2.6.8 Secara keseluruhan aktivitas fisik membantu untuk lebih lama hidup
Dari penjelasan tersebut aktivitas fisik yang dimaksud adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dan teratur, sehingga menghasilkan perubahan
pada seseorang ke arah derajat keondisi fisik yang lebih baik. Manfaat aktivitas fisik yang rutin dilakukan seperti olahraga kesehatan akan mampu
menghasilkan perubahan-perubahan pada aspek jasmani, rohani dan sosial. WHO, 2009.
2.7 Hubungan Senam Osteoporosis dan Aktifitas Fisik
Senam aerobik adalah bentuk latihan atau gerakan yang dilakukan berulang- ulang kali dan menggunakan kumpulan otot-otot besar sekurang-kurangnya 15 menit
dan membutuhkan oksigen sebagai sumber tenaga Sadoso. 1996. Senam aerobik yang pelaksanaannya mirip latihan aerobik berupa jalan, jogging dan lari dapat
merangsang kerja jantung dan paru serta peredaran darah. Peningkatan daya tahan jantung paru daya tahan cardiorespirasi dapat dijadikan sebagai indikator tunggal
untuk menentukan tingkat kebugaran jasmani seseorang antara lain pengukuran VO
2
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan
mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat, bugar sepanjang maks secara tidak langsung. Senam osteoporosis adalah gerakan aerobik dengan
benturan ringan low impact yang bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang, kekuatan otot, keseimbangan, kelenturan dan independensi.
Universitas Sumatera Utara
hari Pusat Promosi Depkes. RI, 2006. Tingkat aktifitas fisik dalam populasi diperkirakan tidak aktif secara fisik 30,5, aktif tapi tidak teratur 28,5, aktif secara
teratur tidak intensif 31,5, aktif secara teratur, intensif 9,1. Hidup aktif membutuhkan aktifitas fisik yang teratur dan hanya 40 populasi yang mendapatkan
keuntungan fisik dan mental. Ketidak-aktifan fisik dapat membahayakan kesehatan dengan demikian Senam Osteoporosis diyakini dapat meningkatkan aktifitas fisik
lanjut usia.
2.8 Hakekat Lanjut Usia
2.8.1 Defenisi Lansia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 ayat 1, Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya.
Pengertian lanjuta usia beragam tergantung kerangkan pandang individu. Orang tua berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat
berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia Brunner Suddart, 2011. Menurut Pudjiastuti Utomo 2003, lanjut usai bukan
suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjutan dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
Universitas Sumatera Utara
beradaptasi dengan stres lingkungan. Menurut analisa dari 57 negara didunia menemukana bahwa kriteria lanjut usia paling umum adalah gabungan antara usia
kronologis dengan perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang Glascock Feinman 1981; Stanley Beare, 2007.
2.8.2 Batasan Lanjut Usia
Batasaan usia ini sampai sekarang belum memiliki kepastian referensi, masih banyak yang berpendapat mengenai hal ini, beberapa pendapat mengenai batasa usia
ini antara lain; 2.8.2.1
WHO 1999 menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologisbiologis menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahan middle
age antara usia 45 – 59 tahun, lanjut usia elderly berusia antara 60 – 74 tahun, lanjut usia tua old usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua very old
diatas 90 tahun. 2.8.2.2
Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi usia dewasa muda elderly adulhood 18 atau 25-29 tahun, usia
dewasa penuh middle years atau maturitas 25 – 60 tahun, lanjut usia geriatric age lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70
– 75 tahun young old, 75 – 80 tahun old, lebih dari 80 tahun very old. 2.8.2.3
Menurut UU No. 4 tahun1965 pasal 1 seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur
55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidup sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Usia Harapan Hidup Penduduk Indonesia
2.8.4 Proses Penuaan
Penuaan = menjadi tua = aging adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan furngsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita Constantindes, 1994;
Darmojo, 2004 Proses menua merupakan proses yang terus menerus berlanjut secara
alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi stressor dari dalam maupun luar tubuh. Menuanya manusia
seperti ausnya suku cadang suatu mesin yang bekerjanya sangat kompleks yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi secara fisik atau somatik dan psikologik.
Universitas Sumatera Utara
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya dan sangat individual. Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetik
keturunan, asupan gizi, kondisi mental, pola hidup, lingkungan, dan pekerjaan sehari-hari Darmojo Martono, 2004.
2.8.4.1 Teori Proses Penuaan Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan
fisiologis, begitu pula organ otak. Dalam hal perubahan fisiologis sampai patologis telah dikenal proses menua yang menggunakan istilah senescence, senility dan
demensia. Senencense menandakan perubahan penuaan normal dan senility menandakan penuaan yang abnormal, tetapi batasnya masih tidak jelas. Senility juga
dipakai sebagai indikasi gangguan mental yang ringan pada usia lanjut yang mengalami demensia Ciummings, Benson, 1992.
