pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.
2.3.4. Kesetiaan Merek brand loyalty
Mendefinisikan kesetiaan merek sebagai preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada
merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Walaupun demikian, kesetiaan konsumen
berbeda dengan perilaku pembelian berulang repeat purchasing behavior. Perilaku pembelian berulang adalah tindakan
pembelian berulang pada suatu produk atau merek yang lebih dipengaruhi oleh faktor kebiasaan. Seorang pelanggan yang
sangat setia kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi
pada merek tersebut. Bila kesetiaan pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok tersebut dari ancaman
dan serangan merk produk pesaing dapat dihindari. Kesetiaan pada merek ini timbul karena konsumen mempersepsikan merek
tersebut menghasilkan produk yang memiliki sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga yang sesuai. Kesetiaan merek juga
menjadi indikasi adanya kekuatan merek, karena tanpa kesetiaan merek tidak akan tercipta kekuatan merek.
Aaker dalam Simamora 2002 membagi kesetiaan merek
ke dalam lima tingkatan, sebagai berikut:
1. Switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka
suka berpindah merek. Motivasi mereka berpindah merek adalah harga yang rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap
harga price sensitive switcher, adapula yang selalu mencari variasi yang disebut Kotler 2002 sebagai variety-prone
switcher dan karena para konsumen tersebut tidak mendapatkan kepuasan unsatisfied switcher.
2. Habitual buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu merek
dimana dasar kesetiaannya bukan kepuasan atau keakraban dan
kebanggaan. Golongan ini memang puas, setidaknya tidak merasa dikecewakan oleh merek tersebut. Dan dalam membeli
produk didasarkan pada faktor kebiasaan, bila menemukan merek yang lebih bagus, maka mereka akan berpindah.
3. Satisfied buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas
dengan suatu merek. Mereka setia, tetapi dasar kesetiaannya bukan pada kebanggaan atau keakraban pada suatu merek tetapi
lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi atau biaya peralihan switching cost.
4. Liking the brand adalah golongan konsumen yang belum
mengekspresikan kebanggannya pada kepada orang lain, kecintaan pada produk baru terbatas pada komitmen terhadap
diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan merek. 5.
Commited buyer adalah konsumen yang merasa bangga dengan merek tersebut dan mengekspresikan kebanggaannya dalam satu
golongan loyalitas masih terbuka kemungkinan pada perbedaan derajat kesetiaan. Kita dapat mengatakan bahwa kesetiaan berada
pada suatu kontinum. Titik paling rendah adalah tidak loyal sama sekali sedangkan titik paling tinggi adalah loyalitas penuh.
Keseluruhan tingkatan tersebut dalam piramida kesetiaan merek, seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 4. Piramida Brand Loyalty Duriant, dkk, 2001.
Committed buyer
Satisfied Buyer Linking the
brand
Habitual Buyer Switcher
Piramida kesetiaan merek tersebut menunjukkan bahwa merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi
terbesar dari konsumennya berada pada tingkatan switcher. Selanjutnya, porsi kedua ditempati oleh konsumen yang berada
pada taraf habitual buyer, hingga porsi terkecil ditempati oleh committed buyer. Meskipun demikian, gambar piramida brand
loyalty yang baik akan memperlihatkan bentuk piramida yang terbalik yang semakin atas akan semakin melebar.
Schiffman dan Kanuk 2004 menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknyaterciptanya loyalitas merek
adalah: 1.
Perceived product superiority penerimaan keunggulan produk 2.
Personal fortitude keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek tersebut
3. Bonding with the product or company keterikatan dengan
produk atau perusahaan 4.
Kepuasan yang diperoleh konsumen Sebagai inti dari ekuitas merek, tentu saja penting sekali
nilai dari kesetiaan merek. Berikut ini adalah nilai strategis dari kesetiaan merek yang diperinci oleh Durianto dkk 2001 :
1. Mengurangi biaya pemasaran
Perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya promosi yang besar untuk menggerakkan pelanggan yang loyal melakukan
pembelian. Tanpa perlu dibujuk oleh advertensi, diyakinkan oleh demo kualitas produkjusa, atau dirayu oleh promosi penjualan,
pelanggan akan membeli dengan sendirinya karena memang puas oleh manfaat yang diterimanya dari pengalaman
sebelumnya. 2.
Meningkatkan penjualan Produkjasa yang terbukti mempunyai konsumen atau pelanggan
dalam bahasa lain diistilahkan dengan produk laris, adalah dambaan setiap toko, distributor, dan agen-agen penjualan dalam
distribusi untuk ikut menjual produk yang terjamin penjualannya karena akan menguntungkan mereka juga.
3. Menarik minat pelanggan baru
Dengan tanpa bujukan, seseorang pasti akan menjajaki kemungkinan pembelian atas suatu produk bila seseorang yanmg
dikenalnya apalasi yang berintegritas dan kredibilita tinggi ternyata mengkonsumsi suatu produk tertentu. Kemungkinan
pembelian ini
akan bertambah
besar seiring
dengan meningkatnya frekuensi dan kuantitas pembelian orang yang dia
kenal tersebut. 4.
Memberi waktu untuk merespon ancaman-ancaman persaingan Jika pesaing mengembangkan suatu produk yang lebih unggul,
seorang pelanggan loyal tidak akan dengan serta merta mengalihkan pembeliannya ke merek pesaing. Ia akan
memberikan perusahaan waktu untuk merespon ancaman itu sehingga grafik penjualan perusahaan tidak akan turun
mendadak.
2.4. Penelitian Terdahulu