Gambar 4. Skematik wilayah ENSO dan IOD
2.3 Definisi Awal Musim Hujan
Kombinasi revolusi dan kemiringan bumi akan mempengaruhi sudut jatuh sinar matahari dan intensitas insolasi incoming solar radiation, akibatnya di muka
bumi terjadi pembagian wilayah musim musim dingin, semi, panas dan gugur. Musim diwilayah Indonesia tidak mengikuti pembagian wilayah musim dibumi
karena unsur temperatur hampir konstan sepanjang tahun namun sebaliknya variasi unsur curah hujan sangat besar.
Curah hujan yang terjadi di suatu wilayah memberikan gambaran musim pada wilayah tersebut. Awal musim hujan AMH
dapat di jelaskan oleh curah hujan yang terjadi pada suatu tempat. Ketentuan definisi
AMH di satu tempat dapat berbeda di tempat lainnya, hal itu dapat bergantung pada kondisi klimatologis. Kondisi klimatologi akan memberikan ciri atau indikator
tertetentu ketika AMH terjadi, sehingga dapat ditetapkan definisi yang tepat. Sebagai ilustrasi, Departemen Meteorologi India menetapkan wilayah Kerala sebagai salah
satu indikator awal datangnya AMH di seluruh India Wang et al. 2009. Apabila setelah 10 Mei tercatat curah hujan sebanyak 10 mm per 24 jam dalam 2 hari di lima
stasiun pengamatan dari tujuh stasiun yang ada di Kerala maka dinyatakan sebagai AMH Pai Rajeevan 2009.
Sedangkan definisi AMH di wilayah Indonesia
didasarkan pada ketentuan yang dibuat oleh BMKG yaitu awal musim hujan ditandai dengan jumlah curah hujan dasarian telah lebih dari 50 mm dan diikuti minimal dua
dasarian berikutnya, sebaliknya awal musim kemarau ditandai dengan jumlah curah hujan dasarian kurang dari 50 mm dan diikuti minimal dua dasarian berikutnya. Saat
perhitungan awal musim hujan yang dilakukan BMKG biasanya setelah 1 September. Definifisi AMH dapat juga bergantung pada kondisi wilayah lokal untuk
bidang pertanian. Untuk kepentingan sektor pertanian, AMH adalah informasi yang
penting dalam penentuan waktu dan pola tanam. Definisi AMH yang digunakan pada bidang pertanian di Indonesia, apabila curah hujan setelah 1 Agustus tercatat 40
mm dalam 5 hari berturut-turut tanpa diikuti 10 hari dry spell atau curah hujan 5 mm dalam periode 10 hari Moron et al. 2008. Sedangkang wilayah Sahel Afrika
mendefinisikan AMH dalam bidang pertanian yaitu apabila curah hujan setelah 15 Mei tercatat 20 mm dalam 2 hari berturut-turut tanpa diikuti 7 hari dry spell atau
curah hujan 5 mm dalam periode 20 hari Marteu et al. 2007. Perbedaan definisi AMH di tiap tempat disebabkan karena perbedaan posisi geografis yang berimplikasi
pada pola umum atmosfer suatu wilayah. Sebagai contoh untuk wilayah tropis pola atmosfer dominan adalah Intertropical Convergence Zone ITCZ atau pias pumpun
antar tropis akibat dari gerak periodik Matahari 23.5
o
arah Utara dan Selatan. Wilayah yang di lewati ITCZ biasanya pada periode musim hujan dan sebaliknya.
Kondisi tropis berbeda dengan yang terjadi di wilayah sub tropis hingga kutub lintang tinggi, pada wilayah tersebut pola atmosfer yang berperan dan penting di
perhatikan yaitu gelombang rossby Graham et al. 2010. Gelombang Rossby adalah
angin yang mengelilingi bumi, bergerak dari Barat ke Timur dan biasanya mendorong kelembaban dari Samudra Atlantik. Dalam penjalaranya, gelombang ini berosilasi
diantara lintang 30
o
dan 60
o
sehingga memiliki pengaruh dominan terhadap wilayah lintang tinggi. Selain itu, faktor yang membedakan
definisi AMH adalah posisi lautan dan daratan yang berimplikasi pada pola umum atmosfer. Contoh dalam hal ini
adalah perilaku monsun yang hanya terjadi disekitar perairan India dan pasifik serta benua Asia dan Australia.
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Awal Musim