Sesudah Kekristenan GAMBARAN MASYARAKAT KELURAHAN ILIR, KECAMATAN

Agama asli yang dimaksud Sianipar barangkali bukan agama suku, tetapi agama baru setelah agama suku. Kepercayaan secara turun-temurun, apalagi bila menyangkut soal adat seperti perkawinan, tentu tidak dapat hilang begitu saja walaupun bertentangan dengan agama baru 12

2.6. Sesudah Kekristenan

Mengenai hal ini gulö Op. Cit. 203-204 menulis: Di dalam seluruh upacara adat dalam proses perkawinan, ...... selalu ada tempat bagi acara gerejawi dalam bentuk nyanyi dan doa ....., walaupun demikian bukanlah berarti bahwa adat perkawinan sudah seluruhnya dijiwai oleh Injil kitab suci agama Kristen. Bahkan kelihatannya seolah-olah upacara-upacara gerejawi itu merupakan adat tambahan terhadap adat yang lama”. Jadi dapat dikatakan bahwa pada satu sisi orang Nias memeluk agama Kristen, dan pada sisi lain masih mempertahankan adat istiadat dalam konteks adat perkawinan. Misionaris pertama yang datang ke Nias adalah Denninger pada tahun 1865 di Kota Gunung Sitoli. Sebelumnya beliau sudah bergaul dan belajar bahasa Nias dari orang-orang Nias yang bermukim di padang. Orang Nias yang berjumlah sekitar 3000 jiwa di Padang ini, merupakan pendatang. Dari merekalah Denninger mempelajari kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, dan kebudayaan Nias hingga ia tertarik untuk datang ke Nias. 12 Mislanya fanefe idano yakni pemberkatan dengan air yang dilakukan saat pengantin akan dibawa ke rumah pengantin pria. Universitas Sumatera Utara Denninger mula-mula mengumpulkan beberapa orang pemuda dan mengajar mereka menulis dan membaca. Pemuda-pemuda ini yang kemudian menjadi pembantunya mengajar anak-anak disekitar Gunung Sitoli pada tahun 1866 Zega, 1986; 2. Pada tahun 1873 Thomas datang ke Nias dan belajar dari Denninger. Denninger menterjemahkan Injil Yohanes dan Injil Lukas ke dalam bahasa Nias yang di gunakan untuk mengajar penduduk dan sebagai sarana untuk belajar bahasa Nias bagi misionaris yang datang kemudian. Sesudah Thomas fasih berbahasa Nias, ia mulai menterjemahkan beberapa buah buku, diantaranya: Kamus Nias-Melayu dan Belanda, Katekismus Dr. Marthin Luther, Alkitab dan Buku Nyanyian. Usaha penyebaran agama Kristen lambat laun semakin berkembang ke seluruh pulau Nias. Beberapa misionaris menyusul kemudian. Namun dalam masa 25 tahun sejak kedatangan Denninger, agama Kristen belum menunjukkan hasil yang memuaskan, menurut Gulö hambatan itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1 Tidak ada jaminan keamanan di seluruh pulau Nias. Perang saudara antara golongan dengan golongan, öri lihat catatan kaki no. 1 hal 23 dengan öri masih sering terjadi. Lagi pula pengayauan masih merupakan suatu segi kebudayaan yang masih berjalan dalam lingkungan masyarakat. Jaminan keamanan bertambah sukar karena belum ada suatu kekuasan yang dapat menguasai dan menyatukan seluruh penduduk di pulau itu. 2 Penduduk yang terpencar-pencar dalam kesatuan-kesatuan kampung yang tersebar di seluruh Nias, sukar dapat dicapai karena belum ada jalan yang dapat dilalaui dengan jalan kaki yang menghubungkan kampung ke kampung. Universitas Sumatera Utara 3 Kepercayaan penduduk dalam ”agama suku”, seperti terlihat dalam penyembahan terhadap berbagai patung ukiran lihat halaman 39, masih sangat kuat. Tidak begitu mudah bagi mereka untuk melepaskan kepercayaan itu, karena disamping telah begitu lama dan ”dalam” menguasai kehidupan mereka, telah banyak pula harta mereka yang dikorbankan untuk itu. Masa penting dalam perkembangan agama kristen adalah antara tahun 1915- 1930, antara tahun ini disebut sebagai masa pertobatan masal fangesa dödö sebua. Pada masa inilah mulai terjadi perubahan sikap. Patung-patung mulai dibakar dan dihancurkan, poligami, sangsi-sangsi hukum adat dengan hukuman badan, penyembahan patung, penyembuhan penyakit melalui fo’ere dan sebagainya sudah semakin berkurang. Dalam masa ini nyanyian gereja mulai berkembang yang kemudian menjadi bagian penting dalam ibadah pada setiap kebaktian. Nyanyian yang digunakan dalam kebaktian ini menggunakan buku nyanyian yang dibuat oleh Thomas lihat halaman 3. Thomas menterjemahkan teks nyanyian berbahasa Belanda kedalam bahasa Nias, tanpa merubah melodi lagu. Lambat laun masyarakat Nias, melalui lagu-lagu gereja dapat mengenal tradisi musik barat. Musik tradisi Nias pada satu sisi dihadapkan dengan munculnya tradisi musik lain di luar kebudayaannya. Musik tradisi dilandasi oleh kepercayaan ”asli” dan musik ini selalu hadir dalam setiap aspek penting dalam kehidupan mereka. Salah satu aspek penting ini adalah sistem religi yang mendapat pengruh dari luar yaitu agama Kristen yang diperkenalkan oleh misionaris. Eksistensi musik tradisi dalam Universitas Sumatera Utara lingkungan tradisinya kemudian ”melemah” seiring dengan hilangnya kepercayaan terhadap kepercayaan asli suku Nias. Namun meskipun demikian, bukan berarti secara keseluruhan musik Nias tidak ada lagi. Musik tradisi Nias, khususnya di Nias Utara masih terdapat dalam perkawinan yang menjadi topik utama dalam tulisan ini. Sedangkan musik pada upacara lain seperti owasa, fo’ere dan sebagainya, pada saat ini sudah jarang dipertunjukkan. Usaha rekonstruksi mungkin saja dapat dilakukan, tergantung kepada fihak mana yang merasa memerlukan. Tradisi musik dalam upacara perkawinan di Nias Utara masih tetap terpelihara meskipun tidak dilandasi dengan kepercayaan suku Nias Pra-Kristen. Tradisi ini dapat terpelihara karena pesta perkawinan merupakan upacara penting dalam kehidupan orang Nias, disamping upacara ini sudah menjadi kewajiban adat istiadat yang dijunjung tinggi, menurut masyarakat Nias. Bila seseorang sudah menjalankan kewajiban adat, maka ia akan memperoleh hak-haknya dalam adat pula seperti hak menyatakan pendapat dalam rapat adat, ikut menyelesaikan masalah dan dapat turut serta dalam kegiatan adat istiadat. Universitas Sumatera Utara

BAB III UPACARA PERKAWINAN FALÖWA DI KELURAHAN ILIR,

KECAMATAN GUNUNG SITOLI 3.1 Perkawinan di Nias Menurut Gulö 1983; 24 , ada tiga bentuk perkawinan falöwa yang dikenal dalam masyarkat Nias, yaitu: 1 Perkawinan diantara pria dan wanita yang telah akil baligh secara patrilokal garis keturunan dari ayah. 2 Perkawinan diantara pria dan wanita yang telah akil baligh secara matrilokal garis keturunan ibu, dalam hal ini pria disebut ono yomo artinya menantu laki- laki tinggal di rumah orang tua istrinya. 3 Perkawinan yang masa pertunangan dimulai sejak anak-anak, dimana anak perempuan telah dibawa ke rumah laki-laki sejak kecil. Perkawinan ini lebih dikenal dengan istilah solaya iraono memelihara anak perempuan. Bentuk perkawinan kedua dan ketiga jarang terjadi, kalaupun ada tentunya disebabkan oleh kemiskinan, mas kawin tidak dapat dibayar atau utang keturunan dari nenek moyang. Perkawinan yang umum dijumpai adalah bentuk pertama.

3.2 Tahap-tahap Perkawinan

Dilihat dari proses awal sampai akhir, pelaksanaan perkawinan menurut adat istiadat di Nias utara, melalui beberapa tahap. Adapun tahap-tahap tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara