Subkloning gen EGFP ke dalam plasmid pPICZα-scFv

24 dari 115 klon memberikan hasil positif dan diduga mengandung gen sisipan GFP. Namun pada analisis lebih lanjut diketahui hanya 14 klon yang menunjukan orientasi gen yang benar. Klon tersebut dikonfirmasi dengan teknik PCR menggunakan pasangan primer EGFP-F dan AOX1-R. Klon yang memiliki gen GFP dengan orientasi yang benar menunjukkan pita DNA sekitar 1000 pb Gambar 11B. Dari empat klon yang dilakukan analisis sekuen DNA, satu klon menunjukkan urutan yang benar, yaitu klon nomor scFv-EGFP-A3 Lampiran 7 dan 8. Plasmid dari klon ini digunakan untuk subkloning berikutnya. Gambar 11 Elektroforegram hasil PCR untuk seleksi plasmid rekombinan pPICZ-scFv-GFP pada E. coli transforman. A. Analisis PCR koloni E. coli transforman dengan primer AOX-F dan AOX-R. M= penanda DNA; 1= kontrol negatif; 2-12= klon E. coli transforman; Klon positif ditunjukkan dengan adanya pita DNA berukuran 2000pb. B. Analisis PCR koloni untuk konfirmasi orientasi DNA sisipan pada E. coli transforman dengan primer GFP-F dan AOX-R. M= penanda DNA, 1= kontrol negatif; 2-12= Klon E. coli transforman. Klon positif ditunjukkan dengan adanya pita DNA berukuran 1000 pb. Gambar 12 menunjukkan peta konstruksi fusi gen scFv::GFP dalam plasmid pPICZα-scFv-GFP. Fragmen scFv dihubungkan dengan GFP dengan suatu peptida penghubung yang fleksibel, yaitu G 4 S 2 , yang dapat memberikan ruang untuk pelipatan protein yang independen dari masing-masing domain. Pada ujung-C ditambahkan sekuen penanda protein tag yaitu c-myc dan 6xHis untuk memudahkan proses deteksi dan purifikasi protein rekombinan. Gambar 12 Peta konstruksi fusi gen scFv::GFP dalam plasmid pPICZα-scFv- GFP. 5AOX1= promoter alkohol oksidase; α-faktor= sinyal sekresi; scFv= fragmen antibodi; L= linker, GGGSIDGGGGS; GFP= green fluorescent protein ; c-myc= penanda myc; 6xHis = polihistidine tag; STOP= kodon stop; AOX1TT = sekuen terminator alkohol oksidase. 25 Konjugasi secara kimia antara antibodi monoklonal dengan fluorofor atau enzim telah lama digunakan untuk tujuan diagnostik dan pendekatan terapi eksperimental. Penanda protein GFP juga telah banyak dimanfaatkan sebagai alat eksperimental untuk studi fungsi antigen dan antibodi, berpotensi sebagai alat diagnostik untuk deteksi kanker usus besar dan perencanaan terapinya Petrausch et al. 2007.

