terjadinya obesitas. Jika asupan energi tidak diimbangi dengan penurunan kalori maka akan mengakibatkan keseimbangan kalori positif kelebihan kalori sehingga
akan meningkatkan risiko terjadinya serangan beberapa penyakit degeneratif.
5.3 Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktifitas Fisik Lansia
Hasil uji berjalan 6 menit pada lansia yang mengikuti senam osteoporosis 1x seminggu dan 2x seminggu diperoleh rata-rata perbedaan sebesar 33,4 m. Perbedaan
aktifitas fisik antara lansia yang mengikuti senam osteoporosis 1x seminggu dengan 2 x seminggu menunjukkan adanya pengaruh senam osteoporosis terhadap peningkatan
aktifitas fisik lansia. Hasil uji independent t test diperoleh nilai signifikan 0,000 0,05, artinya ada perbedaan kualitas aktifitas fisik antara lansia yang mengikuti senam
osteoporosis frekuensi sekali seminggu dan dua kali seminggu di Puskesmas Glugur Kota.
Menurut Komisi Nasional Lanjut Usia Komnas Lansia tahun 2010 menyatakan bahwa peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan risiko beberapa
penyakit termasuk osteoporosis, Aktivitas juga dapat memperpaiki kualitas hidup seseorang melalui peningkatan kebugaran dan perbaikan rasa sehat. Elemenunsur
program gerak badan yang baik seperti aerobik 3-5 kali dalam semingguselama 30-60 menit, latihan angkat beban ringan, kelenturan latihan keseimbangan dan pelemasan
otot untuk mempertahankan kelenturan tubuh. Sesuai penelitian Agustina 2010 bahwa 61,4 lansia di panti sosial
Cipayung Jakarta tidak melaksanakan senam lansia. Faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi keikutsertaan lansia melakukan senam adalah sikap lansia. Seiring dengan meningkatnya jumlah lansia, maka semakin tinggi pula permasalahan
kesehatan yang dialami oleh lansia tersebut. Seperti yang diungkapkan Maryam 2008 bahwa salah satu masalah penting yang dihadapi para lansia adalah kesehatan.
Berbagai masalah kesehatan yang dialami oleh lansia terjadi karena proses penuaan dan hal ini biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
Dari beberapa upaya menjaga kesehatan dan pencegahan penyakit bagi lansia, senam merupakan tindakan yang banyak dianjurkan. Senam bagi lansia memiliki
gerakan-gerakan yang sederhana dengan tempo lambat dan waktu yang diperlukan juga singkat sehingga tenaga yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Menurut Juniwati
2010, meskipun gerakannya sederhana tetapi olahraga tersebut memiliki manfaat yang begitu besar terutama bagi kaum lanjut usia. Dengan mengikuti senam ini, efek
minimal yang akan mereka dapatkan yaitu kebahagiaan dan senantiasa bergembira karena mereka dapat bersosialisasi dengan bertukar pikiran dengan teman sebaya
Senam lansia juga dapat mencegah atau memperlambat kehilangan fungsional seperti penurunan massa otot serta kekuatannya, toleransi latihan, dan terjadinya
penurunan lemak tubuh, bahkan dengan senam secara teratur dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler Whitehead
dalam Darmojo, 2009. Aktivitas olahraga ini juga akan membantu tubuh tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal, dan
membantu dalam aktivitas sehari-hari Maryam, 2008. Berdasarkan hasil penelitian Ardiyanti 2009, lansia yang mengikuti senam secara rutin dapat melakukan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
dasar sehari-hari di dalam panti sebesar 96,23. Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam
meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Kemauan lansia dalam melaksanakan kegiatan senam osteoporosis perlu
dukungan dari keluarga atau teman pada lansia yang tinggal di panti sosial. Dukungan sosial terutama dukungan teman yang berada dalam satu panti sangatlah
berpengaruh terhadap keseharian. Teman dalam satu panti sudah dianggap seperti keluarga karena berperan sebagai pengganti keluarga dirumah. Lansia yang memiliki
kedekatan dengan teman sebayanya secara tidak langsung memiliki ikatan batin yang cukup kuat sehingga mereka akan tetap butuh dukungan dari temannya tersebut.
Seperti yang dikatakan dalam buku Perry dan Potter 2005 yaitu Lansia akan menerima dukungan emosional dan dorongan positif sehingga dapat menjadi
motivasi tambahan untuk mengikuti setiap kegiatan di panti salah satunya senam lansia.
