SABUN MANDI TINJAUAN PUSTAKA

7 3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak. 4. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi. Henning 2000 menjelaskan bahwa penambahan pati pada pembuatan sabun jarak opaque akan menghasilkan tekstur sabun yang cukup keras. Tanpa pati, sabun akan terlalu lunak. Secara ekonomi akan menjadi sangat menguntungkan untuk menambahkan pati dan air, karena akan lebih banyak sabun yang dapat dihasilkan dengan jumlah minyak dan NaOH yang sama.

D. SABUN MANDI

Cavitch 1997 menjelaskan bahwa sabun ialah produk yang dihasilkan dari reaksi sebuah asam lemak dan sebuah basa kuat. Beberapa sabun yang sesuai dengan definisi ini tidak ada hubungannya dengan daya membersihkan. Kebanyakan sabun dibuat dengan menggunakan alkali NaOH, tetapi sabun juga dapat dibuat dengan menggunakan basa yang bermacam- macam, yakni untuk membuat bermacam-macam produk sabun yang tidak dikenal. Beberapa ada yang dibuat dengan menggunakan alkali organik seperti amonia atau amina turunan amonia seperti trietanolamina. Sabun pengemulsi petrokimia digunakan untuk karet sintetik. Sabun logam dibuat dengan menggunakan logam-logam non alkali seperti tembaga, kalsium dan seng yang digunakan untuk mencegah korosi logam, tekstil tahan air, dan kulit tahan lumut. Sementara itu SNI 1994 menjelaskan bahwa sabun mandi merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati dan atau lemak hewani yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun tersebut dapat berwujud padat, lunak atau cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih. 8 H 2 C – COOR O H 2 C – OH HC – COOR + 3 NaOH 3 R – C – ONa + HC – OH H 2 C – COOR H 2 C – OH trigliserida alkalibasa sabun gliserin Gambar 2. Reaksi kimia trigliserida minyak dengan NaOH untuk membentuk sabun Cavitch 1997 menjelaskan bahwa sabun mudah untuk dibuat, meskipun reaksi kimianya rumit. Secara kimia, sebuah asam minyak dan lemak dan sebuah basa larutan NaOH akan bereaksi menghasilkan sabun dan gliserin. Prosesnya disebut saponifikasi, ketika minyak dan lemak saling bersentuhan dan bereaksi dengan larutan NaOH maka akan terjadi proses saponifikasi atau proses pembuatan sabun. Adonan sabun siap untuk dicetak ketika adonan tersebut mengental pada suatu titik dimana tetesan-tetesan adonan dari spatulapengaduk jatuh ke permukaan adonan sabun dan meninggalkan jejak sejenak sebelum akhirnya tenggelam ke dalam adonan. Dua komponen kimia paling penting dalam proses pembuatan sabun ialah panas dan kontakpengadukan. Asam dan basa harus bercampur terlebih dahulu sebelum saling bereaksi, panas membantu pergerakan dan fluiditas, sementara pengadukan akan memastikannya. Sabun bekerja membersihkan dalam dua cara, yaitu sabun akan membantu air ‘membasahi’ permukaan bahan yang akan dibersihkan, hingga merata ke seluruh permukaan bahan dan menyentuhkan kotoran dengan air untuk kemudian dibilas. Molekul sabun mengandung sebuah rantai yang terdiri dari atom-atom karbon, hidrogen dan oksigen yang tersusun menjadi bagian kepala dan ekor yang berbeda. Bagian kepala bisa memikat air hidrofilik dan bagian ekor bisa mengikat minyak dan kotoran hidrofobik. Sabun bisa membersihkan karena dua bagian yang berlawanan ini, menyentuhkan kotoran dengan air untuk kemudian dibilas. Ketika molekul-molekul sabun dicampur dengan air, ekor hidrofobiknya rantai hidrokarbon berkumpul bersama pada suatu 9 tempat yang kecil berusaha untuk menyingkir sejauh mungkin dari air dan sedekat mungkin di antara satu dan yang lainnya. Kepala dari molekul- molekul sabun gugus karboksil tertarik pada air dan membentuk dinding bola di sekitar ekor-ekornya yang bergerak cepat. Sabun membentuk lapisan tipis di permukaan air yang menahan posisi dari kepala dan ekor. Aksi dari kepala dan ekor ini pada permukaan air merusak tegangan permukaan, memaksa air ke kulit dan membiarkan busa sabun untuk selanjutnya yang menangani. Sekali molekul sabun membantu air mengerjakan tugasnya, selanjutnya menyingkirkan kotoran dan lemak. Ekor pada molekul sabun yang tertarik pada minyak dan lemak. Pertama-tama akan menyusupkan ekornya ke kotoran. Ketika kepala molekul sabun menarik keluar air, kotorannya disingkirkan dimana kotoran itu masih menempel pada ekor molekul sabun. Ekor molekul sabun kemudian menahan kotoran dalam suspensi, jauh dari kulit hingga bilasan akan membilas kotoran dan sabun semuanya. Bilangan penyabunan ialah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram minyak. Tiap minyak memiliki bilangan penyabunan yang berbeda karena memiliki bobot molekul yang berbeda pula, tergantung pada berapa banyak atom karbon, oksigen dan hidrogen yang terkandung dalam trigliserida tersebut. Bobot molekul suatu asam lemak ialah total dari kombinasi dari atom-atom tadi. Bobot molekul trigliserida ialah kombinasi dari bobot asam lemak dan gliserin. Makin tinggi bobot molekul dari suatu minyak dan lemak maka makin sedikit alkalibasa yang dibutuhkan untuk menyabunkannya. Pengubahan bilangan penyabunan dalam satuan mg NaOHg minyak cukup menggunakan aritmatika sederhana, namun sebelumnya harus diketahui dahulu bobot molekul dari KOH, NaOH dan bilangan penyabunan minyak yang masih dalam satuan mg KOHg minyak. Selanjutnya, dihitung dengan menggunakan rumus perbandingan yaitu : BM NaOH BP mg NaOHg minyak = x BP mg KOHg minyak BM KOH 10 Keterangan : BP = bilangan penyabunan BM = bobot molekul Bilangan penyabunan menyatakan jumlah KOHNaOH yang dibutuhkan untuk melakukan saponifikasi secara penuh, untuk saponifikasi secara penuh tiap molekul minyak bereaksi dengan molekul alkali, tidak menyisakan minyak atau alkali pada sabun akhir. Kebanyakan para pembuat sabun tidak menginginkan saponifikasi secara penuh, karena sabun yang dihasilkan lebih halus, sedikit kaustik, dan lembut. 11

III. METODOLOGI