4.2.2 Subkloning gen HPR ke dalam plasmid pPICZα-scFv-GFP

Penyisipan gen HPR ke dalam vektor pPICZ-scFv-GFP menghasilkan 18 koloni transforman yang mengandung plasmid rekombinan pPICZ-scFv-GFP- HPR dari 40 sel transforman yang tumbuh. Sebuah sekuen peptida penghubung linker yang pendek G 4 S juga disisipkan diantara gen GFP dan HPR. Skrining koloni transforman dilakukan dengan metode PCR koloni menggunakan pasangan primer AOX1-F dan AOX1-R untuk mendeteksi bila fusi gen scFv::EGFP::HPR sudah terbentuk. Dengan metode PCR koloni, klon E. coli transforman yang positif mengandung plasmid rekombinan yang dimaksud akan menghasilkan pita DNA berukuran 2400 pb gambar tidak ditampilkan. Orientasi DNA sisipan gen HPR pada klon rekombinan tersebut harus dikonfirmasi lebih lanjut karena subkloning dilakukan pada satu situs restriksi saja XbaI. Hal ini dikonfirmasi dengan metode PCR menggunakan pasangan primer HPR-F dan AOX1-R terhadap 18 klon yang diduga terinsersi gen HPR. Klon yang mengandung gen HPR dengan orientasi yang benar menghasilkan pita DNA berukuran 650 pb dan diperoleh sebanyak 16 klon positifdari 18 klon yang dianalisis Gambar 13A. Gambar 13 Elektroforegram hasil PCR dan hasil digesti enzimatik untuk konfirmasi orientasi dan insersi gen HPR dalam plasmid rekombinan. A. Konfirmasi orientasi gen HPR melalui teknik PCR. M=penanda DNA; 1=kontrol negatif; 2,3,4,6,7,8,9, dan 12= Klon positif mengandung gen HPR dengan orientasi yang tepat pita DNA 650 pb; 5 dan 10=klon negatif. B. Konfirmasi insersi gen HPR dalam plasmid menggunakan enzim restriksi XbaI. M=Marker, 1-9=DNA sisipan gen HPR berukuran 400pb. Analisis lebih lanjut terhadap plasmid rekombinan yang diperoleh adalah melalui analisis restriksi plasmid dengan enzim XbaI. Plasmid yang positif mengandung gen HPR dan terintegrasi dengan baik dalam plasmid akan 26 menghasilkan pita DNA berukuran 400 pb Gambar 13B. Semua plasmid yang dianalisis memberikan hasil yang positif. Untuk analisis lebih lanjut, sebanyak tiga klon plasmid rekombinan yang positif dipilih secara acak untuk analisis urutan DNA. Analisis ini dilakukan untuk konfirmasi urutan DNA dari sekuen gen yang tersisip dalam plasmid rekombinan. Dari hasil analisis tersebut diperoleh dua dari tiga klon plasmid yang dianalisis menunjukkan hasil yang tepat dengan sekuen DNA seperti diharapkan. Kedua klon plasmid rekombinan tersebut adalah klon dengan nomor kode pPICZ-scFv- GFP-HPR-2a dan pPICZ-scFv-GFP-HPR-11b Lampiran 9. Kromatogram dari hasil sekuensing menunjukan urutan dari nukleotida dari fusi gen GFP::HPR dengan tepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gen HPR telah terfusi ke dalam plasmid dan konstruksi vektor rekombinan pPICZ-scFv-GFP-HPR berhasil diperoleh. Gambar 14 menunjukkan peta plasmid pPICZ-scFv-GFP-HPR yang mengandung fusi tiga gen scFv::EGFP::HPR. HPR ditempatkan pada domain ujung-C dari konstruk ini untuk menghindari halangan sterik yang mungkin terjadi pada fusi 3 protein tersebut. Peptida penghubung yang pendek disisipkan diantara tiga domain protein yang diharapkan dapat membantu fleksibilitas pelipatan protein dari masing-masing domain. Sejauh ini, kami belum menemukan laporan terkait fusi dari 3 domain protein berbeda termasuk fragmen antibodi, GFP dan protein lain dalam satu konstruk untuk diekspresikan di P.pastoris . Salah satu contoh fusi scFv yang pernah dilaporkan adalah konstruk fusi A33 scFv-GFP yang berhasil diekspresikan pada P. pastoris, dengan posisi GFP pada ujung-N dan scFv pada ujung-C Petrausch et al. 2007. Gambar 14 Peta konstruksi fusi gen scFv::GFP::HPR dalam plasmid pPICZα– scFv-GFP-HPR. 5’AOX1= promoter AOX1; α-faktor= sinyal sekresi; scFv= fragmen antibodi; L= linker: L 1 = GGGSIDGGGGS, L 2 = SRGGGGS; GFP= green fluorescent protein; HPR= human pancreatic ribonuclease ; c-myc= epitop myc; 6xHis = polihistidine tag; STOP = stop kodon; AOX1TT = sekuen terminator AOX1. Menurut Huang Shusta 2006 posisi relatif GFP terhadap scFv, baik diujung-N atau ujung-C dan panjang peptida penghubung yang digunakan tidak mempengaruhi tingkat sekresi protein fusi dalam ragi. Zewe et al. 1997 membuat konstruksi fusi gen HPR dengan scFv anti-CD71 reseptor transferin yang diekspresikan dalam E.coli. Fusi protein tersebut terbukti efektif dalam mencegah sintesis protein pada berbagai lini sel yang digunakan. Protein fusi dalam penelitian ini memiliki potensi imunogenik yang sangat rendah pada manusia dan sangat potensial menjadi agen sitotoksin yang ampuh untuk membunuh sel tumor. HPR merupakan enzim natural yang dijumpai dalam tubuh manusia yang tidak bersifat racun kecuali bila masuk ke dalam sel. Fusi protein imunoRNase pada penelitian kami ini dimaksudkan agar RNase HPR dapat masuk ke dalam sel dengan perantara ligan berupa fragmen antibodi anti- EGFRvIII scFv melalui jalur endositosis. Hal yang serupa dikembangkan oleh