Hubungan Awal Musim Hujan di Jawa dengan SML

AMH maju dari normal adalah 71. Hasil rataan skill tersebut menunjukkan secara umum kemapuan prediksi AMH mundur dari normal di Jawa pada tingkat sedang dan kemampuan prediksi AMH maju dari normal di Jawa pada tingkat kategori baik. Secara umum pula dapat di simpulkan bahwa terjadi peningkatan skill prediksi terhadap klimatologis untuk kejadian AMH maju atau mundur di wilayah Jawa.

4.9 Pembahasan

4.9.1 Hubungan Awal Musim Hujan di Jawa dengan SML

Awal musim hujan di Jawa dalam periode tahun 1978-2007 memiliki hubungan linier dengan aktifitas iklim laut lokal maupun global. Hal tersebut dibuktikan dengan pola korelasi signifikan antara AMH di Jawa dengan anomali SML rataan bulan JJA wilayah 15⁰ LU-15⁰ LS dan 80⁰ BT-100⁰ BB. Rataan JJA di tentukan karena sekitar awal Juni adalah waktu transisi sirkulasi atmosfer dan lautan wilayah perairan Indonesia hingga Pasifik Pai Rajeevan 2009. Waktu transisi mengindikasikan sirkulasi arus laut yang hangat masuk dari pasifik dan selanjutnya meningkatkan uap air laut di wilayah Indonesia pada umumnya. Sejalan dengan kondisi laut, transisi atmosfer Timuran menjadi Baratan akan menambah uap air di wilayah Indonesia dari samudera Hindia. Sehingga apabila terjadi penyimpangan SML di perairan Indonesia- Pasifik akan menunda transisi arus laut. Dampaknya adalah musim hujan di wilayah Indonesia pada umumnya akan tertunda. Peta korelasi pada 30 cluster wilayah Jawa menunjukkan tiga pola hubungan utama dengan penyimpangan SML perairan Barat Sumatera, Pasifik Tengah-Timur dan laut Indonesia sedangkan 2 cluster tidak menunjukkan pola hubungan yang nyata. Perairan Barat Sumatera merupakan wilayah indikator kejadian Iklim Indian Ocean Dipole Mode IOD dan perairan Pasifik Tengah-Timur merupakan wilayah indikator kejadian El-Nino Southern Oscillation ENSO sedangkan laut Indonesia merupakan sumber uap air utama saat konveksi lokal. Wilayah perairan Indonesia hingga pasifik merupakan wilayah potesial sebagai prediktor model iklim karena loading tiga PC pertama menggambarkan pola ENSO kuat Fiona lo et all. 2008 Peta korelasi pada pola-1 menunjukkan hubungan AMH 4 ZOM di Jawa dengan anomali SML perairan Barat Sumatera dan Pasifik Tengah-Timur. Hal itu menjelaskan bahwa kejadian AMH wilayah didalam 4 ZOM tersebut di pengaruhi oleh fenomena IOD dan ENSO. Berdasarkan pola tersebut maka dua wilayah perairan Barat Sumatera dan Pasifik Tengah-Timur dipilih sebagai domain untuk prediktor model prediksi AMH di 4 ZOM di Jawa. Peta korelasi pada pola-2 menunjukkan hubungan AMH dalam 18 ZOM di Jawa dengan anomali SML perairan Indonesia dan Pasifik Tengah-Timur. Pola hubungan itu menjelaskan bahwa kejadian AMH wilayah dalam 18 ZOM di Jawa dipengaruhi oleh fenomena ENSO dan aktivitas SML Indonesia Lokal. Berdasarkan pola hubungan tersebut, dua wilayah perairan laut Indonesia dan Pasifik Tengah- Timur dipilih sebagai domain prediktor untuk menyusun model prediksi AMH di 18 ZOM Jawa. Peta korelasi pola-3 menunjukkan hubungan antara AMH pada 6 ZOM di Jawa dengan anomali SML wilayah perairan Indonesia. Dengan demikian kejadian AMH didalam 6 ZOM itu dipengaruhi oleh fenomena perubahan aktivitas SML Indonesia. Berdasarkan pola tersebut maka wilayah perairan Indonesia dipilih sebagai domain prediktor untuk menyusun model prediksi AMH di 6 ZOM tersebut. Untuk 2 ZOM ZOM 8 dan ZOM 13 yang tidak memiliki pola hubungan nyata dengan anomali SML, model disusun dengan menggunakan domain prediktor pada pola-2 Wilayah tropis memiliki ciri faktor harian yang kuat karena tidak adanya perbedaan suhu permukaan dan tekanan yang besar antar selang waktu berbeda. Konsekuensinya adalah sirkulasi angin permukaan di daerah ini lemah. Kekurangan dari faktor angin permukaan yang lemah akan menyebabkan kuatnya pengaruh angin lokal seperti angin darat dan laut, angin lembah dan gunung. Pada wilayah tropis kontinen seperti Indonesia, pengaruh iklim laut yang