Pascapanen Ubi Jalar TINJAUAN PUSTAKA

6 macamnya, ubi jalar dipanen pada usia 3-6 bulan Lembaga Biologi Nasional dan LIPI, 1977. Teknologi di bidang pemuliaan tanaman ubi jalar telah banyak menemukan varietas-varietas klon baru yang lebih unggul daripada generasi sebelumnya. Varietas ubi jalar yang telah ditemukan masing-masing memiliki sifat yang berbeda-beda. Perbedaan sifat tersebut terletak pada bentuk umbi, ukuranbentuk umbi, warna kulit umbi, warna daging umbi, tekstur daging umbi, rasa umbi, kandungan gizi, ketahanan terhadap penyakit, produktivitas, dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Juanda Js. dan Cahyono, 2004. Rukmana 2007 menyebutkan bahwa varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah jumlahnya cukup banyak, antara lain lampeneng, sawo, cilembu, rambo, SQ-27, jahe, klenang, gedang, tumpuk, georgia, layang-layang, karya, daya, borobudur, prambanan, mendut, dan kalasan. Gambar 1. Ubi jalar.

B. Pascapanen Ubi Jalar

Dalam Juanda Js. Dan Cahyono 2004 disebutkan bahwa penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas mutu ubi jalar. Penanganan pascapanen ubi jalar meliputi pembersihan, sortasi, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan, dan pemasaran hasil. Bouwkamp 1985 menyebutkan bahwa proses pascapanen ubi jalar terdiri atas proses curing dan penyimpanan. Sementara Edmond dan Ammerman 1971 menyebutkan bahwa 7 dalam perjalanannya menuju pasar, ubi jalar mengalami empat periode yaitu curing, post-curing, penyimpanan, dan pemasaran. Penanganan pascapanen dilaksanakan sebagai upaya untuk mempertahankan mutu ubi jalar yang telah dipanen. Sebelum dipanen, umbi ubi jalar masih melekat dengan tanamannya sehingga dapat menerima substansi- substansi makanan yang diperlukan bagi pertumbuhnnya. Saat dipanen, umbi akan dilepas dari batang tanamannya yang mengakibatkan terhentinya penerimaan substansi makanan sehingga pertumbuhan ikut terhenti. Karena tetap membutuhkan sumber tenaga, maka umbi yang telah terlepas akan mengambil tenaga tersebut dari kandungan gula yang ada dalam tubuhnya. Hal ini menyebabkan terjadinya susut bobot pada umbi. Kegiatan pascapanen berupa curing, post-curing, penyimpanan, dan pemasaran ditujukan untuk meminimumkan susut tersebut sehingga kandungan dalam umbi pun tidak ikut berkurang Edmond dan Ammerman, 1971. Kegiatan pascapanen yang pertama dilakukan setelah ubi jalar dipanen adalah pembersihan dan sortasi. Umbi perlu dibersihkan dari kotoran-kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminasi bermacam-macam patogen yang dapat merusak umbi selama dalam penyimpanan. Umbi yang bersih dari kotoran dapat meniadakan jasad-jasad renik yang menempel pada umbi sehingga umbi tidak mudah terserang patogen saat di penyimpanan serta penampilannya akan lebih menarik Juanda Js. dan Cahyono, 2004. Sortasi atau pemisahan umbi ubi jalar dilakukan untuk memisahkan umbi yang baik dan sehat dari umbi yang cacat atau rusak. Dalam kegiatan sortasi juga dilakukan proses grading atau pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan besarnya umbi dan tingkat kerusakannya. Sortasi dan grading dilakukan untuk mendapatkan umbi yang berukuran seragam sesuai dengan kualitasnya sehingga akan mempermudah penentuan harga dan penjualan di pasar Juanda Js. dan Cahyono, 2004. Penyimpanan merupakan penanganan pascapanen yang dilakukan untuk mempertahankan mutu umbi agar tetap terjaga sehingga saat belum terjual mutunya tetap baik. Edmond dan Ammerman 1971 menyebutkan bahwa suhu 8 penyimpanan optimum untuk ubi jalar adalah 13-15.5 o C. Sementara Syarif dan Halid 1993 memberikan beberapa cara penyimpanan ubi jalar seperti berikut ini. 1. Cara-cara tradisional misalnya dengan penguburan kembali ubi yang sudah dipanen atau membiarkan ubi tidak dipanen dan hanya dipanen dalam jumlah yang diperlukan. Cara lain adalah dengan membungkus ubi dengan lumpur dan menyimpan dalam air. Cara-cara tersebut dilakukan untuk memperpanjang daya simpan ubi jalar dalam jumlah kecil dan memberikan hasil yang cukup memuaskan. 2. Menyimpan ubi jalar dengan serbuk gergaji basah dalam peti. Cara ini dapat mempertahankan mutu ubi jalar selama 1-2 bulan. Suhu simpan sekitar 26 o C memberikan hasil yang cukup memuaskan, praktis, dan murah bagi petani. Meski begitu, jika serbuk gergaji terlalu kering maka tidak akan terjadi pengawetan, Sebaliknya jika serbuk gergaji terlalu basah akan mempercepat pembusukan. 