Subkloning gen HPR ke dalam plasmid pPICZα-scFv

20 Sampel yang positif menghasilkan produk PCR sekitar 400 pb Gambar 6A. Hasil dari PCR koloni didapatkan 90 dari 100 koloni positif tersisip gen HPR . PCR koloni juga dilakukan untuk konfirmasi bahwa fusi gen scFv::HPR telah terbentuk dengan menggunakan pasangan primer AOX1-F dan AOX1-R. Koloni yang diuji sebanyak 90 klon hasil PCR koloni sebelumnya. Klon yang positif menghasilkan produk PCR sekitar 1650 pb Gambar 6B. Hasil analisis menunjukkan bahwa73 dari 90 koloni positif mengandung fusi gen scFv::HPR. Orientasi gen HPR dalam plasmid diperiksa dengan teknik PCR dan analisis restriksi. Analisis PCR menggunakan pasangan primer HPR-F dan AOX1-R terhadap 73 klon yang diduga telah terinsersi gen HPR. Klon yang mengandung gen sisipan dengan orientasi yang benar menghasilkan pita berukuran sekitar 650pb Gambar 7A. Dari hasil analisis diperoleh 42 koloni yang positif. Analisis restriksi menggunakan enzim XbaI menghasilkan 8 klon positif yang terpotong Gambar 7B.Selanjutnya tiga dari delapan klon tersebut dianalisis lebih lanjut terhadap urutan nukleotidanya. Satu klon dengan urutan nukleotida yang benar telah diperoleh, yaitu klon scFv-HPR44 Lampiran5. Riccio et al. 2012, melaporkan menggunakan teknik yang sama untuk mengkonstruksi fusi RNase dan fragmen antibodi dengan ErbB2 receptor sebagai molekul targetnya yaitu ERB–HP-DDADD-RNase. Konstruk tersebut di subklon ke dalam vektor pET22b+ dan diekspresikan pada E. coli BL21DE3. Molekul imunoRnase ini dilaporkan mampu menunjukkan aktivitas biologis baik pada domain antibodi maupun domain RNasenya. Gambar 7 Elektroforegram hasil PCR koloni A dan digesti plasmid B untuk seleksi plasmid rekombinan mengandung fusi gen scFv::HPR. A. Analisis PCR koloni untuk konfirmasi orientasi gen HPR menggunakan primer HPR-F dan AOX-R . M= penanda DNA ; 1= kontrol negatif; 2-12= E. coli transforman. Klon positif ditunjukkan dengan adanya pita DNA berukuran 650 pb. B. Analisis restriksi plasmid rekombinan menggunakan enzim XbaI.; 1= kontrol negatif; 2= penanda DNA; 3-10: plasmid rekombinan. Klon yang positif ditunjukkan dengan adanya potongan DNA berukuran 400 pb. Gen HPR telah berhasil difusikan pada ujung-C dari scFv pada plasmid pPICZα-scFv. Gambar 8 menunjukkan peta konstruksi fusi gen scFv::HPR dalam plasmid pPICZα-scFv. Pada ujung-N, gen scFv difusi dengan sekuen sinyal 21 sekresi faktor- factor-. Sebuah linker L atau peptida penghubung ditempatkan diantara fragmen antibodi dan gen HPR yang dimaksudkan untuk memberikan ruang yang cukup bebas dan meminimalkan kendala hambatan sterik diantara kedua domain tersebut. Fragmen scFv ditempatkan pada ujung-N dari HPR agar lebih mudah dijangkau daripada posisi diujung-C. Posisi relatif fragmen antibodi dan HPR ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lorenzo et al. 2004 yang memfusi fragmen anti-ErbB2 scFv dengan HPR dan penelitian Riccio et al. 2012 yang membuat protein khimera anti-ErbB2 scFv Erbicin dan HPR. Gambar 8 Peta konstruksi fusi gen scFv::HPR dalam plasmid pPICZα-scFv. 5’AOX1= promoter alkohol oksidase; α-faktor = sinyal sekresi; scFv= fragmen antibodi; L= linker, GGGSIDSRGGGGS; HPR= human pancreatic ribonuclease ; c-myc= penanda myc; 6×His= polihistidin tag ; STOP= kodon stop; AOX1TT= sekuen terminator alkohol oksidase.

