8
Gambar 3. Format konstruksi imunotoksin diadopsi dari Madhumathi Verma 2012.
Molekul EGFRvIII tidak dapat lagi mengikat ligan naturalnya seperti EGF atau TGFα karena mutasi yang terjadi pada domain pengikatan ligan. Oleh karena
itu antibodi anti-EGFRvIII diperlukan sebagai ligan untuk mengenali molekul target EGFRvIII. Salah satu kendala dalam terapi antitumor menggunakan
antibodi adalah kemampuan penetrasi yang rendah dari molekul antibodi ke dalam jaringan sel tumor. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mengurangi ukuran dari
molekul antibodi yang digunakan, seperti menggunakan fragmen antibodi. Fragmen antibodi ini dapat dihasilkan dari proses pemotongan enzimatis seperti
Fab dan Fab
2
, atau melalui teknik rekayasa genetika untuk menghasilkan scFv dan scFv
2
Pedersen et al. 2001. Fragmen antibodi ini berperan sebagai ligan spesifik sehingga terapi bersifat lebih selektif pada sel kanker.
Sitotoksisitas yang selektif merupakan salah satu tujuan penargetan obat terarah. Protein toksin yang berasal dari tanaman seperti risin, saporin,
dan protein antivirus pokeweed PAP, bekerja secara selektif dengan menonaktifkan ribosom dan menghambat sintesis protein. Toksin yang berasal
dari bakteri seperti toksin difteri DT, eksotoksin Pseudomonas PE bekerja secara spesifik dengan melakukan ribosilasi ADP adenosin difosfat pada protein
EF2 elongation factor 2 sehingga menghambat sintesis protein. Jenis-jenis toksin tersebut telah dilaporkan difusi dengan suatu antibodi atau ligan pengikat
reseptor sehingga menghasilkan suatu senyawa sitotoksik dengan target khusus yang disebut immunotoksin Pastan et al. 2007. Strategi ini menjadi ide untuk
memfusi RNase mamalia dengan ligan pengikat sel spesifik yang diperlukan untuk pengembangan strategi terapi dengan toksisitas dan imunogenisitas yang
rendah dibandingkan immunotoksin yang menggunakan toksin asal tanaman atau bakteri Rybak et al. 1991.
9
2.4 Green Fluorescent Protein GFP
Green fluorescence protein GFP adalah protein yang ditemukan pada
ubur-ubur Aequorea victoria oleh Osamu Shimomura pada tahun 1962 pada saat meneliti aequorin. Gen GFP berhasil diklon pertama kali pada tahun 1992 oleh
Prasher dan kemudian diketahui terdiri dari 238 asam amino. Ketiga residu asam amino yaitu serin-tirosin-glisin pada posisi 65-67 berperan sebagai gugus
kromofor yang menjadikan GFP dapat berfluoresensi Tsien 1998.
Protein GFP telah diketahui bersifat non toksik dan dapat diekspresikan dalam jumlah yang cukup tinggi pada berbagai organisme yang berbeda dan sama
sekali tidak berpengaruh pada efek fisiologinya. Ketika GFP difusikan dengan suatu protein target yang sedang diteliti maka protein tersebut dapat diekspresikan
dan tetap aktif. Di sisi lain GFP sendiri tetap berfluoresensi.
Karena sifatnya tersebut, GFP memiliki peranan yang sangat penting dalam penelitian di bidang biologi. GFP dapat digunakan sebagai penanda dalam
mempelajari proses-proses yang terjadi di dalam sel seperti proses transfer protein, mempelajari organel-organel yang terikat pada membran sel dan juga
bermanfaat dalam proses pencitraan sel serta jaringan
Bell et al
. 2007, Yang et al
. 1996, Feilmeier et al. 2000, Huang et al. 2006. Selain dapat diekspresikan pada E.coli dan Caenorhabditis elegans, GFP
juga berhasil diekspresikan pada ragi Sacharomyces cerevisiae dan sel mamalia Tsien et al, 1998. Pada saat yang bersamaan juga diketahui bahwa GFP berhasil
diekspresikan pada Drosophila melanogaster. Penemuan-penemuan tersebut menunjukkan bahwa GFP dapat diekspresikan pada keempat jenis organisme
model sehingga GFP dapat digunakan sebagai penanda genetik universal dalam penelitian di bidang biologi. Tavaré et al. 2001 mereview penggunaan penanda
GFP untuk mempelajari sinyal intraseluler. Keuntungan utama dari GFP adalah kemampuannya dalam menunjukkan fluoresensi intrinsik tanpa membutuhkan
senyawa lain, dimana untuk sebagian besar protein fluorescent lainnya diperlukan adanya kofaktor. GFP dapat digunakan untuk lokalisasi dan distribusi protein
secara langsung dalam sel hidup dan real time menggunakan mikroskop fluoresensi. GFP juga dapat dimanfaatkan dalam mempelajari metabolisme lipid,
interaksi protein-protein dalam sel hidup, dan memantau sifat fisikokimia lain dari protein dalam sel.
