26
menghasilkan pita DNA berukuran 400 pb Gambar 13B. Semua plasmid yang dianalisis memberikan hasil yang positif.
Untuk analisis lebih lanjut, sebanyak tiga klon plasmid rekombinan yang positif dipilih secara acak untuk analisis urutan DNA. Analisis ini dilakukan untuk
konfirmasi urutan DNA dari sekuen gen yang tersisip dalam plasmid rekombinan. Dari hasil analisis tersebut diperoleh dua dari tiga klon plasmid yang dianalisis
menunjukkan hasil yang tepat dengan sekuen DNA seperti diharapkan. Kedua klon plasmid rekombinan tersebut adalah klon dengan nomor kode pPICZ-scFv-
GFP-HPR-2a dan pPICZ-scFv-GFP-HPR-11b Lampiran 9. Kromatogram dari hasil sekuensing menunjukan urutan dari nukleotida dari fusi gen GFP::HPR
dengan tepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gen HPR telah terfusi ke dalam plasmid dan konstruksi vektor rekombinan pPICZ-scFv-GFP-HPR
berhasil diperoleh.
Gambar 14 menunjukkan peta plasmid pPICZ-scFv-GFP-HPR yang mengandung fusi tiga gen scFv::EGFP::HPR. HPR ditempatkan pada domain
ujung-C dari konstruk ini untuk menghindari halangan sterik yang mungkin terjadi pada fusi 3 protein tersebut. Peptida penghubung yang pendek disisipkan
diantara tiga domain protein yang diharapkan dapat membantu fleksibilitas pelipatan protein dari masing-masing domain. Sejauh ini, kami belum
menemukan laporan terkait fusi dari 3 domain protein berbeda termasuk fragmen antibodi, GFP dan protein lain dalam satu konstruk untuk diekspresikan di
P.pastoris
. Salah satu contoh fusi scFv yang pernah dilaporkan adalah konstruk fusi A33 scFv-GFP yang berhasil diekspresikan pada P. pastoris, dengan posisi
GFP pada ujung-N dan scFv pada ujung-C Petrausch et al. 2007.
Gambar 14 Peta konstruksi fusi gen scFv::GFP::HPR dalam plasmid pPICZα– scFv-GFP-HPR. 5’AOX1= promoter AOX1; α-faktor= sinyal sekresi;
scFv= fragmen antibodi; L= linker: L
1
= GGGSIDGGGGS, L
2
= SRGGGGS; GFP= green fluorescent protein; HPR= human
pancreatic ribonuclease ; c-myc= epitop myc; 6xHis = polihistidine
tag; STOP = stop kodon; AOX1TT = sekuen terminator AOX1. Menurut Huang Shusta 2006 posisi relatif GFP terhadap scFv, baik
diujung-N atau ujung-C dan panjang peptida penghubung yang digunakan tidak mempengaruhi tingkat sekresi protein fusi dalam ragi. Zewe et al. 1997
membuat konstruksi fusi gen HPR dengan scFv anti-CD71 reseptor transferin yang diekspresikan dalam E.coli. Fusi protein tersebut terbukti efektif dalam
mencegah sintesis protein pada berbagai lini sel yang digunakan. Protein fusi dalam penelitian ini memiliki potensi imunogenik yang sangat rendah pada
manusia dan sangat potensial menjadi agen sitotoksin yang ampuh untuk membunuh sel tumor. HPR merupakan enzim natural yang dijumpai dalam tubuh
manusia yang tidak bersifat racun kecuali bila masuk ke dalam sel. Fusi protein imunoRNase pada penelitian kami ini dimaksudkan agar RNase HPR dapat
masuk ke dalam sel dengan perantara ligan berupa fragmen antibodi anti- EGFRvIII scFv melalui jalur endositosis. Hal yang serupa dikembangkan oleh
27
Zewe et al 1997 dengan mengkonstruksi fusi anti-reseptor transferin scFv dengan HPR. Protein fusi ini merupakan agen yang menjanjikan, baik digunakan
secara sendiri maupun dengan kombinasi yang digunakan untuk terapi tumor Zewe et al. 1997.
Beberapa jenis toksin yang potensial seperti toksin pseudomonas A atau diphtheria telah dilaporkan dikonjugasi dengan antibodi anti-EGFR untuk
membentuk immuntoksin konjugat. Toksin konjugat ini memasuki sel secara endositosis yang dimediasi melalui pengikatan terhadap protein reseptor dan
membunuh sel target dengan cara mencegah terjadinya sintesis protein Atalay et al.
2003.
