osteoporosis, karena berbaur dengan petugas puskesmas yang masih muda sehingga menambah semangat para lansia dalam mengikuti senam, seperti pada Gambar 4.6 di
bawah ini.
Gambar 4.6 Senam Osteoporosis 2x Seminggu pada Lansia
Setelah mengikuti senam osteoporosis selama 8 x selama 4 minggu maka
dilakukan uji berjalan 6 menit sebagai indikator untuk mengukur peningkatan aktifitas fisik lansia. Hasil pencapaian uji berjalan jarak tempuh setiap lansia
merupakan data post test, akan dibandingkan dengan jarak tempuh uji berjalan 6 menit pada pre test yang telah dilakukan sebelum pelaksanaan senam osteoporosis
4.5 Kualitas Aktifitas Fisik
Kualitas aktifitas fisik lansia diukur dari jarak tempuh berjalan selama 6 menit sebelum pre dan setelah post mengikuti senam osteoporosis frekuensi sekali
seminggu dan dua kali seminggu.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Aktivitas Fisik sebelum dan sesudah Latihan Senam Osteoporosis dengan Frekuensi Sekali Seminggu di
Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013
No Hasil Pengukuran
Sebelum Sesudah
1 Mean
288,4 m 60 0
346,7 m 46 7
2 Max
342 m 416 m
3 Min
222 m 288 m
4 Standar Deviasi
46,2 m 54,8 m
Paired t test t hitung = 11,783 Df = 14 P = 0,0001
Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui aktifitas fisik responden sebelum mengikuti
senam osteoporosis frekuensi sekali seminggu dilihat dari jarak tempuh uji berjalan 6 menit diperoleh nilai rata-rata mean 288,4 m, jarak tempuh paling jauh max 328
m, jarak tempuh paling dekat min 222 m serta standar deviasi sebesar 46,2 m. Setelah mengikuti senam osteoporosis frekuensi sekali seminggu dilihat jarak
tempuh uji berjalan 6 menit diperoleh nilai rata-rata mean 346,7 m, jarak tempuh paling jauh max 416 m, jarak tempuh paling dekat atau rendah min 288 m serta
standar deviasi sebesar 54,8 m. Dengan demikian terdapat seminggu. perbedaan rata-rata jarak tempuh
sebelum dan setelah mengikuti senam osteoporosis frekuensi sekali seminggu sebesar 58,2 m, artinya ada peningkatan jarak tempuh uji berjalan 6 menit pada lansia setelah
mengikuti senam osteoporosis frekuensi sekali. Pada uji paired t test diperoleh nilai p 0,0001 0,05, artinya ada perbedaan
aktifitas fisik lansia sebelum dan setelah melalukan senam osteoporosis 1X
Universitas Sumatera Utara
seminggu. Adanya perbedaan yang positif antara aktifitas fisik merupakan indikator adanya pengaruh senam osteoporosis terhadap peningkatan aktifitas fisik lansia.
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Aktivitas Fisik sebelum dan sesudah Senam Osteoporosis dengan Frekuensi Dua Kali Seminggu di Puskesmas
Glugur Kota Tahun 2013
No Hasil Pengukuran
Sebelum Sesudah
1 Mean
287,3 m 379,0 m
2 Max
348 m 437 m
3 Min
228 m 320 m
4 Standar Deviasi
52,4 m 45,7 m
Paired t test, t hitung = 26,682 Df = 14
P = 0,0001 Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui aktifitas fisik responden sebelum mengikuti
senam osteoporosis frekuensi dua kali seminggu dilihat dari jarak tempuh uji berjalan 6 menit diperoleh nilai rata-rata mean 287,3 m, jarak tempuh paling jauh max 348
m, jarak tempuh paling dekat atau rendah min 228 m serta standar deviasi sebesar 52,4 m. Setelah mengikuti senam osteoporosis frekuensi dua kali seminggu dilihat
jarak tempuh uji berjalan 6 menit diperoleh nilai rata-rata mean 379,0 m, jarak tempuh paling jauh max 437 m, jarak tempuh paling dekat atau rendah min 320
m serta standar deviasi sebesar 45,7 m. Dengan demikian terdapat perbedaan rata-rata jarak tempuh sebelum dan
setelah mengikuti senam osteoporosis frekuensi dua kali seminggu sebesar 91,7 m, artinya ada peningkatan jarak tempuh uji berjalan 6 menit pada lansia setelah
mengikuti senam osteoporosis frekuensi dua kali seminggu.