4.1.3 Transformasi dan seleksi P. pastoris

Plasmid pPICZα-scFv-HPR rekombinan dengan sekuen yang telah dikonfirmasi dilinierisasi dengan enzim SacIkemudian ditransformasi ke dalam P. pastoris SMD1168H. Protein rekombinan yang diekspresikan merupakan preprotein dari fusi protein yang mengandung sinyal sekresi faktor-αdan sekuen penanda myc epitope dan 6×His tag pada ujung-C. Dari hasil transformasi diperoleh 27 koloni independen P. Pastoris transforman dengan efisiensi transformasi sebesar 0,54 x 10 2 cfuµg DNA.Perhitungan efisiensi transformasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Efisiensi transformasi tersebut termasuk sangat rendah dibandingkan dengan tingkat efisiensi yang disebutkan dalam referensi bisa mencapai 10 3 sampai 10 4 cfuµg DNA Invitrogen 2010. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat efisiensi transformasi diantaranya yaitu jumlah DNAyang rendah, banyaknya pengotor dalam DNA, volume DNA yang berlebih, penghambatan transformasi dari proses ligasi, sel kompeten yang kurang baik, bahan kimia yang digunakan untuk sel kompeten yang kurang baik, teknik elektroporasi yang tidak sesuai, sel yang digunakan untuk kompeten sel yang kurang baik pertumbuhannya dan atau pertumbuhannya terlalu tinggi Hornstein 2012. Pada eksperimen transformasi ini jumlah DNA yang digunakan hanya 500 ng. Jauh lebih sedikit dari jumlah DNA yang disarankan, yaitu antara 1 sampai 5g Invitrogen 2010. Analisis kestabilan genetik dilakukan dengan menumbuhkan koloni transforman yang tumbuh pada medium seleksi YPDSzeo pada media YPDA baru yang mengandung zeocin 100 µgµl. Sebagai kontrol digunakan media YPDA yang tidak mengandung zeocin. Dari uji ini didapatkan fakta bahwa semua koloni transforman yang diperoleh dari medium seleksi awal dapat tumbuh pada medium seleksi selanjutnya.Hal ini menunjukkan bahwa koloni transforman tersebut stabil secara genetik. 22 Gambar 9 Uji kestabilan genetik dan seleksi insersi gen ganda pada koloni yeast transforman pada media YPDAzeo, dengan konsentrasi zeocin bertingkat: 0 µgml A, 100 µgml B, 200 µgml C, 500 µgml D, dan 1000 µgml E. Analisis multikopi gen dilakukan dengan menumbuhkan koloni transforman tunggal pada media YPDAzeo yang mengandung zeocin 100, 200, 500, dan 1000µgml Gambar 9. Sebagai kontrol digunakan media YPDA tanpa zeocin. Klon-klon transforman yang dihasilkan memiliki kemungkinan beragam dalam jumlah salinan gen atau plasmid yang terintegrasi ke dalam DNA genom. Untuk menguji klon-klon yang mengandung jumlah salinan gen beragam, klon transforman tersebut diidentifikasi dengan menumbuhkan transforman tersebut pada medium yang mengandung antibiotik zeocin secara bertingkat. Semua koloni transforman tumbuh baik pada media kontrol dan media dengan zeocin 100 µgµl. Pada konsentrasi zeocin 200 dan 500 µgml beberapa koloni mulai terlihat terhambat pertumbuhannya danhanya sekitar 93 dari jumlah klon tersebut yang tumbuh dengan baik.Sedangkan pada konsentrasi zeocin 1000 µgml, hanya sekitar 70 dari klon transforman tersebut yang dapat tumbuh dengan baik.Dalam penentuan jumlah salinan gen, Nordén et al. 2011 mengemukakan bahwa terdapat variasi dalam toleransi terhadap antibiotik. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah gen rekombinan diantara klon transforman Dengan asumsi bahwa gen Sh ble yang tergabung pada rasio yang sama dengan fragmen gen target, diperkirakan 1 salinan gen Sh ble gen resistensi zeocin merupakan syarat minimum untuk dapat tumbuh pada konsentrasi zeocin 100 µgml, 4 salinan gen untuk tumbuh pada konsentrasi 500 µgml dan 9 salinan gen untuk tumbuh pada konsentrasi 1000 µgml. Klon dengan salinan gen Sh ble sebanyak 17 salinan juga dilaporkan pada klon tarnsforman yang mampu tumbuh pada konsentrasi zeocin sebesar 2000 µgml Nordén et al. 2011. Plasmid pPICZα yang mengandung fusi gen scFv::HPR telah berhasil diintegrasikan ke dalam genom P. pastoris. Analisis terhadap genom DNA transforman dilakukan dengan metode PCR koloni terhadap 10 klon P. pastoris transforman. Dua pasang primer digunakan untuk konfirmasi integrasi gen HPR dan scFv dalam genom P. pastoris, yaitu pasangan primer HPR-F HPR-R dan VH101-F VH101-R. Hasil PCR koloni dari 10 transforman P. pastoris tersebut menunjukkan bahwa semua klon yang dianalisis memberikan pita DNA berukuran 400 pb Gambar 10A dan 750 pb Gambar 10B. Pita berukuran 400 pb adalah gen HPR, sedangkan pita berukuran 750 pb adalah gen scFv. Dari hasil PCR ini disimpulkan bahwa semua klon transforman yang dianalisis tersebut positif mengandung kedua gen tersebut HPR dan scFv.