3. Cara lain yaitu ubi jalar yang telah dibersihkan diangin-anginkan selama 2-3 hari kemudian ditimbun di tempat yang kering dan sejuk dan ditutup dengan pasir kering atau abu setebal 20-30 cm. Ubi jalar yang disimpan dengan cara seperti ini dapat tahan selama 5 bulan tanpa boleng. 4. Ubi jalar dibuat menjadi gaplek dan tepung untuk mengawetkan produk. Berbagai penelitian juga telah dilakukan terkait penyimpanan ubi jalar. Penelitian-penelitian tersebut bertujuan antara lain untuk memperpanjang umur simpan ubi jalar, maupun untuk menghindari terjadinya penurunan mutu fisik maupun kimiawi ubi jalar selama masa penyimpanan. Banyak faktor yang mempengaruhi mutu ubi jalar selama menjalani masa penyimpanan. Faktor-faktor inilah yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan kondisi penyimpanan yang sesuai sehingga dapat memperpanjang masa simpan ubi jalar sekaligus mempertahankan mutu ubi jalar selama masa penyimpanan. Penelitian mengenai penyimpanan ubi jalar juga pernah dilakukan oleh Risnawati 2002 dan Rajagukguk 2002. Risnawati 2002 menerapkan pelapisan lilin pada ubi jalar dan menyimpulkan bahwa mutu ubi jalar yang diberi perlakuan pencelupan dalam emulsi lilin dan fungisida benlate-50 lebih baik dibandingkan umbi yang tidak mendapat perlakuan. Diungkapkan pula oleh Risnawati 2002 bahwa pencelupan ubi jalar ke dalam emulsi lilin dan fungisida 9 dapat menekan laju kerusakan ubi jalar. Sementara itu, Rajagukguk 2002 memberikan perlakuan panas pada ubi jalar dan menyimpulkan perlakuan panas dengan Hot Water Treatment pada pascapanen ubi jalar mencapai optimum pada pencelupan dengan suhu 47.5 o C selama 30 menit. Disebutkan oleh Rajagukguk 2002 bahwa perlakuan panas yang diberikan pada pascapanen ubi jalar mempengaruhi mutu ubi jalar terhadap susut bobot, kadar air, kekerasan, dan kadar pati ubi jalar, namun tidak berpengaruh terhadap warna kulit dan warna daging ubi. Untuk ubi jalar, susut bobot telah menjadi sebuah masalah dalam penanganan pascapanen. Wargiono 1980 menyebutkan bahwa petani biasanya menghindari penyimpanan ubi jalar karena selama penyimpanan, ubi jalar akan mengalami penurunan bobot sekitar 5. Ini berarti bahwa susut bobot menjadi salah satu kendala dalam proses penyimpanan ubi jalar. Dalam penelitiannya, Watson et al. 1992 melakukan penyimpanan ubi jalar dengan menggunakan beberapa media penyimpanan, yaitu pasir, tanah, abu, sekam, dan karung goni. Setelah penyimpanan selama 2 minggu, ubi jalar yang disimpan mengalami susut bobot, berturut-turut dalam media pasir, tanah, abu, sekam, dan karung goni, sebesar 14.40, 18.77, 18.15, 16.50, dan 14.34. Curing merupakan kegiatan yang sebaiknya dilakukan sebelum penyimpanan. Proses curing, menurut Juanda Js. dan Cahyono 2004, merupakan penyembuhan luka melalui pembentukan lapisan gabus pada kulit. Lapisan tersebut dapat menghambat penguapan air dan masuknya infeksi patogen sehingga dapat mengurangi kehilangan berat. Proses curing dilakukan pada suhu 30-32 o C dengan kelembaban udara 85-90 selama 4-7 hari Booth, 1973 dalam Juanda Js. dan Cahyono, 2004. Selama proses curing akan terbentuk lapisan gabus yang apabila dapat dipertahanan dengan baik selama masa penyimpanan, maka akan menghasilkan ubi jalar dengan umur simpan yang lebih lama Edmond dan Ammerman, 1971. Pengemasan pada ubi jalar dilakukan dengan tujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan mekanis karena pengangkutan dan kerusakan fisiologis karena pengaruh lingkungan, seperti suhu, kelembaban, dan cahaya matahari. Pengemasan umbi harus dilakukan dengan baik dan benar agar mutu dan 10 kesegaran umbi tetap baik hingga di tempat tujuan Juanda Js. dan Cahyono, 2004. Pengangkutan bertujuan untuk mengangkut ubi jalar ke pusat-pusat pemasaran. Saat pengangkutan dilakukan, perlu diperhatikan bahwa peti kemasan harus diatur rapi, teratur, dan tidak membentuk rongga. Hal ini dimaksudkan agar peti kemasan tidak bergeser dan tidak saling berbenturan. Peti kemasan yang bergeser-geser atau saling berbenturan akan menimbulkan kerusakan kemasan dan kerusakan umbi di dalamnya Juanda Js. dan Cahyono, 2004.

C. Standar Mutu Ubi Jalar