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hati-hati dalam mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis fisiological
aging, diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat healthy aging. Penuaan ini sesuai dengan kronologis usia penuaan primer, dipengaruhi oleh faktor endogen,
perubahan dimulai dari sel-jaringan-organ-sistem pada tubuh. Bila penuaan banyak dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya, gaya hidup disebut
penuaan sekunder. Penuaan sekunder yaitu ketidakmampuan yang disebabkan oleh trauma atau sakit kronis, mungkin pula terjadi perubahan degeneratif yang timbul
karena stress yang dialami oleh individu. Penuaan ini tidak sesuai dengan kronologis usia dan patologis. Faktor eksogen juga dapat mempengaruhi faktor endogen
Universitas Sumatera Utara
sehingga dikenal dengan faktor resiko. Faktor resiko tersebut yang menyebabkan terjadinya penuaan patologis patological aging Pudjiastusi, utomo, 2003.
Gambar 2.3. Proses Penuaan dengan Faktor yang Memengaruhinya
Sumber: Fisioterapi pada Lansia, Pudjiastuti dan Utomo, hal. 18 Cetakan I, 2003
Dalam proses penuaan beberapa teori menjelaskan hal tersebut. Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi dua teori yaitu teori penuaan secara biologi
dan terori penuaan secara psikologi. 2.8.4.1.1
Teori Biologi 2.8.4.1.1.1
Teori Selular Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel-sel tubuh di program untuk membelah 50 kali. Jika semua sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiarkan di laboratorium kemudian diobservasi jumlah
sel-sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Hal ini memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel
lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan sesuai dengan berkurangnya umur.
Universitas Sumatera Utara
2.8.4.1.1.2 Teori “Genetik Clock”
Teori genetik adalah menua telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu tiap spesies mempunyai didalam nuclei inti sel suatu jam genetik yang telah
diputar menurut replikasi tertentu Suhana, 1994 . Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar. Jadi menurut konsep ini bila jam
itu berhenti akan meninggal dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit Azizah, 2011.
2.8.4.1.1.3 Teori Sintesi Protein kolagen dan elastin
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lanjut usia beberapa protein kolagen, kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan
struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Keadaan ini akan terlihat dari perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut,
juga terjadi penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal Azizah, 2011.
2.8.4.1.1.4 Sistim Imun
Kemampun sistem imun mengalami kemunduran padan lanjut usia. Kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari limfatik dan khususnya sel darah
putih juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi dapat menyebabkan berkurangnya
Universitas Sumatera Utara
kemampuan sistem imun tubuh mengenali diri sendiri Goldstein, 1989. Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini
dapat menyebabkan sistem imun tubuh mengganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan ini akan menyebabkan
peningkatan aoutoimun Goldstein, 1989. 2.8.4.1.1.5
Mutasi Somatic teori error catastrophe Teori mutasi somatik dikatakan ada faktor-faktor lingkungan yang
menyebabakn terjadinya mutasi somatic, proses menua disebabkan oleh karena kesalahan-kesalahan beruntun sepanjang kehidupan, setelah berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi maupun proses translasi, kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang salah dan akan
menyebabkan reaksi metabolisme yang salah sehingga mengurangi fungsional sel, maka akan terjadi kesalahan yang makin banyak sehinnga terjadilah catastrop
Suhana, 1994. Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis “Error Catastrophe”. Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat
kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan Martono, 2000.
2.8.4.1.1.6 Teori Metabolisme
Pengurangn intake kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
Universitas Sumatera Utara
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. Peristiwa
menua akibat metabolisme badan sendiri antara lain karena kalori yang berlebihan, kurang aktifitas dan sebagainya Darmojo Martono, 2000.
2.8.4.1.1.7 Teori Radikal Bebas
Teori radikal bebas dikatakan radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai
pernapasan mitokondria. Radikal bebas bersifat merusak karena sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam
membrane sel dan gugus SH. Walaupun ada sistem penangkal namun sebagain radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas yang
terbentuk sehingga proses penuaan terus terjadi, kerusakan organela sel makin lama makin banyak dan akhirnya sel mati. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi Oen, 1993. 2.8.4.2
Teori Psikologis 2.8.4.2.1
Aktivitas atau Kegiatan activity theory Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya
setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa muda akan tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usai yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum pola hidup dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem
Universitas Sumatera Utara
sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia Nugroho, 2008.
2.8.4.2.2 Kepribadian Lanjutan continuty theory
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada lanjut usia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan
dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi
pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personallity yang dimilikinya Kontjoro, 2002.
2.8.4.2.3 Teori Pembebasan disengagement theory
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya Nugroho, 2000. Teori ini menyatakan bahwa
dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda triple loss.