Meningkatkan kegiatan senam osteoporosis pada lansia perlu didukung aspek pengetahuan. Sesuai penelitian Mulyaningsih 2008 bahwa lansia yang memiliki
pengetahuan kurang lebih banyak yang melakukan senam secara tidak rutin di bandingkan dengan lansia yang memiliki pengetahuan baik. Penelitian ini sudah
sejalan meskipun dari hasil p-value 0,713 menunjukkan tidak ada perbandingan yang signifikan, hai ini dapat di karenakan pengetahuan tidak selalu menjadi faktor
utama dalam mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak. Hal ini sejalan dengan teori model keyakinan kesehatan dimana perilaku kesehatan akan tumbuh dari
Universitas Sumatera Utara
keinginan individu untuk menghindari suatu penyakit dan kepercayaan bahwa tindakan kesehatan yang tersedia akan mencegah suatu penyakit Glanz, 2002.
Selain itu pengetahuan klien lansia terhadap senam osteoporosis juga didasarkan pada kepercayaan dari dalam diri lansia tersebut bahwa kegiatan senam
ini memiliki banyak manfaat dan keuntungan Paul dalam Bakhtiar, 2006. Menurut pendapat tersebut seharusnya lansia yang memiliki pengetahuan yang baik juga
memiliki keyakinan yang kuat mengenai manfaat dari senam lansia yang akan berpengaruh terhadap praktik senam tersebut.
Pengetahuan yang baik juga harus diikuti kesadaran diri yang tinggi mengenai kesehatannya. Lansia yang memiliki pengetahuan baik tetapi jarang melakukan
senam bisa dikarenakan kesadaran diri terhadap kesehatannya kurang. Dalam kamus filsafat Bakhtiar, 2006 dijelaskan bahwa seorang lansia yang memiliki kesadaran
diri mengenai kesehatannya, senantiasa akan melakukan berbagai upaya untuk menjaga kesehatan dan pencegahan terhadap berbagai penyakit salah satunya dengan
mengikuti kegiatan senam osteoporosis. Menurut Mulyaningsih 2008 latihan-latihan olahraga dapat menguatkan
tulang-tulang kita. Dengan melakukan latihan-latihan olahraga yang secara teratur dan benar gerakannya maka akan bermanfaat dalam pencegahan maupun dalam
pengobatan osteoporosis. Terutama bagi wanita biasanya mengalami osteoporosis lebih dulu daripada pria, karena pada waktu seorang wanita mengalami menopause,
pembuangan massa tulang meningkat karena tidak adanya hormon estrogen. Pada
Universitas Sumatera Utara
kebanyakan wanita, pembuangan massa tulang lebih banyak dibandingkan dengan pembentukan tulang. Akibatnya, terjadilah osteoporosis atau keropos tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya
fokus pada masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting. Osteoporosis
kekeroposan tulang adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari pengobatan.
Olahraga teratur dan cukup dosisinya tidak hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian, latihan olahraga
dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu fraktur patah tulang. Lansia yang berolahraga teratur kepadatan tulangnya lebih baik daripada
mereka yang tidak melakukan aktivitas fisik. Tingkat kepadatan tulang ini terkait dengan beban aktivitasnya. Jadi, atlet angkat besi memiliki tingkat kepadatan tulang
tertinggi dan perenang paling rendah.Walau begitu, tingkat kepadatan tulang atlet renang dan mereka yang mulai berolahraga renang pada usia lanjut tetap lebih tinggi
kepadatan tulangnya pada kedua lengan dan ruas tulang belakangnya daripada yang tidak olahraga sama sekali pada usia yang sama.
Bagi lansia yang telah terkena osteoporosis, pola latihannya berbeda dengan program pencegahan dan harus dilakukan dengan benar, hati-hati, dan perlahan. Pada
tahap awal, latihan diutamakan pada kelenturan sendi dan secara bertahap ditingkatkan dengan latihan kekuatan pada anggota gerak. Bila kekuatan dan daya
Universitas Sumatera Utara
tahan telah meningkat, waktu latihan harus ditambah Pembedaan pola ini penting karena latihan tertentu dapat meningkatkan risiko fraktur misalnya lompat tali, senam
aerobik benturan keras, senam dingklik step aerobic, jalan dengan beban di pergelangan kaki atau pergelangan tangan, dan sebagainya.
Seseorang yang pernah mengalami fraktur karena osteoporosis mungkin masih sering sakit waktu mulai berlatih. Karena itu, bagi yang telah mengalami
fraktur tulang belakang pada enam bulan terakhir dan masih sering merasa sakit saat beraktivitas fisik mulailah berlatih pelan-pelan. Demikian pula bagi yang berisiko
terkena fraktur walau belum pernah terjadi fraktur.Karena berkurangnya massa tulang yang meningkatkan risiko untuk mengalami fraktur akan meningkat jika seseorang
tidak aktif dan terlalu lama beristirahat di tempat tidur.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan