskursus tersebut sangatlah besar di dalam pemahaman dan kegiatan pemanfaatan sumber daya sehari-hari.
Diskursus pakan yang pertama tentang keunggulan pakan komersial berdampak hingga masuknya pemahaman tersebut ke dalam materi-materi
penyuluhan dan juga panduan pelaksanaan budidaya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dampak lainnya adalah adanya larangan membuat pakan sendiri.
Alasannya adalah pakan lain tersebut lebih berpeluang hanya mengotori lingkungan perairan. Hampir keseluruhan pembudidaya memiliki konstruksi pemahaman
pengetahuan yang sama tentang pakan komersial ini. Penggunaan pakan komersial bisa dikatakan menjadi satu-satunya cara. Pengecualian dalam hal ini adalah
pembudidaya KJA skala kecil. Namun hal ini juga bukan karena adanya konstruksi pemahaman yang berbeda, tetapi lebih didasarkan dari keterbatasan modal yang
ada. Pembudidaya KJA skala kecil umumnya secara sembunyi-sembunyi menggunakan pakan alternatif seperti dari sisa-sisa makanan, dedaunan dan lainnya
selain menggunakan pakan komersial. Penggunaan pakan alternatif ini bertujuan mengurangi beban biaya pakan dalam struktur biaya produksi. Perbandingan
penggunaan pakan komersial dan non-komersial di tingkat pembudidaya KJA skala kecil berdasarkan informasi selama penelitian adalah berkisar antara 70:30 .
Sementara di tingkat pembudidaya KJA skala menengah dan besar secara keseluruhan menggunakan pakan komersial dengan mengkombinasikan berbagai
produk pakan komersial. Diskursus pakan yang kedua adalah tentang rasio pakan dan hasil panen yang
membuat berkembangnya pengetahuan sistem pompa dalam pemberian pakan. Sistem pompa adalah cara pemberian pakan dengan frekuensi dan jumlah yang
sangat intensif dan masif. Tujuannya adalah mengejar target produksi dan waktu panen. Secara sederhana sistem pompa dipahami dengan anggapan bahwa jika
pertumbuhan ikan diinginkan akan terjadi secara cepat maka hal tersebut harus diimbangi dengan pemberian pakan yang sebanyak dan sesering mungkin.
Pembudidaya juga biasanya menghitung dan memprediksi hasil panen menggunakan batasan jumlah pakan yang akan diberikan. Diskursus ini
mengalahkan diskursus pengetahuan kemampuan penyerapan ikan dan sisa pakan yang terbuang ke perairan. Pembudidaya KJA tidak pernah mempertimbangkan
permasalahan limbah sisa pakan yang terbuang ke dalam perairan. Hal yang menarik adalah proses reproduksi diskursus pengetahuan ini terjadi di semua
lapisan aktor pengguna. Berdasarkan informasi selama penelitian, diperoleh keterangan bahwa bagi siapapun yang memiliki keinginan untuk membuka usaha
KJA, maka yang bersangkutan akan mendapatkan saran yang sama baik dari sesama pembudidaya, bandar ikan, maupun pedagang pakan.
Pihak yang diuntungkan dari adanya kedua diskursus tentang pakan ini adalah pedagang pakan dan juga tentunya pabrik pakan. Hal ini disebabkan karena sama
halnya dengan petani yang sangat bergantung dengan pupuk, demikian halnya dengan pembudidaya yang sangat bergantung dengan pakan. Meningkatnya jumlah
pembudidaya secara otomatis meningkatkan permintaan akan pakan, dan harga pakan pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara keuntungan yang
diterima pembudidaya dari tahun ke tahun sebenarnya semakin mengecil, karena meningkatnya persentase biaya pakan dalam perhitungan biaya produksi.
Permasalahan degradasi lingkungan perairan waduk yang ditandai oleh semakin seringnya kematian massal ikan dan juga semakin bertambahnya waktu
pemeliharaan ikan justru menjadi hal yang menguntungkan bagi hal perdagangan pakan. Pembudidaya justru semakin terpacu mengintensifkan pemberian pakan
karena anggapan bahwa pemberian pakan yang lebih banyak lagi akan dapat memperpendek waktu pemeliharaan sebelum terjadinya siklus tahunan kematian
massal ikan yang dipicu di saat musim penghujan. Sementara siklus tahunan kematian massal ikan tersebut justru salah satunya adalah akibat proses blooming
algae yang dipicu dari kondisi perairan yang eutrof sebagai akibat terjadinya upwelling perairan. Proses upwelling perairan ini dengan sendirinya mengangkat
dan mengaduk limbah sisa pakan di bagian dasar perairan yang bersifat racun di dasar perairan. Tabel 23 menunjukkan resume arena kontestasi kepentingan di
tingkat diskursus.
Tabel 23. Arena Kontestasi Kepentingan di Tingkat Diskursus Arena Diskursus
Daya Dukung Pakan
Aktor Otorita
PJT II dan Disnakkan Kab. Purwakarta
Pabrik pakan, Pedagang pakan, pengusaha KJA
Kontestasi Daya dukung berbasis
oksigen terlarut VS total nitrogen dan
fosfor a. Pakan komersial VS non-
komersial b. Teknik pemberian pakan
sistem pompa VS non-sistem pompa
Basis Kepentingan
Pengurangan jumlah KJA VS
Mempertahankan jumlah KJA
Keuntungan usaha VS kualitas lingkungan sumber daya perairan
Pihak yang kuat Otorita
PJT II dan Disnakkan Kab. Purwakarta
Pabrik pakan dan pedagang pakan
Pihak yang lemah
Pengguna Pengusaha KJA skala kecil
7.3. Kebijakan dan Arena Kontestasi Kepentingan