2.8.5 Patofisiologi Lanjut Usia
Semakin bertambahnya umur manusia terjadi proses penuaan secara degenratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak
hanya perubahan fisik tetapi juga perubahan kognitif, perasaan, sosial dan sexual. 2.8.5.1
Sistem Muskuloskeletal 2.8.5.1.1 Jaringan penghubung kolagen dan elastin
Universitas Sumatera Utara
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
Perubahan pada kolagen merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan serta hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari Pudjiastuti Utomo,
2003 Azizah, 2011; 2.8.5.1.2
Kartilago; Jaringan kartilago pada persendian lunak mengalami granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago utnuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya
kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi
mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari Azizah, 2011; Pudjiastuti Utomo, 2003.
2.8.5.1.3 Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah bagian dari penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula tranversal
terabsorbsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur Azizah, 2011;
Pudjiastuti Utomo, 2003. 2.8.5.1.4
Otot
Universitas Sumatera Utara
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak otot
mengakibatkan efek negatif. Dampak perubahan marfologis pada otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot Azizah, 2011; Pudjiastuti Utomo, 2003. 2.8.5.1.5
Sendi Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan periarkular mengalami penuruan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada
kartilago dan kapdul sendi. Sendi kehilangan flesibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan
berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan aktifitas sehari-hari Azizah, 2011; Pudjiastuti Utomo, 2003.
2.8.5.1.6 Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor
propriosetif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan
fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, refleks, proprioseptif, perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi Pudjiastuti Utomo, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.8.5.1.7 Sistem Kardiovaskular dan Respirasi
2.8.5.1.7.1 Sistem kardiovaskular Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertofi, dan kemampuan
perenganggan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin. Katup jantung mengalami fibrosis dan kalsifikasi. SA node
dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya berkurang samapi 50. Pembuluh darah kapiler mengalami
penuruan elastisitas dan permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan tahanan vaskular sehingga menyebabkan peningkatan tekanan sistole dan penurunan
perfusi jaringan. Penurunan sensitivitas berreseptor menyebabkan terjadinya hipotensi postural. Curah jantung cardiac output menurun akibat penurunan denyut
jantung maksimal dan volume sekuncup. Respons vasokontriksi untuk mencegah terjadinya pengumpalan darah pooling of blood menurun sehingga respons terhadap
hipoksia menjadi lambat. Pudjiastuti Utomo, 2003. 2.8.5.1.7.2
Sistem Respirasi; Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru. Kapasitas total paru tetap
tetapi volume cadangan paru bertambah. Volume tidak bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang rugi paru. Udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi thoraks mengakibatkan pergerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan thoraks berkurang. Umur tidak
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan perubahan otot diafragma. Apabila terjadi perubahan otot diafragma, otot thoraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi
dinding thoraks selama respirasi berlangsung. Kalsifikasi kartilago kosta mengakibatkan penurunan mobilitas tulang rusuk sehingga ekspansi rongga dada dan
kapasitas ventilasi paru menurun. Pudjiastuti Utomo, 2003. 2.8.5.1.8
Sistem Indra 2.8.5.1.8.1
Sistem Penglihatan Erat kaitannya dengan presbiopsi old sigth. Lensa kehilangan elastisitas dan
kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan akomodasi dari jarak jauh atau jarak dekat berkurang Pudjiastuti Utomo, 2003 .
2.8.5.1.8.2 Sistem Pendengaran
Presbiakusis gangguan pada pendengaran oleh karena hilangnya kemampuan daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, terjadi pada usia 60 tahun keatas Azizah, 2011
2.8.5.1.8.3 Sistim Integument
Pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atrofi grandula sebasea dan grandula sudorifera. Penipisan kulit terjadi pada dermis karena terdapat perubahan kolagen serta jaringan elastisnya. Bagian kecil
pada kulit menjadi mudah retak dan menyebabkan cechymosen. Timbul pigmen berwarna coklat pada kulit, dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain angin dan sinar matahari, terutama ultra violet Pudjiastuti Utomo, 2003.
2.8.5.1.8.4 Sistem Ekresi
Pada lanjut usia ginjal mengalami perubahan yaitu terjadi penebalan kapsula Bouwman dan gangguan permeabilitas terhadap zat yang akan difiltrasi, nefron
secara keseluruhan mengalami penurunan dan mulai terlihat atropi, aliran darah di ginjal pada usia 75 tahun tinggal sekitar 50 dibanding usia muda tetapi fungsi ginjal
dalam keadaan istirahat tidak terlihat menurun. Apabila terjadi stress fisik ginjal tidak dapat mengatasi peningkatan kebutuhan dan mudah terjadi gagal ginjal
Martono, 2009. 2.8.5.1.8.5 Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lanjut usia ditandai dengan menciutnya ovari dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi
halus, sekresi menjadi berkurang dan reaksinya menjadi bersifat alkali. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatosoa, meskipun adanya penuruanan secara
beransur-ansur. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun jika kondisi sehat baik, yaitu dengan kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut
usia Azizah, 2011. 2.8.5.1.8.6 Kognitif
Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berfikir. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan
memanipulasi pengetahuan melalui aktifitas menggingat, mengganalisa, memahami,
Universitas Sumatera Utara
menilai, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasaan atau intelegensi Ramdhani, 2008. Batasan fungsi
kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori, pemecahan masalah, pengambilan sikap, integrasi belajar dan proses komprehensif Pudjiastuti Utomo,
2003.
