umumnya akan setia pada suatu merek walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut
alternatifnya. Loyalitas pada merek ini timbul karena konsumen mempersepsikan merek tersebut menghasilkan produk yang memiliki
sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga yang sesuai. Analisis brand
loyalty mencakup analisis switcher, analisis habitual buyer, analisis satisfied buyer, analisis liking the brand dan analisis committed buyer.
4.7.1. Analisis Switcher
Nasabah yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai nasabah yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin tinggi
frekuensi pembelian dari
satu merek
ke merek
lainnya mengidentifikasi mereka sebagai pembeli yang tidak loyal.
Analisis Switcher dilakukan untuk mengetahui berapa banyak
Nasabah BMI yang berpindah-pindah merek ke bank syariah lain karena faktor harga atau biaya.
Switcher adalah Nasabah PT. BMI Tbk Cabang Bogor yang menjawab “sering” dan “selalu” pada pertanyaan kuesioner “Apakah
Anda sering berpindah merek bank karena faktor hargabiaya besarnya setoran awal, saldo minimal dan biaya administrasi
bulanan?”. Hasil perhitungan switcher dapat dilihat pada Table 5.
Tabel 5. Hasil perhitungan Switcher BMI. Jawaban
ƒ x
ƒx
Tidak pernah 39
1 39
Jarang 36
2 72
Kadang-kadang 18
3 54
Sering 7
4 28
Selalu 5
Total 100
193 Rata-rata
1,93 Switcher
7
Rentang skala yang digunakan dalam analisis switcher adalah
sebagai berikut : 1,00 - 1,80 = sangat baik
1,80 - 2,60 = baik 2,60 - 3,40 = cukup
3,40 - 4,20 = buruk 4,20 - 5,00 = sangat buruk
Berdasarkan tabel perhitungan switcher. Nilai. 1,93 termasuk
dalam rentang baik 1,80 - 2,60 hal ini menunjukkan dari 100 responden hanya terdapat 7 yang sering berpindah-pindah merek.
Namun lainnya sebanyak 39, 36 dan18 menjawab tidak pernah, jarang dan kadang-kadang. Setelah ditanyakan kepada responden
ternyata faktor harga atau biaya, dalam hal ini termasuk besarnya setoran awal, minimal saldo dan biaya administrasi bulanan yang
dikenakan BMI sudah cukup ringan, adapun alasan lainnya yaitu menurut responden menyatakan bahwa setoran awal bukanlah faktor
utama yang mereka pertimbangkan dalam memilih jasa bank.
4.7.2. Analisis Habitual Buyer
Analisis habitual buyer dilakukan untuk mengetahui berapa
banyak nasabah yang menggunakan jasa BMI karena alasan kebiasaaan. Sehingga dapat diartikan nasabah tidak memiliki
keinginan khusus untuk melakukan perubahan mencoba merek lain. Habitual buyer adalah Nasabah PT. BMI Tbk Cabang Bogor
yang menjawab ”sangat setuju” dan ”setuju” pada pertanyaan kuesioner ”Apakah Anda setuju bahwa alasan Anda menggunakan
jasa hanya karena kebiasaaan?”. Hasil perhitungan Habitual Buyer
BMI dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil perhitungan Habitual Buyer BMI Jawaban
ƒ x
ƒx
Sangat tidak setuju 4
1 4
Tidak Setuju 31
2 62
Netral 38
3 114
Setuju 25
4 100
Sangat setuju 2
5 10
Total 100
290 Rata-rata
2,90 Habitual buyer
27
Rentang skala yang digunakan dalam analisis habitual buyer
adalah sebagai berikut : 1,00 - 1,80 = sangat buruk
1,80 - 2,60 = buruk 2,60 - 3,40 = cukup
3,40 - 4,20 = baik 4,20 - 5,00 = sangat baik
Berdasarkan tabel perhitungan habitual buyer. Nilai 2,90
termasuk dalam rentang cukup 2,60 - 3,40 hal ini menunjukkan dari 100 responden terdapat 25 menjawab setuju dan hanya 2
menjawab sangat setuju. Namun lainnya sebanyak 4, 31 dan 38 menjawab sangat tidak setuju, tidak setuju dan netral.
Setelah ditanyakan kepada responden ternyata diperoleh keterangan bahwa mereka terbiasa menggunakan jasa layanan PT.
BMI Tbk Cabang Bogor melalui ATM seperti penarikan uang dan juga dengan mendatangi langsung kantor cabang tersebut walau
hanya bertujuan untuk mencetak saldo tabungan.
4.7.3. Analisis Satisfied Buyer