4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengelompokan Zona Musim ZOM
Pengelompokkan wilayah Jawa berdasarkan kemiripan pola Awal Musim Hujan AMH dengan analisis cluster sehingga terklasifikasi setiap objek wilayah
yang paling dekat kesamaan karakter AMH dengan objek wilayah lain akan berada dalam ZOM yang sama. Gambar 9 menunjukkan lompatan signifikan jarak terjadi
pada saat jumlah cluster 30, sehingga pola AMH wilayah Jawa ditetapkan terbagi
dalam 30 ZOM.
Gambar 10.
Grafik jumlah cluster terhadap jarak antar data
Peta kelompok wilayah AMH Jawa yang mempunyai kemiripan karakter datangnya musim hujan di tampilkan pada Gambar 10. Hasil tersebut
menggambarkan bahwa untuk pengelompokan berdasarkan dengan kemiripan AMH, pulau Jawa terbagi menjadi 30 ZOM. Daftar wilayah kabupaten tiap kelompok di
tampilkan pada lampiran 3. Dalam tujuan yang sama, BMKG mengelompokan ZOM wilayah Jawa berdasarkan kemiripan pola curah hujan. Pengelompokan yang
dilakukan berdasarkan kemiripan pola curah hujan menghasilkan 94 ZOM di Jawa. Apabila dibandingkan dengan ZOM yang dihasilkan BMKG, maka perbedaan hasil
pengelompokan tersebut bukanlah hal yang mendasar. Dari 94 ZOM yang dihasilkan dari kemiripan pola curah hujan, bisa saja beberapa ZOM sudah diwakili oleh satu
ZOM yang berdasarkan dengan kemiripan datangnya AMH. Namun ternyata ada keuntungan dengan membagi Jawa menjadi 30 ZOM, yaitu semakin sedikit ZOM
tentunya akan sedikit pula model prediksi AMH di Jawa sehingga memudahkan dalam operasional. Dalam satu ZOM dapat terdiri dari satu atau beberapa wilayah
administrasi kabupaten, sehingga batas wilayah ZOM tidak sama dengan batas wilayah administrasi pemerintahan kabupaten. Namun untuk memudahkan dalam
analisis, wilayah kabupaten digunakan sebagai acuan wilayah pembahasan terkait Prediksi AMH di Jawa.
Gambar 11. Peta Zona Musim Pulau Jawa Berdasarkan Kemiripan AMH
4.2 Normal AMH di Jawa
Variabel AMH periode 1978-2008 di Jawa yang terbagi menjadi 30 ZOM, selanjutnya dirata-rata untuk mengetahui normal AMH. Hasil rataan variabel tiap
ZOM menggambarkan karakteristik kejadian normal AMH untuk beberapa wilayah didalam satu ZOM. Dengan demikian model prediksi yang akan disusun bukan
ZOM
mewakili titik pos pengamatan melainkan wilayah yang terdiri dari beberapa pos dengan kemiripan karakteristik AMH.
Gambar 12. Peta Normal AMH di Jawa
Biasanya AMH di Jawa di tandai dengan kejadian monsun Asia, hal itu menyebabkan sirkulasi angin bergerak dari arah Barat-Barat Laut Baratan. Sejalan
dengan itu, kejadian AMH di Jawa umumnya terjadi lebih dahulu di wilayah Jawa bagian Barat selanjutnya merambat ke wilayah Jawa bagian Timur. Gambar 11
menunjukkan peta normal AMH di Jawa, secara umum kejadian AMH dimulai dari Banten yaitu Nopember I sampai November II dengan deviasi standar 19 hari.
Selanjutnya Jawa Barat mulai dari Nopember II hingga Nopember III dengan deviasi standar 24 hari kecuali wilayah Bandung dan Sukabumi yang masuk pada Oktober
III. Dibandingkan wilayah lainnya di Jawa Barat, kedua wilayah tersebut tampak memiliki normal AMH lebih maju. Hal itu bisa saja terjadi karena faktor topografi
sehingga akumulasi hujan orografi lebih sering terjadi saat masa peralihan transisi monsun. Untuk Jawa Tengah, AMH normal terjadi pada Nopember II hingga
Desember I dengan deviasi standar 15 hari kecuali wilayah pantura yang masuk pada Desember II. Normal AMH Jawa Timur masuk pada Desember I hingga Desember
III dengan deviasi standar 14 hari. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pengaruh utama AMH di Jawa adalah sirkulasi monsun, indikasinya adalah
pola normal AMH sejalan dengan pola sirkulasi monsun. Nilai AMH tiap ZOM selanjutnya dikorelasikan dengan SML untuk mencari pola hubungan dengan kondisi
SML global. Dalam penyusunan model prediksi, nilai normal AMH tiap ZOM dijadikan variabel tak bebas prediktan.
4.3 Korelasi AMH dengan Anomali SML