1. Famaigi Niha
2. Fame’e laeduru
3. Fanunu Manu
4. Femanga mbawi nisilahulu
5. Fame’e dan Folohen Bawi Bowo
6. Falöwa
7. Fame’e Go
8. Famuli nukha
3.2.1 Famaigi Niha Melihat calon
Famaigi niha berarti melihatmelilih calon pengantin wanita. Calon pengantin, dipilih berdasarkan beberapa kriteria seperti : 1 kelakuansopan santun dari calon,
2 kedudukan orang tuanya dalam desa, dan 3 pendidikan dan kecantikannya. Bila seorang calon sudah memenuhi kriteria yang dikehendaki oleh orang tua
maupun anak lelakinya, maka diutuslah si’o samatörö sio artinya tongkat, samatörö artinya penyampaian pesan yang menjadi wakil dari keluarga fihak laki-laki. Sio
samatörö akan menyampaikan lamaran secara tidak langsung kepada orang tua si wanita, namun lamaran tersebut disampaikan kepada kerabat dekat mereka misalnya
kepada adik perempuan dari ayah si wanita. Orang yang menjadi penerima pesan ini disebut si’o sanemali si’o penerima pesan yang akan menyampaikan lamaran tadi
kepada orang tua si wanita. Kedua orang yang bertindak sebagai si’o, kemudian menentukan pertemuan selanjutnya untuk memastikan apakah lamaran diterima atau
Universitas Sumatera Utara
ditolak. Bila ternyata lamaran diterima, maka fihak laki-laki akan datang melamar secara resmi pada hari dan waktu yang telah disepakati bersama. Untuk melakukan
lamaran, fihak laki-laki menyediakan sebentuk cincin emas, babi, dan beras.
3.2.2 Fame’e Laeduru memberikan cincin tunangan
Setelah tiba waktu yang telah ditentukan, si’o samatörö, calon pengantin pria dan beberapa keluarga dekat datang ke rumah orang tua si wanita. Sehari sebelum
acara ini, fihak laki-laki mengirimkan seekor babi seberat 3 alisi
1
Rombongan fihak laki-laki tiba di rumah orang tua si wanita. Acara diawali dengan makan sirih
dan beras sekitar 40 kg, ke rumah orang tua si wanita. Kedua kriman ini akan dimasak untuk acara
fame’e laeduru.
2
1
Satu alisi sama dengan 12 kg, dengan demikian 3 alisi adalah 36 kg lihat juga koentjaraningrat, 1988: 46.
2
Sirih yang dimakan adalah campuran daun sirih afo, kapur mbetua, pinang fino dan tembakau mbago. Daun sirih diolesi dengan kapur sirih dan dilipat secara memanjang dan dibuat semacam
simpul yang di tengahnya diselipkan potongan pinang. Gulungan inilah yang dimakan bersama-sama dengan tembakau.
dan makan bersama. Seusai acara ini si’o samatörö menyerahkan bungkusan dari sapu tangan putih yang merupakan lambang ketulusan
dan kesucian berisi: sebuah cincin emas sekitar 5 gram, 20 keping uang perak floring Belanda dan uang tunai Rp. 50.000,- kepada si’o sanemali. Cincin emas
disebut sebagai rute böbö mbu artinya pengikat rambut yang merupakan sinandra gana’a tanda dari emas yang artinya sebagai pertanda telah terjalin ikatan resmi
yang akan mengarah kepada perkawinan. Sejak saat itu calon pengantin laki-laki sudah dapat menyapa orang tua si wanita dengan sebutan matuagu mertua. Apabila
Universitas Sumatera Utara
oleh sesuatu hal ternyata perkawinan tidak jadi dilakukan, misalnya bila fihak wanita sebagai penyebab gagalnya perkawinan tersebut, maka emas yang sudah diterima tadi
harus dikembalikan sebanyak dua kali lipat; sedangkan bila fihak laki-laki yang menyebabkan gagalnya perkawinan, maka emas tadi dianggap hilang dan tidak
menjadi kewajiban fihak wanita untuk mengembalikannya. Keadaan diatas dalam persepsi adat Nias sedapat mungkin dihindari, sebab
seandainya terjadi, maka salah satu pihak yang merasa di permalukan bisa saja menjadi emosi dan bisa berkembang menjadi permusuhan antara kedua belah fihak,
dan mungkin sampai keturunannya. Itulah sebabnya kedua belah pihak, kalau tidak dengan alasan yang kuat, tidak akan memutuskan hubungan pertunangan seperti yang
sudah dijelaskan di atas. Selanjutnya adalah fanunu manu. Tahap ini dapat berlangsung dalam waktu
satu atau dua minggu setelah fame’e laeduru, namun dapat pula dalam waktu lama, tergantung kesanggupan fihak laki-laki dalam menyediakan biaya pesta.
3.2.3 Fanunu Manu