Usia kehamilan biasanya di rahasiakan. Tujuannya adalah menghindari niat jahat orang lain yang ingin mencelakan kandungan tersebut melalui perantaraan
dukun. Keseluruhan usaha melindungi ibu yang sedang hamil jelas merupakan upaya menyelamatkan bayi dalam kandungan dan melindungi ibu hamil yang memang
kondisi fisiknya tidak begitu kuat. Upaya pencegahan dilakukan dengan menghindari beberapa pantangan dan larangan seperti yang sudah disebutkan diatas.
2.4.2. Bosi II : Tumbu lahir
Apabila usia kandungan sudah cukup tua, solomö dipanggil untuk membantu persalinan. Peran solomö pada masa sekarang digantikan oleh bidan, khususnya di
desa-desa yang dekat dengan puskesmas. Bila anak lahir dengan selamat, orang tua akan mengadakan acara lasasai danga solomö mencuci tangan solomö. Acara ini
merupakan ungkapan rasa terima kasih atas pertolongan solomö yang sudah menolong kelahiran anak mereka. Pada saat ini orang tua akan memberikan 1 satu
pau emas 1 pau = 10 gram, kain sarung dan kain selendang. Solomö kemudian memberkati ibu dan anak dengan memercikkan air. Ia kemudian mendoakan agar ibu
dan anak supaya sehat dan terhindar dari penyakit.
2.4.3. Bosi III : Famatoro Doi memberi nama
Beberapa hari setelah anak lahir, orang tua akan mengadakan acara pemberian nama bagi anak yang baru lahir tersebut. Pada saat ini Salawa kepala pemerintahan
desa, banua masyarakat sedesa dan uwu paman diundang. Kepada mereka
Universitas Sumatera Utara
masing-msing dipotong dan dimasak seekor babi
4
Setelah pemberian nama dilakukan, orang tua akan membawa anak tadi ke rumah uwu mertua atau orang tua istri untuk melaksanakan acara molöwö. Molöwö
artinya membungkus nasi dan daging babi rebus dengan daun pisang. Selain bungkusan tadi, orang tua juga menyerahkan ömö ndraono ömö berarti utang,
ndraono berarti anak-anak. Untuk anak laki-laki pertama orang tua menyerahkan 1 dan emas satu pau dibagi tiga.
Babi dan emas ini merupakan bentuk penghormatan yang resmi secara adat. Pada masa lampau nama anak diberikan oleh salawa atau salah seorang dari
tokoh adat, namun dimasa sekarang nama anak ditentukan oleh orang tuanya. Pemberian nama di hadapan tokoh-tokoh adat, dan orang sedesa menunjukkan
bahwa nama anak tersebut sah dan resmi menurut adat. Siapapun yang kelak mempermainkan atau menghina anak tersebut melalui namanya, akan diberikan
sanksi hukum sesuai dengan berat pelanggaran yang dilakukan. Misalnya apabila penghinaan dilakukan oleh satu orang akan didenda sekitar 10 floring 1 floring sama
dengan Rp. 5.000,- maka 10 floring sama dengan Rp. 50.000,-. Jika penghinaan dilakukan oleh sekelompok masyarakat dari desa lain, maka perang antar desa bisa
saja terjadi. Tentang syarat-syarat sanksi pelanggaran ini akan ditentukan oleh rapat adat orahua. Berdasarkan hal ini akan sangat jelas bahwa nama seseorang
mempunyai arti yang sangat penting bagi dirinya sendiri, keluarga serumpun, dan komunitas masyarakatnya.
4
Bagi penganut agama di luar Kristen biasanya tahapan-tahapan ini tidak dilaksanakan lagi sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
satu pau 10 gram emas, untuk anak perempuan pertama ½ setengah pau emas, sedangkan untuk anak-anak yang lahir kemudian, besar pemberian dapat dikurangi
Gulo, 1983;192. Selain emas, orang tua juga menyediakan 5 lima keping uang perak untuk tefetefe idanö pemberkatan dengan air.
Setelah uwu menerima bungkusan dan ömö ndraono, uwu akan memberkati si anak dengan air. Uang perak yang dibawa oleh orang tua si anak tadi dimasukkan ke
dalam piring yang berisi air dan daun zini-zini sejenis tumbuhan cocor bebek. Uwu kemudian mengucapkan berkat dan berdoa untuk keselamatan orang tua dan anaknya,
lalu memercikkan air dari atas piring dengan mempergunakan daun zini-zini tadi. Bila keluarga yang molöwö tadi hendak kembali kerumah, uwu akan memberikan seekor
babi atau ayam dan untuk si anak akan dihadiahkan emas sekedarnya yang dulu di sebut löfö nono löfö berarti rejeki dan nono berarti anak. Di daerah Nias bagian
Timur, uwu juga memberikan periuk tanah liat berisi beras dan sebutir telor ayam dan ditutup dengan daun pisang. Acara ini disebut fangandrö bowoa memohon periuk.
Setelah tiba di rumah, jari si anak akan ditusukkan menembus tutup periuk, kemudian isinya dimasak untuk ibunya, dengan tujuan si anak kelak murah rejeki Gulö,1983:
192.
2.4.4. Bosi IV : Famoto sirkumsisi