Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Secara umum AMH di Jawa dipengaruhi oleh tiga pola interaksi Laut- Atmosfer yaitu ENSO, IOD, SML Lokal, meskipun besar pengaruhnya di tiap wilayah berbeda-beda. Pernyataan itu dibuktikan oleh hasil korelasi AMH di Jawa dengan SML wilayah 15°S – 15°N; 80°E- 100°W. Terdapat hubungan linier antara AMH di Jawa dengan SML di perairan India,Indonesia dan Pasifik. Hal ini di indikasikan bila terjadi kenaikan SML di perairan Indi dan pasifik yang berasosiasi dengan kejadian IOD dan ENSO maka AMH di Jawa secara umum mundur dari normalnya. Sejalan dengan itu, bila terjadi kenaikan SML di perairan Indonesia yang berasosiasi dengan kejadian konveksi laut lokal maka AMH di Jawa secara umum maju dari normalnya. Rataan JJA di tentukan karena sekitar awal Juni adalah waktu transisi sirkulasi atmosfer dan lautan wilayah perairan Indonesia hingga Pasifik. Waktu transisi mengindikasikan sirkulasi arus laut yang hangat masuk dari pasifik dan selanjutnya meningkatkan uap air laut lokal di wilayah Indonesia pada umumnya. Sejalan dengan kondisi laut, transisi angin Timuran menjadi Baratan akan menambah uap air di wilayah Indonesia dari samudera Hindia. Sehingga apabila terjadi penyimpangan SML di perairan Indonesia-Pasifik akan menunda transisi arus angin Timuran. Dampaknya adalah musim hujan di wilayah Indonesia pada umumnya akan tertunda. Kondisi tersebut menggambarkan daerah tropis berada di ambang kritis suhu muka laut yang mendorong curah hujan maksimum atau minimum sehingga suhu muka laut berperan terhadap kejadian awal musim hujan Dari 30 ZOM 28 membentuk pola korelasi signifikan dengan SML yang terbentuk pada wilayah Samudera India, Perairan Indonesia dan Pasifik. Kondisi itu menyebabkan efek kombinasi ENSO dan SML lokal tampak dominan mempengaruhi AMH di Jawa. Indikasikan lainnya yaitu jumlah model ZOM pada pola-2 lebih banyak dibandingkan pola-1 dan pola-3. Kelayakan model prediksi AMH dengan teknik multivariate tampak berhasil di hampir semua ZOM wilayah Jawa yang di indikasikan dengan kestabilan model saat validasi dan verifikasi. Hal itu tidak terlepas dari ketepatan penentuan variabel SML yang digunakan sebagai prediktor dan teknik identifikasi wilayah domain prediktor. Untuk model ZOM 8 Karawang bagian Uatara dan ZOM 13 Cianjur dan Cilenca tidak menunjukkan hubungan nyata dengan fenomena iklim global maupun SML lokal sehingga perlu dikaji untuk pengaruh variabel iklim lainnya. Kehandalan model prediksi AMH di Jawa saat kejadian maju dari normal lebih baik dibandingkan saat kejadian mundur dari normal. Hal itu dapat di pahami, karena AMH wilayah Jawa tidak hanya di pengaruhi aktivitas ENSO dan IOD. Pengaruh SML Indonesia lokal tampaknya cukup kuat mensuplai uap air ke Jawa sehingga hujan terjadi. Dengan demikian, AMH maju dari normalnya di Jawa lebih dipengaruhi oleh aktivitas SML Indonesia lokal. AMH mundur dari normal wilayah pesisir Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian Selatan dan Jawa Timur bagian Utara memiliki sensitifitas atau respon yang baik terhadap pengaruh aktivitas laut lokal-global. Indikatornya adalah, dengan tingkat skill model kejadian AMH mundur lebih dari 70, pola menyebar di wilayah tersebut. Sedangkan pola skill model prediksi AMH saat kejadian maju dari normal dengan tingkat kehandalan lebih dari 70 pola sebaranya tampak lebih luas yaitu sebagian besar Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Polanya juga tampak lebih lebar tidak hanya wilayah pesisir dan sekitarnya namun juga wilayah Jawa bagian Tengah. Hal itu menunjukkan kejadian AMH wilayah Jawa secara umum memiliki respon yang baik terhadap perubahan SML lokal. Besar pengaruh tersebut akan berbeda-beda dan dapat juga bergantung dari kondisi topografi dan bentuk pantai. Domain prediktor wilayah karakteristik laut lokal memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap kejadian AMH dibandingkan kombinasi lainnya. Hal itu ditunjukkan dengan nilai skill terbaik dihasilkan oleh model dengan domain prediktor di pola-3. Sedangkan kombinasi domain prediktor wilayah karakteristik ENSO dan laut lokal memiliki pengaruh paling dominan terhadap AMH di Jawa. Pernyataan tersebut di kuatkan oleh jumlah ZOM yang paling banyak terdapat pada pola-2. Namun untuk analisis lebih rinci di tiap ZOM maka masing-masing wilayah di Jawa memiliki tingkat hubungan dan sensitifitas yang berbeda-beda terhadap SML Indonesia-Pasifik.

5.2 Saran