4.2 Karakteristik Responden
Jumlah lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini setelah disesuaikan dengan syarat yang telah ditetapkan pada BAB 3 Metode Penelitian yaitu
: bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed concern, tanpa gangguan kognitif, tanpa gangguan komunikasi diperoleh sampel sebanyak 30 orang
yang dibagi secara acak pada 2 kelompok. Karakteristik lansia sebagai responden meliputi : usia, jenis kelamin, berat
badan dan tinggi badan yang dibedakan pada kelompok I lansia yang mengikuti senam osteoporosis frekuensi sekali seminggu dan kelompok II lansia yang
mengikuti senam osteoporosis frekuensi dua kali seminggu seperti diuraikan berikut ini:
Tabel 4.1 Distribusi Reponden Menurut Usia di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013
No Usia
Kelompok I Kelompok II
N n
1 60 - 65 tahun
10 66.7
8 53.3
2 66 - 70 tahun
5 33.3
7 46.7
Jumlah 15
100,0 15
100,0
Pengelompokan usia lansia yang menjadi responden berdasarkan usia paling
rendah 60 tahun dan usia tertinggi 70 tahun dan Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui responden yang berusia 60 – 65 tahun lebih banyak pada kelompok lansia yang
mengikuti senam osteoporosis frekuensi sekali seminggu yaitu 10 orang 66,7 maupun dua kali seminggu, yaitu 8 orang 53,3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Distribusi Reponden Menurut Jenis Kelamin di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013
No Jenis Kelamin
Kelompok I Kelompok II
N n
1 Laki-laki
8 53.3
7 46.7
2 Perempuan
7 46.7
8 53.3
Jumlah 15
100,0 15
100,0
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui jenis kelamin responden yang mengikuti
senam osteoporosis frekuensi sekali seminggu lebih banyak laki-laki yaitu 8 orang 53,3, sedangkan jenis kelamin responden yang mengikuti senam osteoporosis
frekuensi dua kali seminggu lebih banyak perempuan yaitu 8 orang 53,3. 4.3 Gambaran Kondisi Umum Responden
Gambaran tentang kondisi kesehatan umum dari lansia yang menjadi responden ditunjukkan status fisiologis dengan data keadaan umum dan tanda-tanda
vital. Data berat badan dan tinggi badan sebagai indikator status gizi dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh IMT yaitu membandingkan Berat badan BB
dalam satuan Kg dengan tinggi badan dalam satuan meter. Teknik pengukuran berat badan adalah variabel antropometri yang sering
digunakan dan hasilnya cukup akurat. Berat badan juga merupakan komposit pengukuran ukuran total tubuh. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan
adalah timbangan injak digital Seca. Subyek diukur dalam posisi berdiri dengan ketentuan subyek memakai pakaian seminimal mungkin, tanpa isi kantong dan
Universitas Sumatera Utara
sepatusandal. Pembacaan skala dilakukan pada alat dengan ketelitian 0,1 kg, seperti pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Gambar 4.1. Penimbangan Berat Badan Responden Tabel 4.3 Distribusi Reponden Index Massa Tubuh Senam Osteoporosis 1X
Seminggu di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013 No
BB Kg TB Cm
IMT 1
62 1.54
40.3
2 72
1.65 43.6
3 69
1.66 41.6
4
64 1.52
42.1
5
70 1.67
41.9
6 69
1.70 40.6
7 70
1.69 41.4
8
68 1.65
41.2
9 62
1.44 43.1
10 64
1.54 41.6
11 68
1.65 41.2
12
72 1.70
42.4
13
56 1.43
39.2
14 59
1.52 38.8
15 58
1.54 37.7
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui IMT pada responden kelompok I sebanyak 12 orang 80,0 responden dengan IMT
≥ 40,0 dan 3 orang 20 dengan IMT 35 – 39,9, Berdasarkan klasifikasi IMT dari WHO 2004 seseorang dengan IMT
≥ 40,0 digolongkan obesitas kelas 3 obesitas morbid dan rentan terserang penyakit
degeneratif termasuk osteoporosis. Data Tinggi Badan TB merupakan komponen beberapa indikator status gizi
sehingga pengukuran TB seseorang secara akurat sangatlah penting untuk menentukan nilai IMT. Teknik pengukuran tinggi badan subyek diukur dalam posisi