2.5 Pichia pastoris dan vektor ekspresi pPICZ
α
Sistem ekspresi prokariot biasanya digunakan untuk memproduksi protein heterolog rekombinan dari cDNA eukariot yang dikloning. Akan tetapi, dari hasil
beberapa penelitian diketahui bahwa protein yang berasal dari eukariot membutuhkan proses modifikasi pasca translasi agar menjadi suatu bentuk protein
yang stabil dan aktif secara biologis. Sistem ekspresi prokariot tidak mempunyai perangkat untuk melakukan proses modifikasi pasca translasi ini. Kelemahan
sistem ekspresi prokariot yang lain adalah senyawa toksin dari bakteri dan yang bersifat pirogen dapat mengkontaminasi produk protein rekombinan yang
dihasilkan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dikembangkan sistem ekspresi protein eukariot, yaitu ragi, serangga, atau sel mamalia sehingga protein
10
yang dihasilkan bebas dari kontaminasi, stabil dan memiliki aktivitas biologis Daly Hearn 2005.
Pichia merupakan khamir metilotropik yang sudah lama dipelajari dan
dikembangkan menjadi suatu sistem yang berhasil dalam memproduksi berbagai protein heterolog. Sistem ekspresi P. pastoris sangat populer digunakan karena
beberapa faktor yang menarik seperti : a teknik rekayasa molekuler yang relatif mudah dilakukan dan kesamaan karakteristik dengan Saccharomyces cerevisiae;
b kemampuan P. pastoris untuk memproduksi protein heterolog dengan tinggi secara intraseluler maupun ekstraseluler; c kemampuan melakukan modifikasi
pasca-translasi seperti glikosilasi, pembentukan ikatan disulfida dan proses proteolitik; d tersedianya kit komersial untuk sistem ekspresi Cereghino
Cregg 2000; Balamurugan et al. 2007; Li et al. 2007.
Galur P. pastoris telah terbukti menjadi salah satu sistem yang baik dan
terstandar yang digunakan untuk produksi protein rekombinan secara komersial. Salah satu keuntungan dari sistem ini adalah adanya promotor AOX1. Promoter
ini memiliki karakteristik transkripsi untuk mengatur ekspresi protein heterolog. P. pastoris
telah memiliki metode yang mapan untuk dimanipulasi baik secara klasik maupun melalui rekayasa genetika. P. pastoris telah digunakan untuk
memproduksi protein dalam skala besar dengan kepadatan sel yang tinggi dalam kultur fermentor, sehingga menjadi sistem acuan yang banyak digunakan untuk
tujuan meningkatkan ekspresi protein rekombinan. Sistem ekspresi P. pastoris telah dikenal aman dan murah untuk produksi skala laboratorium dan industri
Balamurugan et al. 2007.
Glikosilasi merupakan salah satu proses penting pascatranslasi dalam sintesis protein. Peran glikosilasi protein diantaranya untuk pelipatan protein,
perakitan oligomer, menjaga stabilitas struktur, transduksi sinyal spesifik, proses pengenalan dan sekresi, dan glikoprotein clearance Li et al. 2007. Glikoprotein
yang dihasilkan dari P. pastoris berpotensi untuk memicu respon imun, namun P. pastoris
dapat mensekresikan protein heterolog yang memiliki pola glikosilasi yang menyerupai manusia humanizing. Pola glikosilasi yang mirip seperti
ukuran dan posisi dari glikosida akan mempengaruhi aktivitas protein. Banyak penelitian terkait glikoprotein yang diproduksi pada P. pastoris yang menjelaskan
hubungan struktur dan fungsi dari N-glikan sehingga akan mempercepat aplikasi terapi pada manusia Patrick et al. 2005.
Galur P. pastoris SMD1168 his4 pep4 merupakan galur defisien protease. Galur ini terbukti efektif dalam meminimalisasi degradasi ekspresi protein
heterolog. Hal ini terlihat pada kultur fermentor yang menghasilkan kombinasi antara densitas sel yang tinggi dan persentase yang rendah dari sel yang lisis
menghasilkan konsentrasi yang relatif tinggi dari protease vakuolar. Pemilihan vektor ekspresi yang resisten terhadap zeocin untuk menghasilkan strain tanpa
aktifitas protease A Invitrogen 2010.
Penggunaan P. pastoris sebagai sistem ekspresi protein rekombinan mempertimbangkan beberapa faktor. Salah satunya yaitu sistem pengekspresi
yang lebih kompleks, dapat mengekspresikan gen tandem, dan dapat digunakan untuk penelitian multi salinan gen. Beberapa aspek seperti faktor genetik dan
fisiologis dari Pichia sehingga digunakan sebagai inang pengekspresi diantaranya penggunaan kodon preferensi dari gen heterolog, jumlah salinan gen, transkripsi