4.2.3 Transformasi, seleksi dan analisis P. pastoris
Plasmid rekombinan pPICZα-scFv-GFP-HPR dengan sekuen yang telah dikonfirmasi dilinierisasi dengan enzim SacI kemudian ditransformasi ke dalam
P. pastoris untuk produksi protein imunotoksin rekombinan. Protein rekombinan
yang diekspresikan difusi dengan sinyal sekresi faktor-α pada ujung-N dan c-myc dan His-tag pada ujung-C. Dari transformasi plasmid rekombinan tersebut
didapatkan 51 koloni independen transforman P. pastoris dengan efisiensi transformasi sebesar 1,02 × 10
2
cfuµg DNA. Efisiensi transformasi ini relatif rendah dibanding nilai efisiensi transformasi yang disebutkan dalam beberapa
laporan dan protokol yang dapat mencapai 10
3
sampai 10
4
transforman g plasmid DNA dengan teknik elektroporasi Invitrogen, 2010. Beberapa hal dapat
menjadi penyebab rendahnya efisiensi transformasi yang diperoleh, seperti kondisi pertumbuhan sel, densitas sel, waktu inkubasi setelah penambahan larutan
pada saat transformasi, media yang digunakan untuk seleksi, jumlah DNA yang digunakan, dan sel ragi yang digunakan untuk transformasi. Beberapa penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa efisiensi transformasi sel yeast menggunakan elektroporasi dengan suspensi sel dalam 1M sorbitol bisa mencapai 3×10
5
transformang DNA, sedangkan transformasi dalam bufer HEPES menghasilkan 2 sampai 8×10
3
transformang plasmid DNA Gietz dan Woods, 2001. Plasmid yang digunakan biasanya tidak mengandung replikon ragi sehingga integrasi
plasmid rekombinan ke dalam genom diperlukan agar P. pastoristransforman stabil Gietz Woods, 2001.
Gambar 15 Uji kestabilan genetik dan seleksi insersi gen ganda pada koloni yeast transforman pada media YPD-agar zeocin, dengan konsentrasi zeocin
bertingkat: 0 µgml A, 100 µgml B, 200 µgml C, 500 µgml D, dan 1000 µg ml E.
Beberapa vektor ekspresi untuk P. pastoris dapat meningkatkan jumlah salinan gen dalam genom P. pastoris. Jumlah salinan gen atau plasmid yang
28
terintegrasi dalam genom berkorelasi dengan jumlah protein yang diekspresikan. Semakin banyak salinan gen, semakin tinggi ekspresi protein rekombinan. Vektor
pPICZα membawa gen resistensi zeocin yang dapat digunakan dalam menyeleksi transforman yang mengandung multikopi gen. Adanya insersi multikopi gen dapat
diidentifikasi melalui peningkatan resistensi terhadap zeocin.
Analisis multikopi gen dilakukan dengan menumbuhkan koloni transforman tunggal pada media YPDA yang mengandung zeocin dengan konsentrasi
meningkat 100, 200, 500, dan 1000 µgml Gambar 15. Sebagai kontrol digunakan media YPDA tanpa zeocin. Uji multikopi gen dilakukan dengan
menumbuhkan koloni transforman tersebut pada medium dengan konsentrasi zeocin meningkat. Sebagain besar koloni transforman tumbuh stabil pada media
kontrol dan media dengan zeocin sampai dengan konsentrasi 500 µgml. Sedangkan pada media dengan konsentrasi zeocin 1000 µgml, beberapa koloni
tampak terhambat pertumbuhannya. Diperoleh sekitar 53 koloni yang stabil pertumbuhannya. Sama halnya dengan fusi gen scFv::HPR, penentuan jumlah
salinan gen diprediksi berdasarkan Nordén et al.2011. Diperlukan minimal satu salinan gen Sh ble yang menyandi resistensi terhadap zeocin untuk dapat tumbuh
pada medium dengan 100 µgml zeocin, 4 salinan gen pada 500 µgml dan 9 salinan gen pada 1000 µgml. Klon mengandung 17 salinan gen dapat dijumpai
pada transforman yang tumbuh baik pada medium dengan zeocin 2000 µgml.
Gambar 16 Elektroforegram hasil PCR koloni dari beberapa klon yeast transforman untuk konfirmasi integrasi fusi gen scFv::GFP::HPR
dalam genom P. pastoris. Ukuran panjang dari fusi gen scFv::GFP::HPR
adalah sekitar 1900 pb. Tanda panah menunjukkan pita DNA dari fusi gen yang dimaksud. M= penanda
DNA; 1-2 =kontrol negatif; 3-12 = klon P. pastoris transforman.
Plasmid pPICZα yang mengandung fusi gen scFv::GFP::HPR telah berhasil diintegrasikan ke dalam genom P. pastoris. Seleksi genom transforman dilakukan
dengan metode PCR koloni terhadap 10 koloni transforman. Pasangan primer VH101-F dan HPRmut-R digunakan untuk mendeteksi fusi gen tersebut dalam
genom yeast. Dari 10 koloni yang diseleksi, semua koloni menunjukkan produk PCR berupa pita DNA berukuran sekitar 1900 pb Gambar 16. Ukuran dari fusi
gen scFv:GFP::HPR adalah 1900 pb. Dari hasil analisis ini diduga semua transforman P. pastoris tersebut telah mengandung fusi gen scFv:GFP::HPR.