Korelasi AMH dengan Anomali SML

III dengan deviasi standar 14 hari. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pengaruh utama AMH di Jawa adalah sirkulasi monsun, indikasinya adalah pola normal AMH sejalan dengan pola sirkulasi monsun. Nilai AMH tiap ZOM selanjutnya dikorelasikan dengan SML untuk mencari pola hubungan dengan kondisi SML global. Dalam penyusunan model prediksi, nilai normal AMH tiap ZOM dijadikan variabel tak bebas prediktan.

4.3 Korelasi AMH dengan Anomali SML

Hasil korelasi r antara anomali SML rataan bulan Juni,Juli, Agustus JJA dengan Awal Musim Hujan AMH periode 1978-2007 di 30 ZOM di Jawa menghasilkan tiga pola utama. Gambar 13. Peta Korelasi ZOM vs Anomali SML Pola-1 Pola-1 menunjukkan korelasi signifikan r ≥ 0.5 terkonsentrasi pada wilayah perairan Barat Sumatera dan Pasifik di dihasilkan oleh 4 ZOM yaitu: ZOM 1, ZOM 10, ZOM 16, ZOM 21. Penentuan pola-1 didasarkan pada kemiripan peta spasial nilai korelasi signifikan di tiap ZOM. Selanjutnya diambil batasan wilayah korelasi signifikan tiap ZOM itu untuk digabungkan kedalam satu peta. Hasil penggabungan adalah kumpulan lokasi SML yang berkorelasi signifikan beberapa ZOM. Kemudian ditentukan batas maksimum dari pola spasial tersebut untuk ditetapkan sebagai domain prediktor Gambar 12. Pola-1 menjelaskan hubungan korelasi positif antara AMH di 4 ZOM wilayah Jawa dengan perairan yang mempunyai karakteristik IOD perairan Barat Sumatera dan ENSO perairan Pasifik. Apabila terjadi anomali SML positif pada Perairan Barat Sumatera dan Pasifik maka AMH di 4 ZOM Jawa akan mengalami mundur dari normalnya. Uraian diatas menjelaskan, perairan Barat Sumatera dan Pasifik mempunyai kontribusi signifikan terhadap kejadian AMH di 4 ZOM pulau Jawa. Gambar 14 Peta Korelasi ZOM vs Anomali SML Pola-2 Pola kedua menunjukkan korelasi signifikan terkonsentrasi pada wilayah perairan Pasifik dan wilayah Perairan Indonesia -0.5 ≤ R ≥ +0.5 dihasilkan oleh 18 ZOM, yaitu: ZOM 2, ZOM 3, ZOM 4, ZOM 5, ZOM 6, ZOM 7, ZOM 9, ZOM 11, ZOM 17, ZOM 18, ZOM 19, ZOM 20, ZOM 22, ZOM 23, ZOM 24, ZOM 26, ZOM 27, ZOM 29. Selanjutnya di lakukan langkah yang sama dengan pola-1 untuk menentukan batasan domain prediktor pola-2 berdasarkan gabungan lokasi peta korelasi spasial tiap ZOM pola-2. Pola tersebut menjelaskan hubungan korelasi positif antara AMH di 18 kelompok wilayah Jawa dengan perairan yang mempunyai karakteristik ENSO perairan Pasifik. Selain itu korelasi negatif dijelaskan oleh AMH di 18 ZOM yang sama dengan perairan yang mencirikan karakteristik iklim laut lokal. Apabila terjadi anomali SML positif pada perairan Pasifik maka 18 ZOM di Jawa akan mengalami AMH mundur dari normalnya. Sebaliknya, bila anomali SML perairan Indonesia terjadi anomali positif maka 18 ZOM di Jawa akan mengalami AMH maju dari normalnya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka perairan Pasifik dan Laut Indonesia mempunyai kontribusi signifikan terhadap kejadian AMH di 18 ZOM di Jawa. Pengaruh yang di berikan oleh dua fenomena iklim laut tersebut tidak terjadi secara parsial tapi secara bersamaan sehingga tidak mudah menentukan pengaruh yang paling dominan. Gambar 15 Peta Korelasi ZOM vs Anomali SML Pola-3 Pola ketiga menunjukkan korelasi signifikan terkonsentrasi pada perairan wilayah Indonesia R ≥ -0.5 dihasilkan oleh ZOM 12, ZOM 14, ZOM 15, ZOM 25, ZOM 28, ZOM 30. Dengan teknik yang sama dengan pola sebelumnya ditentukan batasan domain prediktor pola-3 berdasarkan gabungan lokasi peta korelasi spasial tiap ZOM pola-3 Gambar 14. Pola tersebut menjelaskan hubungan korelasi negatif antara AMH di 6 kelompok wilayah Jawa dengan perairan yang mencirikan karakteristik iklim laut lokal. Apabila SML perairan Indonesia mengalami anomali positif maka 6 kelompok wilayah Jawa akan mengalami AMH maju dari normalnya. Sedangkan ZOM 8 dan ZOM 13 tidak mempunyai pola yang jelas, namun dua ZOM tersebut dianggap sebagai pola ke-2 dalam penyusunan model prediksi. Hal itu dilakukan karena pola ke-2 merupakan kombinasi kejadian dua fenomena iklim laut global dan regional. Sehingga diharapkan pengaruh dua fenomena iklim laut dapat memberikan kontribusi terhadap wilayah ZOM 8 dan ZOM 13. Hasil peta korelasi antara anomali SML periode bulan JJA dengan AMH tiap ZOM periode 1978-2007 dapat di lihat pada lampiran 4.

4.4 Pola hubungan SML dengan ZOM di Jawa