Universitas Sumatera Utara
Pada uji paired t test diperoleh nilai p 0,0001 0,05, artinya ada perbedaan aktifitas fisik lansia sebelum dan setelah melalukan senam osteoporosis 2X
seminggu. Adanya perbedaan yang positif antara aktifitas fisik merupakan indikator adanya pengaruh senam osteoporosis terhadap peningkatan aktifitas fisik lansia.
Analisis statistik untuk melihat pengaruh senam osteoporosis terhadap peningkatan aktifitas fisik dilakukan uji perbedaan rata-rata mean difference
menggunakan independent t test antara jarak tempuh uji berjalan 6 menit pada lansia yang mengikuti senam osteoporosis frekuensi 1X seminggu dan 2X seminggu seperti
pada tabel di bawah ini
Tabel 4.11 Hasil Uji Independen T Test Pengaruh Senam Osteoporosis 1x dan
2x Seminggu terhadap Aktivitas Fisik t hitung
Df Nilai
Independen t test
5,477 28
P= 0,0001 Berdasarkan Tabel 4.11 di atas diperoleh nilai p 0,0001 0,05, artinya ada
perbedaan kualitas aktifitas fisik antara lansia yang mengikuti senam osteoporosis frekuensi 1xseminggu dan 2x seminggu dengan rata-rata perbedaan sebesar 33,4 m.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih alat atau jenis uji untuk pengujian statistik. senam osteoporosis tertentu terhadap peningkatan aktifitas
fisik lansia. Penelitian seperti tersebut tidak diuji menggunakan regresi, melainkan diuji dengan menggunakan uji komparasi uji perbedaan, selain itu pelaksanaan
penelitiannya biasanya menggunakan metode eksperimen.
Universitas Sumatera Utara
Uji pengaruh untuk penelitian sosial bukan menggunakan uji regresi, karena uji regresi hanya digunakan untuk uji pengaruh antara variabel hingga ke tingkat
memprediksikan. Sedangkan uji pengaruh untuk penelitian sosial yang dimaksud misalnya: pengaruh. Hal ini diperkuat pendapat Sugiyono 2010 yang menyatakan
bahwa penelitian dengan desain eksperimen dapat diartikan untuk mencari atau mengetahui pengaruh perlakuan terhadap faktor lain dalam kondisi yang dapat
dikendalikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Senam Osteoporosis 1x Seminggu terhadap Peningkatan Aktifitas
Fisik Lansia
Hasil uji berjalan 6 menit pada lansia sebelum mengikuti senam osteoporosis 1x seminggu diperoleh nilai rata-rata mean 288,4 m, setelah mengikuti senam
osteoporosis 1x seminggu diperoleh nilai rata-rata mean 346,7 m. Analisis statistik dengan uji paired t test diperoleh nilai p 0,0001 0,05 menunjukkan ada pengaruh
pengaruh senam osteoporosis 1x seminggu terhadap peningkatan aktifitas fisik lansia di Puskesmas Glugur Kota.
Adanya pengaruh senam osteoporosis 1x seminggu terhadap peningkatan aktifitas fisik lansia di Puskesmas Glugur Kota menunjukkan bahwa latihan-latihan
olahraga seperti senam osteoporosis dapat menguatkan tulang-tulang kita. Dengan melakukan latihan-latihan olahraga yang secara teratur dan benar gerakannya maka
akan bermanfaat dalam pencegahan maupun dalam pengobatan osteoporosis. Seperti kenyataannya, pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terbukti
bahwa latihan-latihan olahraga tertentu tidak hanya dapat membantu kita melindungi diri terhadap berkurangnya kepadatan tulang karena bertambahnya usia, tetapi juga
dapat meningkatkan kepadatan massa tulang pada daerah-daerah tertentu. Aktifitas fisik lansia juga terkait dengan status gizi yang dilihat dari IMT,
menurut standar IMT dari WHO 2004 bahwa batasan terhadap tingkat kegemukan dengan menggunakan IMT, dimana berat badan dikatakan normal bila IMT 20,1-25
Universitas Sumatera Utara
untuk laki-laki dan 18,7-22,8 untuk perempuan. Bila IMT di atas 25 maka digolongkan sebagai overweight dan bila di atas 30 dinyatakan sebagai obesitas yang
rentan dengan resiko osteoporosis. Seseorang dikatakan kurus atau underweight bila IMT nya sekitar 18,5-20. Sedangkan bila IMT nya 17,0-18,5 dinyatakan kurus juga
dengan resiko tinggi terhadap osteoporosis Hasil penelitian tentang peningkatan aktifitas fisik yang diukur dari jarak
tempuh uji berjalan 6 menit bahwa jarak tempuh sebelum melakukan senam osteoporosis sejauh 288,4 m dan setelah melakukan senam osteoporosis mencapai
346,7 m, dengan demikian ada peningkatan jarak tempuh sejauh 58,2 m. Hal ini menunjukkan bahwa senam osteoporosis dengan gerakan yang bersifat aerobik
mampu menguatkan gerak tubuh lansia serta menambah kekuatan tulang dan sendi sehingga mampu mencapai jarak yang lebih jauh dalam berjalan selama 6 menit.
Sesuai penelitian Megan 2008 bahwa olahraga teratur menjadi salah satu hal penting untuk mencegah osteoporosis. Olahraga dapat meningkatkan massa tulang,
kepadatan, dan kekuatan pada lansia. Olahraga juga melindungi melawan patah tulang panggul. Olahraga direkomendasikan bagi lansia dengan osteoartritis untuk
memperkuat otot dan meningkatkan mobilitas sendi, memperbaiki kemampuan fungsional, menghilangkan nyeri dan kekakuan, dan mencegah deformitas lebih
lanjut. Program latihan disusun berdasarkan status individual. Olahraga sebaiknya yang tidak membebani tubuh, misalnya bersepeda dan latihan di dalam air.
Demikian juga penelitian Ambardini 2008 partisipasi lansia dalam aktivitas fisik yang teratur atau program latihan fisik yang terstruktur sangat disarankan dan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai banyak manfaat. Perbaikan cara berjalan, keseimbangan, kemampuan fungsional tubuh secara umum, dan kesehatan tulang dapat diperoleh. Kesehatan
olahraga bagi Lansia merupakan hal penting yang harus diprogramkan, baik dari petugas kesehatan, profesional olahraga, maupun masyarakat.
Groff dan Gropper 2000 menyebutkan bahwa faktor risiko osteoporosis adalah aktivitas fisik sangat mempengaruhi pembentukan massa tulang. Beberapa
hasil penelitian menununjukkan aktivitas fisik seperti berjalan kaki, berenang dan naik sepeda pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan
demineralisasi tulang karena pertambahan umur. Hasil penelitian Recker et.al dalam Groff dan Gropper 2000, membuktikan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan
penambahan kepadatan tulang. Sesuai penelitian Junaidi 2011 yang menyimpulkan ada perbedaan tingkat
kesegaran jasmani antara sebelum dengan setelah latihan jalan dengan intensitas rendah dengan peningkatan waktu sebesar 78,79. Simpulan penelitian adalah ada
pengaruh latihan jalan dengan intensitas rendah terhadap tingkat kesegaran jasmani pada kelompok usia lanjut.
Umumnya ketika seseorang memasuki usia lanjut, sering mempunyai gambaran yang serba buruk atas proses penuaan misalnya kondisi kesehatan yang
memburuk, sering sakit sakitan, tidak berdaya, pikun dan sebagainya. Banyak orang beranggapan bahwa penyakit yang muncul pada manusia lanjut usia adalah hal yang
biasa. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena kelompok lanjut usia juga bisa dan punya kesempatan dan hak untuk tetap hidup sehat. Sebagian besar penyebab
Universitas Sumatera Utara
kesehatan yang mengganggu lansia adalah terjadinya proses degenerasi sistem faaliah yang cukup drastis akibat tidak adanya upaya meminimalisasi proses penuaan dan
degenerative melalui berbagai aktifitas fisik dan kontrol kesehatan yang rutin. Pentingnya olahraga bagi lansia sesuai pendapat Suyanto, 2010 bahwa
olahraga bagi lansia merupakan sesuatu yang sangat penting, karena olahraga dapat mendukung dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk itu para lansia perlu
meluangkan waktu atau menjadwalkan latihan untuk melakukan olahraga secara teratur.
Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, bearti semakin banyak
penduduk lansia. Pada tahun 2020 jumlah Lansia diproyeksikan mencapai sekitar 30 juta jiwa atau 11,5 dari total populasi. Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 18 juta
jiwa Lansia. Jumlah ini merupakan 7,8 dari total populasi. Sebanyak 25 Lansia menderita penyakit degeneratif dan hidup tergantung pada orang lain. Sekitar 99
diantaranya mengkonsumsi obat dan sebagian besar menghabiskan hidupnya dengan beristirahat, tanpa berbuat apa-apa.
Angka harapan hidup dari waktu kewaktu terbukti mengalami peningkatan sehingga memungkinkan lansia berusia 70 tahun masih dapat menikmati hari tua
dengan tetap dapat mengabdikan dirinya untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Peningkatan angka harapan hidup merupakan konsekuensi
dari berbagai bentuk akumulasi peningkatan sarana dan fasilitas serta layanan kesehatan yang memadai bagi lansia. Terdapat faktor lain yang di yakini memiliki
Universitas Sumatera Utara
kontribusi yang cukup signifikan bagi upaya peningkatan harapan hidup lansia dengan tetap menomor satukan kualitas hidup yaitu aktifitas fisik yang terprogram,
terukur dan bertujuan yaitu berolahraga. Melakukan berbagai aktifitas fisik ringan hingga sedang dan menyenangkan
menurut usianya secara periodik dapat meningkatkan kebugaran pada lansia. Ketika seseorang memasuki usia lanjut maka secara alamiah tubuh akan mengalami proses
penurunan fungsi faaliah degenerasi. Pada kondisi tersebut perlu dipikirkan bagaimana di usia lanjutnya ia masih memiliki kesempatan untuk melakukan
berbagai macam aktifitas yang bermanfaat. Selain berfungsi sebagai upaya meningkatkan kebugaran fisiknya, aktifitas fisik dapat juga memberi penguatan
terhadap keselarasan antara mental, emosional dan sosial pada lansia. Hidup bugar di usia lanjut merupakan solusi yang dapat dibentuk dan diciptakan oleh lansia guna
meningkatkan derajat kebermaknaan hidup dalam kehidupan hari tua. Seseorang dikatakan bugar jika ia sehat dan mampu melakukan kegiatan
sehari hari dengan baik tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih memiliki semangat untuk menikmati waktu santai atau kegiatan lain. Kebugaran akan tercipta
jika lansia secara kontinyu melakukan berbagai aktifitas fisik ringan dan menyenangkan sehingga dapat melatih keseluruhan sistem faaliah dan diharapkan
secara bersama-sama dapat membina kebugaran. Para lansia yang memiliki kualitas fisik yang kurang baik tentunya akan mengalami berbagai hambatan dalam
melaksanakan tugas serta kerja dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai kendala fisik akan banyak dialami apabila tidak didukung oleh kualitas fisik yang baik. Oleh sebab
Universitas Sumatera Utara
itu sangat beralasan bagi lansia untuk melakukan berbagai upaya agar dapat melakukan pembinaan fisik secara teratur dan sistematis.
Penataan latihan fisik melalui aktifitas olahraga untuk lansia akan membawa mereka menjadi tetap bugar sehingga tingkat kesehatannya akan terjaga dengan baik.
Tidak ada istilah tua untuk berolahraga. Tubuh orang tua tetap bisa merespon aktivitas gerak sama baiknya dengan kondisi tubuhnya saat masih muda. Berolahraga
adalah upaya untuk memastikan tetap panjang umur dan mendapatkan kualitas hidup yang baik. Para ahli kesehatan mengatakan bahwa salah satu cara terbaik
meningkatkan kemampuan tubuh untuk menangkal masalah kesehatan adalah dengan berolahraga.
Keterlibatan lansia dalam kegiatan olahraga akan merangsang berbagai komponen kebugaran jasmani yang sangat dibutuhkan agar dapat menjalankan
aktivitas dengan lebih memadai. Latihan olahraga untuk lansia bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Kebugaran jasmani pada lansia adalah kebugaran
yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu kebugaran jantung-paru, peredaran darah, kekuatan otot, dan kelenturan sendi. Untuk memperoleh kesegaran jasmani yang baik,
harus melatih semua komponen dasar kesegaran jasmani yang terdiri atas: ketahanan jantung, peredaran darah dan pernafasan, ketahanan otot, kekuatan otot serta
kelenturan tubuh. Pengetahuan tentang pola hidup sehat dapat mencegah timbulnya berbagai
penyakit. Bagi Lansia yang menderita gangguan penyakit, penerapan pola hidup sehat sesuai dengan jenis penyakitnya akan sangat membantu mengontrol penyakit yang
Universitas Sumatera Utara
diderita, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Agar tetap aktif sampai tua, sejak muda seseorang perlu menerapkan kemudian mempertahankan
pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisikolahraga secara benar dan teratur dan tidak merokok.
5.2 Pengaruh Senam Osteoporosis 2x Seminggu terhadap Peningkatan Aktifitas Fisik Lansia