berasosiasi dengan fenomena iklim global membuat ciri tersendiri pada beberapa wilayah Indonesia. Untuk wilayah Jawa pengaruh iklim lokal akibat topografi bentuk pantai di beberapa wilayah akan dapat dirasakan, namun pengaruh iklim laut global akibat bentuk pulau yang pipih juga dapat dirasakan. Tiap wilayah akan terjadi interaksi antara pengaruh iklim lokal sebagai ciri dari wilayah tropis dan pengaruh iklim laut global sebagai ciri wilayah maritime kontinen. Hasilnya yaitu ada wilayah yang dirasakan kuat pengaruh iklim lokalnya dan ada wilayah yang dirasakan kuat pengaruh iklim laut global. Namun ada juga wilayah yang dirasakan kombinasi dari dua pengaruh iklim lokal dan global tersebut. Dengan kondis iklim yang demikian komplek itu, maka di Jawa terbentuk pola hubungan tiap wilayah berdasarkan kuat lemahnya pengaruh iklim yang terjadi. Alasan itu juga yang menjelaskan bahwa di Jawa terbentuk tiga pola hubungan utama berdasarkan hasil korelasi spasial antara AMH dan SML. Jumlah ZOM yang termasuk pada pola-2 terlihat lebih banyak dibandingkan dua pola lainnya. Hal itu karena pola-2 merupakan wilayah yang memiliki kombinasi karakteristik fenomena iklim laut Indonesia laut lokal dan laut global. Siklus IOD di awali peningkatan SML pada bulan Mei-Juni mencapai puncaknya pada Oktober dan menghilang pada Nopember hingga Desember Mulyana 2002. Sedangkan ENSO biasa terjadi pada awal Juni ditandai dengan peningkatan suhu di Pasifik tropis Tengah-Timur. Normalnya pada awal Juni arus laut hangat akan menuju perairan Indonesia Aldrian Susanto 2003. Merujuk waktu kejadian IOD dan ENSO maka peningkatan SML di perairan Barat Sumatera dan perairan Pasifik Tengah-Timur pada bulan JJA akan mengurangi penguapan di laut Indonesia laut lokal. Implikasinya, AMH di Jawa yang biasanya terjadi pada awal September akan tertunda, lamanya penundaan mundur bergantung pada kuat lemahnya anomali peningkatan di dua wilayah perairan tersebut. Penjelasan di atas mengindikasikan bahwa berdasarkan pola hubungan SML dengan 30 ZOM di Jawa, sebanyak 60 wilayah ZOM di pengaruhi oleh fenomena iklim ENSO dan konveksi laut Indonesia. Sedangkan 20 wilayah ZOM di pengaruhi fenomena konveksi laut Indonesia dan 13 wilayah dipengaruhi IOD dan ENSO serta 7 wilayah ZOM tidak mempunyai hubungan dengan ketiga fenomena iklim laut lokal dan regional. Secara umum hasil validasi silang dengan teknik LOOCV yang di lakukan untuk model AMH di Jawa dapat dikatakan stabil. Hal itu diindikasikan dengan RMSE rataan pada 30 model ZOM kurang dari 2 dasarian, demikian pula verifikasi model prediksi AMH di Jawa menunjukkan kemampuan model prediksi pada semua ZOM di Jawa secara umum cukup handal. Hal tersebut di tunjukkan dengan nilai rataan kesalahan prediksi bias di semua ZOM sebesar 1,6 dasarian atau 16 hari. Hasil verifikasi juga menunjukkan dari 30 model ZOM, sebanyak 12 model menghasilkan error lebih dari satu dasarian dan sisanya kurang dari satu dasarian. Hasil itu menunjukkan sebanyak 57 model prediksi AMH di Jawa dapat menduga hingga mendekati hasil observasi deviasi 10 hari. Kelayakan model prediksi AMH yang di indikasikan dengan kestabilan saat validasi dan verifikasi tampak berhasil di hampir semua ZOM wilayah Jawa.. Hal itu tidak terlepas dari penentuan variabel SML digunakan sebagai prediktor yang tepat sebelum model disusun. Demikian pula teknik identifikasi wilayah domain prediktor juga tampak memberikan hasil yang baik. Alasan mendasarnya adalah suatu sistim model yang baik ditentukan dengan masukan prediktor yang tepat. Namun kesatuan sistim lainnya seperti penentuan teknik dan metode yang tepat juga tidak dapat di abaikan, karena model disusun tidak bersifat individual melainkan sebuah sistim dari gabungan beberapa teknik dan metoda. Hasil tersebut tentunya semakin menguatkan alasan fisis bahwa wilayah Jawa secara umum di pengaruhi oleh iklim laut lokal dan global.

4.9.2 Evaluasi Skill Model Prediksi Awal Musim Hujan di Jawa