tegak pada permukaan tanahlantai yang rata flat surface tanpa memakai alas kaki. Ujung tumit kedua telapak kaki dirapatkan dan menempel di dinding dalam posisi
agak terbuka di bagian depan jari-jari kaki, pandangan mata lurus ke depan, kedua lengan dikepal erat, tulang belakang dan pantat menempel di dinding dan bahu dalam
posisi relaks. Tinggi badan diukur dengan mikrotoa yang pembacaannya dilakukan dengan skala 0,1 cm, seperti pada Gambar 4.2 di bawah ini
Gambar 4.2. Pengukuran Tinggi Tinggi Badan Responden
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Distribusi Reponden Index Massa Tubuh Senam Osteoporosis 2X Seminggu di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013
No BB Kg
TB Cm IMT
1 60
1.45 41.4
2 59
1.48 39.9
3 74
1.69 43.8
4 69
1.56 44.2
5 62
1.54 40.3
6 72
1.71 42.1
7 70
1.66 42.2
8 69
1.56 44.2
9 72
1.69 42.6
10 70
1.59 44.0
11 69
1.56 44.2
12 56
1.44 38.9
13 60
1.54 39.0
14 54
1.46 37.0
15 70
1.72 40.7
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui IMT pada responden kelompok II ditemukan sebanyak 11 orang 73,3 responden dengan IMT
≥ 40,0 dan 4 orang 27,7 dengan IMT 35 – 39,9. Berdasarkan klasifikasi IMT dari WHO 2004 seseorang
dengan IMT ≥ 40,0 digolongkan obesitas kelas 3 obesitas morbid dan rentan
terserang penyakit degeneratif termasuk osteoporosis . Tanda-tanda vital pada lansia yang menunjukkan keadaan kesehatan secara
umum adalah tekanan darah dan denyut nadi, seperti diuraikan di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Distribusi Reponden Menurut Tekanan Darah sebelum dan sesudah Mengikuti Senam Osteoporosis 1X Seminggu di Puskesmas Glugur
Kota Tahun 2013
No Responden
Tekanan Darah Sebelum Perlakuan
Sesudah Perlakuan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan
1 12280
13581 12080
12580 2
12882 14284
11780 12078
3 13085
14490 12682
13085 4
12580 14085
12080 12582
5 13391
14496 12584
12885 6
13792 15199
12982 13282
7 11781
12884 11579
12881 8
11278 13082
11075 11578
9 13588
14590 12880
13181 10
11176 12680
11074 11579
11 13486
14690 12582
12883 12
12484 13988
12081 12682
13 13592
14798 12987
13091 14
11275 12880
11070 11481
15 13288
14590 12582
13083 Berdasarkan Tabel 4.5 di atas diketahui bahwa tekanan darah lansia sebelum
mengikuti uji berjalan 6 menit paling rendah adalah 11275 mmhg yaitu pada responden No 14, sedangkan tekanan darah paling tinggi adalah 13792 mmhg yaitu
pada responden No 6. Setelah mengikuti senam osteoporosis dilakukan uji berjalan 6 menit, kembali
dilakukan pengukuran tekanan darah dan diperoleh tekanan darah paling randah adalah 11070 mmhg yaitu pada responden No 14, sedangkan tekanan darah paling
tinggi adalah 12987 mmhg yaitu pada responden No 13.
Universitas Sumatera Utara
Gambaran diatas menunjukkan tekanan darah lansia yang mengikuti senam osteoporosis lebih stabil, artinya tekanan darah yang tinggi akan turun menuju normal
dan yang rendah akan naik menuju normal. Hasil pengukuran denyut nadi pada lansia sebelum dan setelah uji berjalan 6
menit pada lansia yang mengikuti senam osteoporosis 1X seminggu sebagai berikut
Tabel 4.6 Distribusi Reponden Menurut Denyut Nadi sebelum dan sesudah Mengikuti Senam Osteoporosis 1X Seminggu di Puskesmas Glugur
Kota Tahun 2013
No Responden
Denyut Nadi Sebelum Perlakuan
Sesudah Perlakuan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan
1 88
104 86
98 2
86 108
84 98
3 88
110 86
100 4
84 108
84 98
5 86
112 84
90 6
86 110
82 88
7 88
110 84
92 8
84 104
82 94
9 86
106 80
88 10
88 110
78 86
11 86
114 80
88 12
88 120
78 88
13 86
119 80
88 14
88 116
82 86
15 84
112 78
84 Berdasarkan Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa denyut lansia sebelum
mengikuti uji beralan 6 menit paling rendah adalah 84 permenit yaitu pada responden
Universitas Sumatera Utara
No 4, 8 dan15 sedangkan denyut nadi paling tinggi adalah 88 permenit yaitu pada responden No 1, 3,7,10,12 dan 14.
Setelah mengikuti senam osteoporosis dilakukan uji berjalan 6 menit, kembali dilakukan pengukuran denyut nadi diperoleh denyut nadi paling rendah
adalah 78 permenit yaitu pada responden No 10 dan 15, sedangkan denyut nadi paling tinggi adalah 86 yaitu pada responden No 1 dan 3.
Gambaran diatas menunjukkan denyut nadi lansia yang mengikuti senam osteoporosis lebih stabil dan denyut nadi istirahat nampak menurun. Pada
responden kelompok II yang mengikuti senam osteoporosis 2X seminggu juga dilakukan pengukuran tekanan darah dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.7 Distribusi Reponden Menurut Tekanan Darah sebelum dan sesudah Mengikuti Senam Osteoporosis 2X Seminggu di Puskesmas Glugur
Kota Tahun 2013
No Responden
Tekanan Darah Sebelum Perlakuan
Sesudah Perlakuan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan
1 13390
14092 12884
13185 2
11576 12880
11175 11576
3 12884
13589 12179
12381 4
11276 12682
11176 11979
5 13287
14291 12684
13086 6
12284 13690
12582 12883
7 13392
14196 12989
13190 8
12283 13586
12181 12582
9 13291
14394 12989
13190 10
11879 13181
12179 12480
11 13489
14592 12987
13090 12
11679 13182
11578 11880
13 12983
14185 12582
12883 14
13189 14091
12785 13086
15 13889
14992 13086
13389
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas diketahui bahwa tekanan darah lansia sebelum mengikuti uji berjalan 6 menit paling rendah adalah 11276 mmhg yaitu pada
responden No 4, sedangkan tekanan darah paling tinggi adalah 13889 mmhg yaitu pada responden No 15.
Setelah mengikuti senam osteoporosis dilakukan uji berjalan 6 menit, kembali dilakukan pengukuran tekanan darah dan diperoleh tekanan darah paling randah
adalah 11175 mmhg yaitu pada responden No 2, sedangkan tekanan darah paling tinggi adalah 13086 mmhg yaitu pada responden No 15.
Gambaran diatas menunjukkan tekanan darah lansia yang mengikuti senam osteoporosis lebih stabil, artinya tekanan darah yang tinggi akan turun menuju normal
dan tekanan darah rendah akan naik menuju normal. Hasil pengukuran denyut nadi pada lansia sebelum dan setalah uji berjalan 6
menit pada lansia yang mengikuti senam osteoporosis 2X seminggu sebagai berikut.
Tabel 4.8 Distribusi Responden Menurut Denyut Nadi sebelum dan sesudah Mengikuti Senam Osteoporosis 2X Seminggu di Puskesmas Glugur
Kota Tahun 2013
No Responden
Denyut Nadi Sebelum Perlakuan
Sesudah Perlakuan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan
1 88
108 80
84 2
86 114
80 82
3 84
106 76
78 4
88 118
80 84
5 86
118 80
84 6
90 128
82 88
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8. Lanjuntan
No Responden
Denyut Nadi Sebelum Perlakuan
Sesudah Perlakuan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan Sebelum Uji
Berjalan Sesudah Uji
Berjalan
7 87
122 82
86 8
88 118
82 88
9 78
110 72
78 10
89 122
82 88
11 78
118 74
82 12
86 118
80 84
13 84
120 78
82 14
88 118
80 86
15 86
120 80
86 Berdasarkan Tabel 4.8 di atas diketahui bahwa denyut lansia sebelum mengikuti
uji berjalan 6 menit paling rendah adalah 84menit yaitu pada responden No 3, sedangkan denyut nadi paling tinggi adalah 90 permenit yaitu pada responden No 6
Setelah mengikuti senam osteoporosis selama 4 minggu dilakukan uji berjalan 6 menit, kembali dilakukan pengukuran denyut nadi diperoleh denyut nadi paling
rendah adalah 72 permenit yaitu pada responden No 9, sedangkan denyut nadi paling tinggi adalah 82 yaitu pada responden No 6, 7, 8 dan 10.
Gambaran diatas menunjukkan denyut nadi lansia yang mengikuti senam osteoporosis lebih stabil dan terjadi penurunan denyut nadi istirahat.
Universitas Sumatera Utara
4.4 Pelaksanaan Senam Osteoporosis 4.4.1. Senam Osteoporosis 1X Seminggu