2.9 Metode Uji Berjalan
Berjalan merupakan salah satu dari aktivitas dasar kehidupan selain bernafas, mendengar, melihat dan berbicara. Impairmen dari salah satu aktivitas
dasar ini akan menyebabkan disabilitas. Untuk mengetahui adanya impairmen dan disabilitas berjalan dibutuhkan adanya parameter-parameter baik secara kualitatif
gangguan keseimbangan untuk mencegah terjatuh maupun kuantatif kecepatan dan jarak tempuh serta apakah penderita membutuhkan alat bantu. Parameter-parameter
ini harus dijabarkan dan dibandingkan dengan kebutuhan fungsional yang nyata dalam suatu komunitas. Kecepatan berjalan normal adalah berkisar antara 60-80
metermenit Ficher Gullickson,1978. Kecepatan ini dibandingkan dengan kecepatan fungsional yang dibutuhkan 79 metermenit untuk melewati tempat
menyeberang jalan raya dengan tanpa lampu, serta kecepatan yang umumnya pejalan kaki dikota. Sementara itu 600 meter merupakan jarak tempuh terjauh yang umumnya
dibutuhkan seseorang untuk berjalan mengunjungi tempat-tempat umum di dalam suatu komunitas. Kebanyakan aktivitas hidup sehari-hari mencerminkan suatu
latihan pada tingkat submaksimal, sehingga pengukuran dari kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan latihan submaksimal kapasitas endurance merupakan komponen yang penting dalam menilai adanya disabilitas. Uji berjalan sering digunakan dalam
praktek klinik maupun penelitian untuk menilai aspek dari fungsi fisik. Berbagai jenis uji berjalan telah dikembangkan, baik berjalan pada waktu tertentu maupun pada
jarak tertentu. Sementara uji berjalan pada waktu 2 menit, 6 menit dan 12 menit dilakukan untuk mengukur jarak tempuh dalam waktu tersebut diatas. Uji jarak
tempuh berjalan dalam waktu 12 menit, mula-mula dilaporkan sebagai petunjuk untuk mengetahui kebugaran fisik seseorang Lipkin et al, 1989 . Didapatkan adanya
hubungan yang erat antara jarak tempuh dalam 12 menit dengan penggunaan oksigen maksimum VO2 max pada pria sehat.
Sejalan dengan waktu, uji ini dipersingkat menjadi 6 menit, 4 menit bahkan 2 menit. Membandingkan uji berjalan dalam waktu 12 menit, 6 menit, 2 menit, dan
mendapatkan bahwa waktu 12 menit sangat reprodusibel namun usia lanjut waktu
yang lebih pendek dibutuhkan mendapatkan hasil yang baik Butland et,al, 1982 .
Sementara walaupun uji berjalan dalam waktu 2 menit, lebih singkat dan lebih mudah bagi penderita maupun peneliti namun dijumpai beberapa kelemahan seperti: efek
latihan dari uji tersebut. Selanjutnya dikatakan uji jarak tempuh berjalan dalam waktu 6 menit merupakan waktu terbaik dan waktu yang paling sering digunakan dalam
praktek klinik maupun penelitian. Adapun keunggulan uji berjalan ini, dibanding treadmill adalah bahwa uji ini lebih baik ditoleransi oleh penderita usia lanjut karna
kecepatan dari alat tersebut dan perasaan takut jatuh. Uji ini juga lebih mendekati kebutuhan aktivitas fisik dibandingkan dengan uji menggunakan ergometer. Tidak
Universitas Sumatera Utara
dijumpai adanya efek samping dalam uji berjalan juga merupakan suatu uji sederhana mudah dan murah Mc Gavin,1979.
Suatu uji yang baik harus mempunyai reabilitas yang tinggi sehingga hasilnya dapat diandalkan. Reabilitas dari uji berjalan 6 menit sangat baik. yang mana
pengukuran akan memberikan suatu hasil yang sama atau hampir sama ketika dilakukan berulang kali Harrada et,al,1997 . Uji berjalan 6 menit jarak tempuh
dapat mengetahui kekuatan otot maupun ketahanan serta mobilitas yang akan memberikan informasi tentang peningkatan aktivitas fisik.
Universitas Sumatera Utara
2.10 Landasan Teori